NovelToon NovelToon
Mencintai Dalam Diam

Mencintai Dalam Diam

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Cinta Murni / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Husnul rismawati

kisah cinta di dalam sebuah persahabatan yang terdiri atas empat orang yaitu Ayu , Rifa'i, Ardi dan Linda. di kisah ini Ayu mencintai Rifa'i dan Rifa'i menjalin hubungan dengan Linda sedangkan Ardi mencintai Ayu. gimana ending kisah mereka penasaran kaaan mari baca jangan lupa komen, like nya iya 🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Husnul rismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 32 rencana Ardi dan Rifa'i

Ayu duduk di meja makan, pikirannya melayang. Aroma tumisan buncis yang biasanya menggugah selera, pagi ini terasa hambar. Ia mencuri pandang ke arah Linda dan ibunya yang tampak canggung. Ia tahu, ada sesuatu yang sedang mereka sembunyikan.

"Mbak Ayu, kamu kok diem aja? Nggak suka sama masakan aku ?" tanya linda, membuyarkan lamunan Ayu.

Ayu tersenyum paksa. "Enggak kok, lin. Enak banget. Aku cuma lagi nggak nafsu makan aja," jawabnya, berbohong.

Setelah sarapan, Ayu memutuskan untuk membantu ibunya membereskan dapur. Linda pamit untuk pulang, dengan janji akan kembali lagi nanti sore. Ayu mengantarnya sampai depan pintu, lalu kembali masuk dengan perasaan hampa.

Sementara itu, di sebuah rumah sederhana , Rifa'i tengah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Pagi itu, ia mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna cokelat, dipadu dengan celana bahan hitam. Penampilannya rapi dan bersahaja, mencerminkan sosok guru  yang disegani.

Rifa'i menatap pantulan dirinya di cermin. Ia menyisir rambutnya yang hitam legam, lalu memoleskan sedikit minyak rambut agar terlihat lebih klimis. Ia tersenyum tipis, mencoba menyemangati diri sendiri. Hari ini, ia akan mengajar di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) .

"Rifa'i, sarapannya udah siap!" teriak ibunya dari ruang makan.

Rifa'i bergegas keluar dari kamar, menuju ruang makan. Di sana, ibunya, sudah menyiapkan nasi goreng dengan telur ceplok dan kerupuk udang. Aroma nasi goreng yang gurih langsung menusuk hidungnya, membuatnya semakin lapar.

"Wah, enak banget nih, Ma. Makasih ya," ucap Rifa'i, sambil menarik kursi.

Bu Aminah tersenyum. "Iya, sama-sama, Nak. Makan yang banyak ya, biar semangat ngajarnya," jawabnya, penuh kasih.

Rifa'i mulai menyantap nasi goreng dengan lahap. Sambil makan, ia bercerita tentang kegiatan mengajarnya di sekolah. Ia menceritakan tentang murid-muridnya yang lucu dan pintar, tentang tantangan dalam menyampaikan materi pelajaran, dan tentang suka dukanya menjadi seorang guru.

"Alhamdulillah, Ma. Rifa'i seneng banget bisa jadi guru. Bisa berbagi ilmu sama anak-anak, bisa jadi contoh yang baik buat mereka," ucap Rifa'i, dengan mata berbinar.

Bu Aminah tersenyum bangga. "Iya, Nak. Mama bangga sama kamu. Kamu emang anak yang sholeh dan pintar. Mama doain, semoga kamu selalu sukses dalam pekerjaanmu," balas Bu Aminah, sambil mengelus rambut Rifa'i.

Setelah selesai sarapan, Rifa'i berpamitan kepada ibunya untuk berangkat kerja. Ia mencium tangan ibunya, lalu melangkah keluar rumah. Ia menyalakan motornya, lalu melaju menuju sekolah tempatnya mengajar.

Di sepanjang perjalanan, Rifa'i memikirkan tentang Ayu. Ia merasa khawatir dengan keadaannya. Semalam, ia melihat Ayu tampak tidak baik-baik saja. Ia ingin sekali menanyakan apa yang terjadi, namun ia tidak tahu bagaimana caranya.

"Semoga Ayu baik-baik aja," gumam Rifa'i dalam hati.

Sesampainya di sekolah, Rifa'i langsung disambut oleh sapaan hangat dari para guru dan murid. Ia membalas sapaan mereka dengan senyum ramah. Ia merasa senang berada di lingkungan sekolah yang penuh dengan keakraban dan kekeluargaan.

Rifa'i berjalan menuju ruang guru, meletakkan tasnya di meja, lalu bersiap-siap untuk mengajar. Ia membuka buku pelajaran, membaca materi yang akan disampaikan, dan menyiapkan alat peraga yang akan digunakan. Ia ingin memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya.

"Assalamualaikum, anak-anak!" sapa Rifa'i, dengan suara lantang, saat memasuki kelas.

"Waalaikumsalam, Pak Guru!" jawab murid-murid serentak.

Rifa'i tersenyum. "Apa kabar kalian hari ini?" tanyanya, dengan ramah.

"Alhamdulillah, baik, Pak!" jawab murid-murid.

"Alhamdulillah. Hari ini, kita akan belajar tentang..." Rifa'i mulai menyampaikan materi pelajaran dengan semangat dan antusiasme. Ia berusaha membuat suasana belajar menjadi menyenangkan dan interaktif. Ia ingin agar murid-muridnya dapat memahami materi pelajaran dengan mudah dan senang.

Di tengah-tengah kegiatan belajar mengajar, pikiran Rifa'i kembali melayang ke arah Ayu. Ia berharap, Ayu baik-baik saja dan segera pulih dari masalahnya. Ia ingin sekali membantu Ayu, namun ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia hanya bisa berdoa, semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan ketabahan kepada Ayu.

Bel sekolah berdering, memecah lamunan Rifa'i tentang Ayu. Ia menghela napas, membereskan buku-buku dan alat peraga yang berserakan di atas meja. Murid-muridnya berhamburan keluar kelas dengan riang, meninggalkan Rifa'i yang masih termenung di kursinya.

Pikiran tentang Ayu masih menghantuinya. Ia merasa bersalah karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu sahabatnya itu. Ia ingin sekali menanyakan keadaannya.

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. Ia teringat pada Ardi, sahabat dekat Ayu yang selalu ada untuknya. Mungkin Ardi tahu sesuatu tentang masalah yang sedang dihadapi Ayu. Mungkin Ardi bisa memberikan saran atau bantuan yang bisa ia lakukan.

Tanpa berpikir panjang, Rifa'i meraih ponselnya dan mencari kontak Ardi. Ia ragu sejenak, namun akhirnya ia memberanikan diri untuk menghubungi Ardi.

"Assalamualaikum, Di," sapa Rifa'i, setelah panggilannya tersambung.

"Waalaikumsalam, Rif. Ada apa nih, tumben nelpon?" jawab Ardi, dari seberang sana.

"Di, gue mau ngomong sesuatu sama lo. Penting," kata Rifa'i, dengan nada serius.

"Ngomong apa emangnya? Kok kayaknya tegang banget?" tanya Ardi, penasaran.

"Ini tentang Ayu, Di," jawab Rifa'i, singkat.

Ardi terdiam sejenak. "Ayu kenapa, Rif? Dia sakit?" tanyanya, khawatir.

"Gue nggak tahu pasti, Di. Tapi, gue ngerasa ada yang aneh sama dia. Semalam, gue lihat dia kayak nggak baik-baik aja. Gue khawatir sama dia," jelas Rifa'i.

"Di, gue pengen ketemu sama lo. Kita ngobrolin masalah ini bareng. Mungkin lo tahu sesuatu yang gue nggak tahu," kata Rifa'i, berharap.

"Boleh, Rif. Kapan lo bisa?" tanya Ardi, menyetujui.

"Gimana kalau sore ini? Setelah gue selesai ngajar," jawab Rifa'i.

"Oke, Rif. Ketemuan di mana?" tanya Ardi.

"Gimana kalau di warung kopi biasa tempat kita nongkrong dulu? Yang deket kampus," usul Rifa'i.

"Sip, Rif. Gue usahain dateng. Kabarin aja kalau lo udah selesai ngajar," balas Ardi.

"Oke, Di. Makasih ya," ucap Rifa'i, merasa lega.

"Sama-sama, Rif. Gue juga khawatir sama Ayu. Semoga kita bisa bantu dia," balas Ardi, sebelum mengakhiri panggilan.

Setelah menutup telepon, Rifa'i menghela napas panjang. Ia merasa sedikit lebih tenang karena akan segera bertemu dengan Ardi dan membahas masalah Ayu. Ia berharap, mereka bisa menemukan solusi untuk membantu sahabatnya itu.

Waktu berjalan terasa lambat bagi Rifa'i. Ia tidak sabar ingin segera bertemu dengan Ardi dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Ayu. Ia terus memikirkan tentang Ayu, tentang senyumnya, tentang tawanya, tentang semua hal yang membuatnya merasa khawatir.

Akhirnya, waktu yang dinanti-nantikan tiba. Rifa'i bergegas menuju parkiran, menyalakan motornya, dan melaju menuju warung kopi tempat ia dan Ardi biasa nongkrong dulu. Ia berharap, pertemuan ini akan membawa titik terang bagi masalah yang sedang dihadapi Ayu.

Sesampainya di warung kopi, Rifa'i melihat Ardi sudah duduk menunggunya di salah satu meja. Ia segera menghampiri Ardi dan menjabat tangannya.

"Sorry ya, Di, gue telat," ucap Rifa'i, merasa bersalah.

"Santai aja, Rif. Gue juga baru dateng kok," balas Ardi, tersenyum.

Mereka berdua duduk berhadapan, memesan kopi, lalu mulai membahas masalah Ayu. Rifa'i menceritakan semua yang ia rasakan dan lihat tentang Ayu. Ia menceritakan tentang kekhawatirannya, tentang perasaannya yang tidak enak, dan tentang keinginannya untuk membantu Ayu.

Ardi mendengarkan cerita Rifa'i dengan seksama. Ia mengangguk-angguk, menunjukkan bahwa ia memahami apa yang sedang dirasakan Rifa'i.

1
Guillotine
Sudah nggak sabar untuk membaca kelanjutan kisah ini!
husnul risma wati: trimakasih kakak sudah mampir di karya sayaa🤗 mohon dukungan nya like komen nya iya kak trimakasih... 🤗🤗
total 1 replies
PetrolBomb – Họ sẽ tiễn bạn dưới ngọn lửa.
Ayo thor update secepatnya, kita semua sudah tidak sabar untuk baca terus nih!
husnul risma wati: iya kak , makasih iya kak udah komentar di sini saya akan lebih semangat lagi 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!