Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khitbah
Suasana malam itu terasa lebih mencekam dari malam-malam sebelumnya, meja makan yang biasanya ada tujuh kursi bertambah menjadi dua belas kursi, hanya suara dentingan piring dan sendok yang beradu
"Jangan ada yang masuk kamar dulu, kita bicara diruang tamu" Papa Arya memberi perintah kala melihat Aqila dan Reyna bangkit dari duduk mereka
Dengan menghela nafas panjang, Aqila diikuti Reyna berjalan kearah sofa ruang tamu sambil menunggu anggota keluarga yang lain menyelesaikan makan malam mereka
"Kak" Aqila mengernyitkan dahi menatap Reyna, tumben sekali adiknya itu ingin berbincang saat berdua seperti ini
"Ya?"
"Maaf"
"Kenapa minta maaf?"
"Kak Aqila merasa kurang diperhatikan pasti karena keberadaan Reyna" Aqila terkekeh dan menggeleng
"Bukan salah kamu, tapi salah hati kakak yang menanam rasa iri itu"
"Nggak" Reyna menggelengkan kepalanya. "Kalau Kak Aqila ngomong gitu, Reyna makin merasa bersalah"
Aqila menepuk bahu adiknya, adik kesayangan saudara-saudaranya
"Kamu sudah dewasa sekarang, tapi jangan takut, sekarang semuanya akan lebih memperhatikanmu"
"Kak..." Reyna menunduk, ia sekarang sadar karena menjadi orang yang terlalu egois menginginkan perhatian semua orang tertuju pada dirinya
Ia sudah terbiasa dengan semua itu dari kecil, dijadikan prioritas dan diutamakan oleh saudara dan kedua orang tuanya tanpa sadar membuat dirinya menjadi pribadi yang egois tanpa memikirkan perasaan orang lain
.
Suasana ruang tamu itu terasa dingin, secangkir teh hangat dan biskuit yang terletak diatas meja, belum tersentuh tangan orang yang duduk disana
"Hahhh, Apa kau sudah yakin dengan pilihanmu nak?" Papa Arya bertanya karena tak ada perkataan baik tentang Naufal yang dia dengar dari cerita Rian kepadanya
"Aqila yakin Pa, Aqila sudah memilihnya, jadi biarkan Aqila bersamanya"
"Tapi..."
"Dia orang baik kok" Aqila seakan mengerti keresahan hati ayahnya
"Jangan sampai salah memilih pasangan Aqila, pernikahan bukan sebuah permainan rasa tapi sebuah ibadah yang panjang" Ucap Papa Radit dengan kata-kata bijaknya
"Aqila tau om, Aqila memilih dia bukan sebatas rasa cinta seorang perempuan kepada laki-laki, tapi juga keyakinan hati"
"Kamu tentu tau cerita tentang Naufal di kampus, kakak tak ingin kamu memiliki pasangan yang salah" Aqila terkekeh mendengar ucapan Rian
"Yang terlihat baik belum tentu buruk, Aqila percaya pasti ada alasan dibalik semua itu"
"Bukankah kamu hanya mengenalnya sebentar?" Tanya Darren, entah kenapa hatinya merasa bersalah karena melakukan kesalahan yang sama sampai membuat Aqila tak pulang kemarin, jika dipikir-pikir kalau ia mengantar Aqila sampai kampus ini mungkin tak akan terjadi
"Waktu bukanlah penghalang, kadang orang asing yang baru kita kenal lebih mengerti kita daripada orang terdekat yang terasasa jauh" Ketiga kakaknya jelas merasa tersindir dengan ucapan itu, walaupun mungkin tujuan Aqila bukan itu
"Mama belum siap melepasmu bersama laki-laki lain nak, Mama merasa gagal menjadi ibu yang baik untukmu" Mama Intan tak dapat membendung air matanya, isakan tangis terdengar dari bibirnya yang bergetar
"Mama adalah ibu terbaik di dunia ini, jangan mengatakan seperti itu" Aqila memeluk Mama Intan erat, tanpa sadar ia pun menangis di pelukan bidadari tak bersayapnya, seorang wanita tangguh yang telah melahirkan dirinya kedunia ini
"Jangan merasa bersalah, ini keputusan yang Aqila pilih, Aqila hanya ingin bahagia dengan cara Aqila sendiri"
"Papa, tolong terima dia besok"
"Apa ia sudah tau tentang penyakitmu nak?" Papa Arya membelai kepala Aqila, ternyata putri kecilnya sudah sebesar ini sampai bisa meyakinkan dirinya untuk menerima pinangan seorang laki-laki, kemana ia selama ini sampai baru bisa melihat putrinya yang dulu selalu membuat harinya ceria?, seorang putri kecil yang sering mengadu kala dijahili saudara-saudaranya karena yakin kalau ayahnya adalah sosok pahlawan yang akan melindunginya
"Dia laki-laki baik dan pengertian, Aqila yakin dia adalah imam yang sempurna membimbing Aqila sampai surga"
"Nak, terbuat dari apa hatimu sampai sekuat ini?" Papa Arya memeluk tubuh putrinya yang kian mengurus, Aqila pun menyambut pelukan itu, pelukan yang dulu hanya bisa ia lihat dari jarak jauh
.
Kisah mereka mungkin bukan seperti kisah cinta Ali dan Fatimah, kisah islami romantis sepanjang masa, sebuah kisah tentang cinta dalam diam dan pintarnya mereka menyembunyikan rasa satu sama lain hingga setan pun tak dapat mengetahui isi hati mereka
Tapi dari kisah itu mereka belajar kalau Allah sudah menentukan jodoh masing-masing makhluknya, entah mana yang terlebih dahulu datang apakah jodoh di dunia atau justru ajal yang menjemput
Apa yang diharapkan Aqila dari janji seorang Naufal Pradana Al-Ghazali? Laki-laki itu bahkan masih menyembunyikan siapa dirinya hingga Aqila hanya mengenalnya dari cerita beberapa orang
Di mata Aqila, Naufal adalah laki-laki yang berhasil membuatnya meyakinkan hati akan suatu pilihan dan memperjuangkan pilihan itu bukan hanya sebatas mengalah demi tawa orang lain tapi tentang sebuah hak yang harus ia peroleh
Sebuah mobil hitam memasuki halaman rumah luas milik seorang pebisnis ulung, Arya Bramadja. Namanya sudah tak diragukan lagi sebagai pebisnis terkenal di negri ini dengan cakupan bisnis sampai menembus pasar eropa
Semua orang yang terduduk di ruang tamu lantas berdiri menyambut kedatangan tamu istimewa mereka malam ini
Raut wajah Mama Intan tak bisa menyembunyikan keterkejutan saat melihat Naufal, laki-laki yang pernah datang ke rumahnya dan memperkenalkan diri sebagai Auf
Tampilan Naufal Pradana Al-Ghazali berubah seratus delapan puluh derajat malam ini, penampilannya yang biasa menggunakan jaket kulit hitam dan celana hitam dengan robek-robek di bagian lutut yang merupakan ciri khas seorang badboy. Kini ia tampil dengan sarung hitam motif putih dan baju koko putih lengan panjang, membuat aura dalam dirinya begitu tampak berkharisma
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"
Ummi Sarah juga Abi Umar menyalami satu persatu anggota keluarga besar Bramadja yang hadir disana, dan hanya menangkupkan tangan didepan dada saat berhadapan dengan yang bukan mahramnya
Aqila sudah mewanti-wanti mengingat perkataan Ibu Nia di panti, kalau Naufal pergi ke ponpes untuk menemui ummi dan abinya, dari sana Aqila tau ternyata keluarga Naufal seseorang yang agamis. Karena itu ia meminta Mama Intan, Tante Rani, Kirana, Naya dan Reyna memakai kerudung untuk menghormati keluarga Naufal yang datang
"Langsung saja Pak Arya kedatangan kami kemari menyambung silaturrohmi dengan mengkhitbah putri anda Aqila Valisha Bramadja untuk putra kami Naufal Pradana Al-Ghazali" Setelah berbincang sejenak untuk mengenal keluarga Bramadja lebih dekat, Abi Umar menyampaikan maksud kedatangannya
Papa Arya terdiam sejenak dan menatap kearah Aqila yang menunduk, ia akan melepas putrinya bersama laki-laki lain
"Baik Abi Umar, kami terima khitbah Naufal untuk Aqila"
"Alhamdulillah"