"Sedang Apa Kalian?"
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin Pak saja! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Sesuai janji, Karim sudah berada di rumah Tika.
Pak Kartono, Bu Kartini dan Si Bungsu Kartama sudah rapi, semangat sekali mau Test Food untuk Menu Resepsi Karim dan Kartika.
"Mbak! Cepetan! Semua sudah nunggu! Gak usah dandan! Mas Karim udah mentok sama Mbak!"
"Nih anak lama-lama cocotnya emang harus dikasih Bon Cabe Level 100!"
Kartika kekuar kamar, dengan pakaian santai, Kemeja Flanel, Celana Jeans dan tas kecil.
"Sudah siap?" Karim, selalu saja dibuat terpukau meski Kartika seperti apapun.
Sedangkan Bu Kartini, jangan ditanya sudah gemas dengan penampilan Kartika yang biasa aja.
"Sudah, Ayo Kita berangkat. Nanti jalannya keburu macet."
Melihat akan ada badai pertengkaran antara Ibu dan Anak, Pak Kartono sebagai pemain lama sudah hapal luar kepala, memilih segera meredam.
"Kamu duduk di depan, temani Suamimu. Bapak sama Ibu ditengah. Tama, Kamu bagian belakang."
Di rumah sudah diamankan, dan saat akan naik mobil Karim, Ibu Kita Kartini, Istri Pak Kartono yang bukan Harum namanya, sudah membaca gelagat Kartika yang menghindari Tama.
Untung saja Bu Kartini, udah lah ya, sudah hapal kan nama panjangnya. Segera mengamankan Kartika duduk didepan mendampingi Karim menyetir.
"Duduk aja ribet! Nasib amat jadi anak bawang! Duduk di belakang!" Dumal Tama yang sudah duduk nyaman di kursi belakang dan rupanya tetap nyaman.
"Berisik, diem Tama," Bisik Bu Kartini sambil menoleh ke belakang, menghadiahi Tama tatapan setajam silet.
"Kita berangkat ya," Karim mulai mengemudikan mobil, melirik sebentar pada Kartika yang sedang menatap lurus entah apa benar sedang melihat depan jalan atau sedang memikirkan sesuatu.
Sepanjang perjalanan, suara Tama dan kedua orang Kartika saja yang aktif berbicara, Karim sesekali ikut dalam obrolan jika memang ada yang ditanyakan oleh kedua mertuanya dan adik iparnya.
Sedangkan Kartika, memilih diam. Mendengarkan dan berharap semua segera selesai.
"Disini Rim?" Bu Kartini melihat sekeliling, Sebuag bangunan besar, tak terbayangkan bahwa ini ada kantor WO yang Mereka pakai jasanya dan di dalam sana sudah ditunggu untuk Test Food dan sebagainya.
"Iya Bu, Ayo Bu, Pak, Tam, Tika, Yuk!"
"Eh," Tika melotot, saat Karim menggandeng tangannya.
"Gak usah malu, Kalian sudah Suami Istri."
Bu Kartini menepuk bahu Tika yang terlihat sempat protes dari raut wajahnya kepada Karim.
"Udah, yuk!" Bisik Karim di telinga Tika, membuat Tika merinding disko.
Sambutan hangat pihak WO dan Katering, membaut semua merasa nyaman.
Bu Kartini dan Pak Kartono juga menyukai rasa masakan yang menjadi Menu Test Food.
Bahkan Tama terlihat lahap sekaki dan sudah berapa kali memberikan acungan jempol setiap menu yang Ia coba.
"Bagaimana Pak, Bu, apa ada yang mau ditambah atau dikoreksi?"
"Pak, Bu, kalo memang ada tang mau ditambah, bilang saja. Gak perlu sungkan. Ya kan Mas?" Karim menengahi, takut kedua Mertuanya sungkan, tak enak hati.
"Sudah cukup Rim, Mas ini sudah oke kok. Saya puas, ya kan Bu?" Pak Kartono mewakili memberika pendapatnya.
"Iya bener Mas, Mbak, ini sudah enak. Tapi, kalau boleh loh ini, apa boleh menu gubukannya ada es dawet, tapi ini kalau boleh, kalau memang gak ada ya gapapa."
Kartika membolakan matanya, Mulai deh Kanjeng Mami banyak mau. Begitulah isi pikiran Kartika
"Oh tentu bisa saja Bu. Kami akan menyiapkan Menu Gubukan tambahan untuk Es Dawet. Bapak atau Ibu ada pesan spesifik tidak mau es dawet yang seperti apa. Kami akan usahakan memenuhi keinginan klien Kami."
Mulailah Bu Kartini menjelaskan seperti apa tang Ia mau. Dan pihak Katering menyanggupinya dan tak maslaah. Karim pun setuju saja.
"Ribet bener! Emang mesti gitu Bu, sama gerobaknya yang begitu? Kan susah Bu?" Sejak tadi Kartika diam, hingga Karim mempir mengantar Mereka pulang, Kartika masih belum berkomentar. Baru sampai di rumah, Kartika angkat suara.
"Loh, Kamu dengar sendiri Tik, Karim aja setuju, pihak WO sama Kateringnya juga Oke. Kamu aja yang marah-marah. Lagi pula Ibu cuma ingin agar ada keunikan saja, melestarikan budaya. Gak salah toh?"
Weslah! Sak karepe Kanjeng Mami. Ibu Kita Kartini, Istri Pak Kartono tang bukan Harum namanya.
"Kamu mau kemana?"
"Mandi Bu, gerah!"
Melihat Kartika ngeloyor saja, buat Si Ibu geleng kepala.
"Pak, Pak, Anakmu itu loh! Ibu bilangin malah ngeloyor!"
"Sudah Bu, Ibu ini seneng banget ribut sama anak. Inget Bu, sekarang Kita sudah Mantu, gak enak kalau Mantu sampai denger. Nanti Dia gak nyaman sama Kita."
Bu Kartini mengulum bibir, memilih ikut masuk kamar, mau mandi juga gerah seharian banyak aktivitas.
Di dalam kamar, Kartika tak langsung mandi. Merebahkan tubuhnya sambil bermain ponsel.
Kartika memeriksa novelnya yang baru saja terbit di platform KSD. Milik Karim Surya Darma. Suaminya sendiri.
Ting!
Ponsel Kartika menampilkan pesan.
Dari Karim.
Kartika membuka, dan betapa terkejutnya Kartika, melihat apa yang baru saja Karim kirimkan.
Tampaknya manuver Karim sukses membuat Kartika langsung menelpon Karim.
"Kenapa gak tanya dulu sih! Ngapain juga booking begituan?"
"Salam duku Sayang, Jangan marah-marah dong,"
Puas sekali Karim mendengar Suara marah Kartika. Meski harus disemprot, tapi Karim senang, akhirnya Kartika menghubunginya duluan.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsayang, eh waalaikumsalam Sayang, ada apa?"
"Jawab salam gak boleh dimain-mainin!"
"Dalem Sayang!"
"Ish!"
"Mas sengaja booking Paket Perawatan sebelum pernikahan. Biar Kamu relax. Lagi pula pasti Kamu juga seneng deh kalo udah coba."
"Ngapain pake acara begitu-begitu! Emang Kita nikah beneran!"
"Astaga Tika! Ya nikah beneran lah! Ijab Kabul. Terus resepsi, masa bohongan?"
"Maksud Gue, begini," Kartika kikuk sendiri menjelaskan maksud dari perkataannya.
"Maksud Kamu gimana? Mas gak paham. Coba jelasin."
Karim mengulum bibirnya, menagan tawa diseberang agar Kartika tak menyadari Karim pura-pura tak mengerti.
"Ah, ya udah. Itu besok berdua?"
"Mas antar Kamu, tapi yang perawatan Kamu aja. Mas ada keperluan. Setelah selesai Mas jemput ya. Gimana?"
Kartika bimbang. Kenapa semakin kesini, Karim terlihat serius sekali dengan pernikahan Mereka.
"Halo, Sayang, belum tidur kan?"
"Mandi aja belom! Masa tidur!"
"Ya habisnya diem aja. Ya udah, masih mau ngobrol nih?" Kali ini Kartika membayangkan wajah tengil Karim sedang menggodanya.
"Siapa juga yang ngajak ngobrol! Lagian bikin sesuatu atau kasih sesuatu biasa banget ngejutin orang! Gak tanya-tanya dulu!"
"Ya kalau tanya gak kejutan. Lagi pula, kalo Mas tanya, atau nawarin dulu pasti Kamu tolak kan?"
"Ya iyalah. Ngapain juga buang-buang uang buat begitu. Mahal tahu!"
"Udah, gak usah mikirin uangnya Mas ada dan ikhlas, buat Kamu. Istri Mas sendiri."
"Ish! Kebiasaan!"
"Harus terbiasa. Doain aja rezeki Mas semakin lancar. Kata Pak Ustadz kalau memanjakan Istri pahalanya berlipat dan rezeki semakin lancar."
"Aamiin. Ups!"
Karim tersenyum, rasanya gak sabar kembali bertemu dengen Istrinya yang sebentar lagi tidak hanya secara agama tapi juga negara.