Gadis dan Dara adalah sepasang gadis kembar yang tidak mengetahui keberadaan satu sama lain.
Hingga Dara mengetahui bahwa ia punya saudara kembar yang terbunuh. Gadis mengirimkan paket berisi video tentang dirinya dan permintaan tolong untuk menyelidiki kematiannya.
Akankah Dara menyelidiki kematian saudaranya? Bagaimana Dara masuk ke keluarga Gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Freya Alana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengumpulkan Bukti
Arum menciumi wajah Dara yang masih terpejam.
“Kuat, ya, Sayang. Bunda sembuh buat jagain kamu. Sekarang Mbak Dara juga harus sembuh.”
Fauzan menggenggam tangan Dara. Memerhatikan keponakannya, ia teringat pada almarhumah Sekar.
“Dek, maafin Mas. Harusnya Mas nggak bawa Dara bertemu kakeknya.” Tak sadar, air mata membasahi wajah.
Dari kejauhan, Darius memandang cucunya yang berbaring tak berdaya. Wajahnya pucat, walau terpejam namun Dara terlihat gelisah dalam tidurnya.
“Dosa masa lalu apa yang membuatku kehilangan orang-orang tercinta. Dan kini Dara … Dara harus mengalami kejadian buruk yang mungkin ia tidak tahu apa sebabnya.”
Pria tua itu merenungi setiap perjalanan hidupnya. Ia adalah orang yang bertabiat keras, mungkin pernah menyinggung banyak orang. Tapi tak mungkin mereka sampai tega menghabisi keluarganya satu per satu.
Darius memijat kening dengan tangannya yang sudah mengeriput. Kehadiran Dara membuatnya kembali bersemangat, namun apakah ia harus melepaskan demi keselamatan cucunya?”
“Opa Anwar …” Bisik Dara.
Arum yang berdiri di samping Dara mendengar lirih keponakannya.
“Opa Anwar, Oma Diandra …” Suara Dara terdengar lemah.
“Mana Gadis?” Bisiknya lagi sebelum kembali tertidur. Fauzan dan Arum bersitatap. Selain Irsad, hanya mereka berdua yang mengetahui keberadaan Gadis Anantara.
Fauzan dan Arum tidak mengerti kenapa Dara menyebut Anwar dan Diandra.
Askara melongok dari balik pintu. Fauzan melarang masuk karena Dara tidak memakai kerudung.
“Opa, Oom Fauzan,” panggilnya.
Keduanya gegas mendatangi Askara.
“Kata dokter, Dara mengalami dehidrasi berat. Juga ada luka-luka di kulitnya kena terkena cairan pembersih. Ada infeksi di telapak kakinya. Jadi sekarang dokter akan memberikan antibiotik dosis tinggi dari infus.”
“Terima kasih Pak Askara, semoga Dara segera sadar,” ucap Fauzan dengan nada khawatir.
“Saya juga harap begitu, Oom. Opa, saya mau ketemu Irsad. Nanti malam saya ke sini lagi, semoga Dara sudah siuman.”
***
Irsad merutuki Alamsyah yang dengan lihai menutupi jejak perbuatan Anwar.
“Tidak satu pun hape yang ditemukan tidak ada pesan atau sambungan telepon ke Anwar Barnaba,” papar anak buahnya.
Sebelum meninggal di hadapan Irsad, Alamsyah membisikkan nama Anwar. Sebagai polisi, Irsad tidak boleh gegabah menangkap Anwar Barnaba, apalagi dia adalah seorang pengacara kondang berpengaruh.
Sebelum bertindak, Irsad harus mengumpulkan bukti-bukti kuat. Alamsyah adalah simpul antara Anwar dan keluarga Darius, namun kematianmya membuat Irsad harus bekerja keras.
Sarah Adinegara sudah berulang kali mengingatkan putranya bahwa ia hanya punya waktu beberapa hari sebelum pulang ke Amerika untuk menikah dengan Alexa.
Dengan kasar Irsad mengusap wajahnya.
“Cari tau tentang Diandra Anantara. Dari dia lahir sampai meninggal!” Perintahnya kepada anak buah yang langsung bekerja di depan komputer.
“Nanti malam kita berkumpul lagi. Sekarang saya akan menemui Darius Anantara.”
Di depan kantor polisi, Irsad bertemu Askara.
“Pak Askara,” sapa Irsad sambil mengangguk.
“Selamat siang, Pak Irsad. Oh mau keluar ya? Saya baru mau menanyakan kasus Dara.”
Irsad menimbang sejenak.
“Kita bicara di mobil. Pak Askara bisa ikut mobil saya saja.”
Askara menyuruh driver yang membawa mobilnya untuk mengikuti.
“Jadi sampai dimana penyelidikannya?” Askara tidak mau membuang waktu. Ia heran ada orang yang begitu ingin menyelakai adik sepupunya.
“Seperti yang sudah kami sampaikan, Alamsyah atau yang dikenal sebagai Fero adalah dalang di balik dua insiden terkait Dara dan almarhumah Nona Devita. Kami masih mengembangkan motif karena dari interview dengan HRD Anantara, Fero tidak ada masalah. Bahkan saat Gadis selesai dimakamkan, ia sendiri yang mengajukan resign.”
Irsad memutuskan untuk tidak terlalu membuka penyelidikannya, mengingat Alamsyah sempat menyembutkan ada musuh baru. Bisa jadi Askara juga dibalik celakanya Dara dan kemungkinan Gadis.
“Kasian Dara. Sepak terjangnya memang seperti angin topan tapi sepertinya tidak sampai membuat orang sebegitu ingin menghabisinya. Dia memang menyebalkan tapi dari sikapnya ada kebenaran yang bahkan saya pun harus acung jempol.”
Irsad tersenyum. Di banding Gadis memang betul jika Dara bagai angin topan yang dengan mudah melibas halangan apa saja di depannya.
“Pasti seseorang di Anantara,” gumam Askara sambil berpikir.
Irsad pura-pura mengabaikan. Ingin tahu di mana posisi Askara dalam masalah ini.
“Dara orang baru. Nggak mungkin seseorang sampai menyewa pasukan untuk mencelakainya hanya karena masalah pekerjaan. Jika masalah posisi, saya nggak yakin Opa akan langsung memberikan ke Dara. Lain dengan Gadis yang memang sudah dikenalkan dengan bisnis.”
Askara merenung. “Saya dulu termasuk yang marah sama Opa karena ingin menyerahkan kepemimpinan Anantara pada Gadis. Saya yang memberitahukan tentang kehidupan ganda Jaden dengan harapan ia akan fokus mempertahankan pernikahannya …”
Askara menerawang jauh.
“Tadinya saya nggak tega. Tapi Papa mendesak agar posisi saya di Anantara tetap aman. Dari masih remaja, kami selalu ke villa jika sedang kalut. Hanya saja saya heran, bagaimana Gadis bisa sampai keceakaan di jalan yang kami kenal bagai telapak tangan sendiri.”
“Maaf jika saya menanyakan ini. Mungkinkah Pak Adrian yang menjadi dalang ini semua?”
Askara mengangkat alis keheranan.
“Bung, kami memang geng ambi, tapi sampai menyewa orang untuk membunuh? Kami terlalu pelit untuk menyewa pembunuh bayaran. Papa lebih memilih cara halus. Seperti menjodohkan Gadis dengan Jadden waktu keluarga kami bersaing ketat. Mungkin saja ia punya ide menikahkan Dara dengan saya.”
“Bagaimana dengan Anwar Barnaba?”
“Opa Anwar? Dia menyakiti lalat pun tidak tega.”
“Oh …” Irsad menjawab singkat.
“Lalu bagaimana dengan Alamsyah?” Tanya Askara lagi.
“Jenazah sudah kami kubur karena dia sudah tidak punya keluarga. Mantan istrinya juga tidak mengusahakan jenazah dibawa pulang ke Malaysia.”
Irsad sendiri yang terus mengikuti jenazah Alamsyah karena khawatir pembunuh bayaran itu masih hidup seperti korbannya dulu, yaitu Gadis.
“Btw, ada perlu apa Pak Irsad bertemu Opa?”
“Menanyakan masa lalu.”
***
Hari-hari Gadis di Amerika semenjak Dara ditangkap Alamsyah sangatlah berat. Ia sering memimpikan kembarannya. Terkadang Gadis merasa ketakutan hingga sesak napas.
Setiap hari Irsad selalu meneleponnya dan memberi kabar. Hanya pada saat itulah Gadis merasa tenang.
“Bang Irsad nggak pernah bicara denganku lebih dari dua kata.”
Gadis menatap heran ke arah asal suara.
Alexa, gadis cantik dengan gaya sangat bule memandangnya iri.
“Aku doakan Irsad akan mulai membuka hatinya. Begitulah menikah karena perjodohan. Dua belah pihak harus berusaha.”
“Kamu tidak, tuh… Kalian sudah saling mencintai, kan?”
“Cinta tapi dusta,” batin Gadis, enggan menceritakan masalahnya.
Dengan lembut, Gadis menatap wanita sebayanya lalu berkata, “Anyway, kamu nggak usah cemburu. Aku sudah nggak sabar pulang ke keluargaku.”
“Aku malah makin cemburu, tanpa kamu mengusahakan Bang Irsad udah tergila-gila sama kamu.”
Gadis memijat keningnya. Bukannya tidak merasakan apapun untuk Irsad, tapi dia masih terikat pernikahan dengan Jadden. Walau ia sudah dianggap mati tapi ia tidak ingin berselingkuh sampai punya kesempatan mengajukan perceraian.
“Lex, aku mau fokus buat bantu kembaranku. Kamu harus usaha sendiri untuk membuat Irsad jatuh cinta. Aku udah menepati janji dengan Tante Sarah untuk membantumu mempersiapkan pernikahan.”
“Berjanjilah kamu tidak akan membuat Bang Irsad makin jatuh cinta padamu.”
Sambil menghela napas, Gadis berkata, “Aku, Gadis, berjanji tidak akan membuat Irsad makin jatuh cinta padaku.”
“Bagus! Moga-moga kamu tepati itu. Apakah aku perlu pengacara untuk membuatnya legal?” balas Alexa dengam nada datar.
“Pengacara? Legal? Astaghfirullah. Alexa, bisakah kamu keluar? Aku perlu privacy.” Gadis mengambil tongkat lalu berdiri ia mengambil hape di atas lemari.
“Kamu mau telepon Bang Irsad lagi kan? Baru beberapa menit kamu berjanji.”
“Demi Allah, Alexa, keselamatan kembaranku terancam. Bisakah kamu tidak selalu menuduhku ingin merebut Irsad?”
Setelah memastikan Alexa keluar dan tidak menguping, Gadis menelepon Irsad.
“Sad, malam itu yang duduk di samping kursi pengemudi adalah Opa Anwar. Aku bisa jadi saksi mata.”
***
Insiden penembakan bodyguard dan juga penculikan Dara menjadi trending di media. ‘Siapa di Balik Kesialan Keluarga Anantara’ dan ‘Kawal Sampai Tuntas’ menjadi hashtag di media sosial.
Kepolisian menurunkan lebih banyak petugas untuk membantu Irsad.
Mereka memutuskan untuk mengikuti petunjuk yang diberikan Alamsyah, yaitu semua bermula dari Diandra.
Setelah menerima telepon Gadis, Irsad duduk di hadapan Darius di sebuah ruang privat di rumah sakit.
“Diandra? Alamsyah bilang Diandra?”
“Ya, Pak.”
Cerita mengenai perkenalan dengan Diandra hingga kehidupan mereka pun mengalir dari bibir Darius. Baginya Diandra adalah wanita tanpa cela.
Kematiannya sebagai salah satu korban pesawat nahas yang hilang menjadi pukulan baginya dan Riza. Hidup tidak pernah sama karena perekat cinta antarmereka hilang.
“Tidak ada hal lain yang perlu diceritakan? Kehidupan semasa SMA?” Irsad bertanya lagi.
“Saya rasa nggak ada yang spesial. Diandra tidak banyak punya teman dari masa lalunya. Ia sempat pindah dari Jakarta ke Surabaya. Oh iya, Diandra dan Anwar adalah teman satu SMA.”
Satu hal yang Darius lupa sampaikan adalah kejadian perkosaan yang dialami mendiang istrinya di masa remaja.
***
Di sebuah ruang meeting, Irsad menerima laporan dari anak buahnya.
“Pak, Bu Diandra dan Pak Anwar pernah satu sekolah. Tapi sebagian besar teman sekolah, guru-guru hingga kepala sekolah sudah meninggal. Pencatatan murid pun masih manual sehingga tidak ada rekaman data yang bisa diambil.”
Anak buahnya yang lain melaporkan, “Kami mendapatkan keterangan dari pensiunan security kompleks serta kantor ayah Diandra dan Anwar. Security mengatakan, keluarga Diandra tiba-tiba meninggalkan rumah dan tidak kembali lagi. Beberapa bulan kemudian, Anwar dan keluarganya pun pindah ke Padang.”
“Dari keterangan bahwa Diandra pernah pindah ke Surabaya, ada kejanggalan. Diandra pernah dua kali pindah sekolah. Setelah kami runut ternyata di sekolah pertama dia menjadi korban bully karena hamil. Kami menemukan catatan tindakan kuret di sebuah rumah sakit.”
Irsad mengangkat alis.
Dengan segera ia melakukan konfirmasi informasi sensitif ini kepada Darius.
Tenggorokan Darius tercekat ia teringat betapa aneh reaksi Diandra ketika dulu pertama kali melihat Anwar. Bahkan selama hidupnya, Diandra selau berusaha menghindari Anwar.
“Ya, Irsad. Istri saya pernah jadi korban perkosaan hingga hamil. Diandra keguguran di Surabaya.”
Sebuah kemungkinan mengerikan muncul di benak Darius dan Irsad.
“Mungkinkah Anwar orang yang mengambil kesucian Diandra?”
***
Malam itu Darius memutuskan pulang ke Jakarta, ia harus bertanya langsung pada sahabat semenjak SMA.
Semakin lama, ia semakin menyadari betapa sikap Diandra berubah setiap ada Anwar. Sikap yang ia terjemahkan sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum mahram dan non mahram.
Di pesawat, Darius menyesali ketidakpekaannya terhadap istri tercintanya. Jika memang Anwar yang menggagahi, pasti tidaklah mudah bagi Diandra untuk berpuluh tahun menerima Anwar sebagai sahabat suaminya.
Sementara itu, di rumah sakit, Dara mulai membuka mata. Fauzan dan Arum yang bersiaga di sampingnya merasa sangat lega.
“Ayah, Bunda … “ Sapa Dara melihat kedua orang yang telah membesarkan berada di dekatnya.
“Sayang, Mbak Dara alhamdulillah kamu sudah siuman, Nak.”
“Dara dimana?”
“Di rumah sakit, Sayang. Ssh jangan terlalu banyak bergerak dulu.”
“Opa Anwar … Opa Anwar mungkin dalang ini semua. Semua ada kaitan dengan Oma Diandra. Dara harus bangun.”
Fauzan menaikkan sandaran bed hingga Dara dalam posisi duduk.
“Mana Opa?”
“Pak Darius menuju Jakarta. Beliau hendak bertanya langsung kepada Anwar.”
“Jangan! Opa Anwar berbahaya. Dara perlu telepon Opa Darius.”
“Fauzan segera memberikan telepon.”
“Assalamualaykum Fauzan …”
“Waaalaykumussalam, Opa ini Dara.”
“Ya Allah Dara, kamu sudah sadar alhamdulillah.”
“Opa jangan menemui Opa Anwar, dia berbahaya. Dugaan Dara dia juga yang membunuh Papa dan Mama.”
Napas Darius tersentak. Tak pernah terlintas dalam pikirannya Anwar tega membunuh. Apalagi menghabisi nyawa satu persatu orang yang dicintai Darius.
Tapi semua kepingan puzzle mulai berada di tempatnya. Arum pernah mengatakan bahwa Riza mengenal penembaknya. Anwar adalah orang yang tetap berhubungan dengan Riza setelah putranya memutuskan keluar dari rumah.
“Opa please jangan ketemu sama Opa Anwar. Dia orang yang berbahaya. Kita harua menangkapnya dengan bukti.”
“Akan lebih cepat jika Opa yang tanyakan.”
“Please, Opa, Dara nggak mau kehilangan Opa.”
Sejujurnya, Darius sudah tidak peduli jika ia harus mati melawan Anwar. Namun mendengar Dara memohon, akhirnya pria tua itu luruh juga.
“Baik, Opa kembali ke Bali.”
“Kita harus atur langkah. Menurut Alamsyah, dia diperintahkan untuk menjaga sekaligus mencelakai Gadis. Bayangkan betapa liciknya Opa Anwar. Kita perlu bukti Opa. Kita bicarakan di sini.”
“Baik, tapi Dara janji harus makin sehat.“
“Siap! Apa Dara perlu bicara sama pilotnya supaya memutar pesawat Opa ke sini?”
Darius tergelak mendengar ucapan cucunya yang pemaksa.
“Nggak usah! Opa balik ke Bali. Sampai jumpa, Dara.”
***
Hai semuanya, salam sehat. Aku baru pulih dari sakit nih. Maaf agak tersendat soalnya puyeng liat hape. Moga mulai hari ini bisa cuz up rutin.
Sehat2 ya. Cuaca di tempat aku lagi nggak menentu. Kadang sehari badai, besoknya panas. Kadang anginnya kenceng. Bikin badan remek.
***
👍👍👍👍
❤❤❤❤
semoga mbak Authornya sehat selalu, sukses dan berkah, makasih mbak Author
❤❤❤❤
karyamu keren thor. good job
makasih yah kak
karyanya bagus
semoga nanti Makin banyak yang baca,Makin banyak yang suka
sukses selalu ❤️