Masa putih abu-abu adalah masa paling indah setiap remaja begitu pula yang dialami Bunga. Cinta yang membara dan menggebu serta pengaruh darah muda yang bergejolak membuatnya dan sang kekasih terhanyut dalam pusaran dosa manis yang akhirnya membuat hidupnya penuh luka.
Bunga hamil. Kekasihnya pergi. Keluarga kecewa dan membenci lalu mengusirnya. Terlunta-lunta di jalanan. Kelaparan. Dicaci maki. Semua duka dan luka ia hadapi seorang diri. Ingin menyerah, tapi ia sadar, dosanya sudah terlampau banyak. Ia tak mungkin mengabaikan permata indah yang telah tumbuh di rahimnya. Tapi sampai kapankah ia sanggup bertahan sedangkan semesta sepertinya telah terlampaui jijik kepadanya?
Inilah kisah Bunga dan lukanya.
Jangan lupa tap love, like, komen, vote, dan hadiahnya ya biar othor makin semangat update!
Bacanya jangan skip, please! Jangan boom like juga! soalnya bisa menurunkan kualitas karya di NT! Terima kasih. 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. II Dimabuk asmara
"Dari mana aja kamu, hah? Lihat jam, ini sudah jam berapa?" bentak pak Broto pada putrinya.
Bunga yang baru saja pulang hanya bisa menunduk dalam diam dan rasa takut. Bunga menyadari, ia memang salah karena pulang terlambat. Tapi ia terlalu terlambat. Ini baru jam 3 menjelang sore pikirnya. Sedangkan pulang sekolah pukul 12.30. Ia memanfaatkan 2 jamnya untuk makan dan nyantai dengan Nathan di sebuah cafe. Lama perjalanan pulang membutuhkan waktu 30 menit, alhasil ia tiba di rumah pukul 3.
Pak Broto memang terkenal over protective dan keras. Bahkan di kampus tempat ia mengajar ia dijuluki dosen killer karena sikap kelewat tegas dan galaknya. Ia tak segan-segan memukul anak-anaknya bila melakukan kesalahan. Ibu Bunga, Nilawati, hanya bisa mematung tak mampu menolong. Ia baru bergerak saat perbuatan pak Broto sudah sangat keterlaluan pada anak-anaknya.
"Jelaskan, jangan diam aja, Bunga!" bentak pak Broto lagi membuat tubuh Bunga bergetar.
"Bu-bunga tadi habis ... habis latihan nari, pak di rumah Bela untuk diambil nilai pas ujian praktek nanti," dusta Bunga. Memang mereka sempat latihan menari tadi, tapi itu saat jam pelajaran kosong sebab guru bahasa Indonesia mereka berhalangan hadir jadi mereka manfaatkan waktu itu untuk latihan menari.
Pak Broto mendengus dengan sorot mata tajam tak lepas dari anak kedua dari tiga bersaudara itu. Lalu tanpa kata, pak Broto berlalu dari hadapan Bunga membuat Bunga dapat bernafas dengan lega.
...***...
"Sayang, lagi ngapain?"
Sebuah pesan masuk di ponsel Bunga, membuat Bunga yang sedang membaca buku, menghentikan kegiatannya. Lalu ia tersenyum lebar. Wajah muramnya seketika berganti ceria. Ia pun segera mengetikkan balasan pada pesan sang kekasih.
"Lagi bad mood," jawabnya singkat.
"Bad mood kenapa? Kangen ya!"
"Ih, pede! 😛 Aku tadi dimarahin bokap," adu Bunga melalui pesannya.
"Kenapa? Apa karena pulang telat? Bukannya kata kamu hari ini bokap pulang sore?"
"Iya. Nggak tahu tuh, tiba-tiba pas pulang, bokap udah berdiri di depan pintu. Bikin sport jantung tahu nggak."
Nathan yang membaca pesan itu hanya bisa tersenyum iba. Ia sebenarnya kasihan dengan sang kekasih yang terlalu dikekang. Sebenarnya tidak salah, mungkin itu cara sang ayah untuk menjaga anak gadisnya. Tapi tidak juga dengan sedikit-sedikit marah dan sedikit-sedikit memukul. Pernah, hanya karena sang ayah pernah menemukan kertas hasil ulangan Bunga yang nilainya 65, ayahnya sampai tega memukul Bunga dengan penggaris dari kayu hingga kakinya memar membiru. Belum puas, ayahnya menghukum tidak memberikan uang saku selama seminggu, membuat Nathan tak kuasa menahan kesedihannya. Mengapa ada seorang ayah yang sangat suka sekali main tangan dengan anaknya? Bukankah seorang ayah itu seharusnya menjadi seorang pelindung? Apalagi status ayah Bunga yang ternyata seorang dosen, tentu ia tahu perbuatan itu tak pantas dan dilarang. Marah boleh, tapi tidak juga dengan menghukum semaunya seperti itu.
"Maafin aku ya! Kalau tadi kamu nggak jalan sama aku, kamu pasti nggak bakal dikayak gituin sama bokap. Aku janji, aku akan jadi orang sukses dan nikahin kamu terus bahagiain kamu supaya bokap kamu nggak bisa kasarin kamu lagi."
"Janji?"
"I promise with all my life*."
Membaca pesan terakhir itu, Bunga tak bisa tidak tersenyum. Namun, senyumnya seketika teralihkan saat sang adik masuk ke dalam kamarnya.
"Mbak lagi ngapain? Lagi chattan sama pacarnya ya?" goda Kia, adik perempuan Bunga.
"Ih, sok tau banget! Dasar anak kecil!" hardik Bunga sambil melotot membuat remaja yang duduk di bangku kelas VIII SMP itu terkekeh.
"Halah, nggak usah bohong, mbak. Kia tahu kok. Mbak kan setiap hari dianterin sampai di depan ruko kosong sebelah kan. Kia udah berapa kali lihat kok," cibir Kia membuat Bunga membulatkan matanya.
Lalu Bunga segera membekap mulut sang adik agar suaranya tidak sampai terdengar keluar.
"Ssst ... suara kamu jangan gede-gede, entar ada yang denger bisa habis mbak kena pukul bapak!" bujuk Bunga seraya celingukan ke arah pintu yang tertutup rapat.
"Iya, mbak. Kia tahu kok, jangan khawatir. Btw, cowok mbak ganteng banget ya. Udah tinggi, putih, kayaknya kaya juga meskipun gayanya sedikit badboy gitu," puji Kia membuat Bunga tersenyum lebar.
"Badboy-badboy gitu, dia itu pinter lho dek. Saingan berat mbak. Karena itu, meskipun gayanya badboy, guru-guru pada sayang. Gayanya aja yang badboy, tapi hatinya kayak hello kitty," sahut Bunga membuat Kia tergelak.
"Unyu-unyu dong," balasnya sambil tergelak. "Eh, ooops ... entar bapak tiba-tiba kemari gara-gara suara tawa kita."
"Ah, kalau kamu mah dek, nggak bakalan dimarahin deh, tahu banget mbak. Paling nggak ditegur doang. Abang sama kamu itu anak kesayangan tahu nggak. Apalah mbak ini yang ... " Bunga mengedikkan bahunya. Bunga kadang merasa aneh, ayahnya memang pemarah, tapi ia bersikap lebih kasar pada dirinya. Entah apa salahnya. Bunga pun tak mengerti.
"Ah, itu perasaan mbak aja! Tahu sendiri mbak bapak itu gimana," kilahnya walaupun tak dapat dipungkiri Kia pun turut merasakan perbedaan perlakuan itu.
Namun sebisa mungkin Kia membesarkan hati kakak perempuannya itu. Ia tak mau Bunga merasa sikap ayahnya itu pilih kasih sehingga merenggangkan tali persaudaraan mereka.
Bunga hanya tersenyum masam. Ia tahu, adiknya itu sedang berusaha membesarkan hatinya. Tapi biarpun ayahnya kerap bersikap demikian, ia tetap menyayangi adik, kakak, ayah, dan ibunya. Tanpa terkecuali.
...***...
"Sayang, happy birthday!" seru Nathan saat telah memasuki sebuah ruangan private di cafe Starla.
Bunga yang baru saja membuka matanya karena ditutup Nathan dengan sehelai kain hitam, lantas mengerjapkan matanya berkali-kali. Lalu senyum lebar tersungging di bibirnya. Pemandangan di hadapannya ini begitu indah. Sebuah ruangan private dihiasi dengan balon warna-warni. Ada namanya di tengah-tengah dinding dengan ucapan selamat ulang tahun Bungaku, membuat perasaan Bunga seketika membuncah bahagia.
Bunga pun segera membalikkan badannya menghadap Nathan lalu memeluk erat tubuhnya sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang Nathan.
"Makasih Nath, makasih banget. I love you," ujarnya dengan tatapan penuh cinta.
"I love you more, Bungaku," balasnya lalu Nathan segera menundukkan wajahnya menghadap Bunga. Kemudian dalam hitungan detik, Nathan berhasil menyatukan bibirnya dengan Bunga. Kegiatan yang mulai menjadi candunya semenjak ia berhasil menjadikan Bunga sebagai kekasihnya.
Setelah kegiatan menyatukan bibir mereka usai, Nathan menyerahkan hadiah pada Bunga. Sebuah boneka Teddy bear yang tidak begitu besar, coklat, dan sebuah liontin inisial N. Bunga menerimanya dengan suka cinta. Lalu Nathan pun memasangkan liontin itu di leher Bunga. Pasangan kekasih itu kini tengah benar-benar dimabuk asmara.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
tapi yg bikin seneng tetep hepi ending.makasih thor ud kasih bacaan yg bagus.terus semangat berkarya...♥️♥️