Penantian Cinta Sang Istri

Akbi kaget melihat Monika mengeluarkan pisau dari dalam tasnya, dan kembali mengancamnya. Tapi kali ini Akbi tidak mau kembali jatuh di lubang yang sama berulang kali.

Jadi saat Monika mengancamnya Akbi bersikap tidak perduli dan malah memintanya untuk melakukannya.

"Monik jangan kamu kira aku akan kembali luluh dengan ancaman Kamu seperti yang sudah sudah. Kali ini jika kamu ingin menyakiti diri sendiri maka silahkan, aku tidak akan menghentikan kamu lagi. Lakukan apa yang kamu mau aku sudah tidak perduli lagi dan juga sebenarnya apa yang kamu butuhkan bukan aku tapi Psikiater agar cara berfikir kamu jadi normal lagi"

Monika kaget sekali dengan jawaban Akbi. Bukannya luluh seperti biasanya tapi Akbi malah memintanya untuk pergi ke Psikiater.

"Apa menurutmu aku ini gila Bi. Tega teganya kamu nyuruh aku ke Psikiater?"

"Tanpa aku jawab harus nya kamu udah tau apa jawaban Monik, memang menutmu apa ada orang waras yang selalu ingin bunuh diri begitu huh. hanya orang yang kehilangan akal sehat saja yang akan mau melakukan itu"

"Aku bener bener nggak nyangka sampai sejauh itu kamu di pengaruhi sama dia. Sampai sampai kamu nganggep aku ini gila. Aku ini waras Akbi dan aku cinta sama kamu" ucap Monika semakin kalap.

"Kamu yakin itu cinta bukan sekedar kebutuhan atau obsesi semata"

"Akbi ak" saat Monika ingin bicara Akbi langsung memotong ucapan Monika.

"Udah cukup lebih baik kamu keluar karena aku udah muak sama kamu, kamu tau aku sekarang bingung kenapa dulu aku bisa suka sama kamu?"

"Aku nggak mau keluar dan juga kamu bisa bisanya bilang begitu sekarang. Padahal dulu kamu cinta banget sama aku kamu bakal ngelakuin apa aja hanya untuk bikin aku seneng. Tapi sekarang kamu malah bilang begitu?"

"Terserah kamu mau ngomong apa, kalau kamu nggak mau keluar sendiri aku akan panggil security sekarang.

Setelah mengucapkan itu Akbi meraih gagang telfon dan menelfon security untuk mengusir Monika dari ruangan nya.

Tak berapa lama datang dua pria berbadan tegap dengan seragam security datang ke ruangan Akbi.

"Kalian berdua usir dia dari sini kalau nggak mau seret saja dia" ucap Akbi sambil menunjuk ke arah Monika.

"Akbi kamu nggak bisa giniin aku Bi. aku nngak terima kamu perlakuan seperti ini. Aku akan bikin kalian nggak akan bisa bersama lagi Akbi kamu denger itu. Awas kalian saya bisa jalan sendiri" ucap Monika saat akan di seret paksa kedua security itu.

Akbi kembali duduk di kelas kebesaran nya saat Monika sudah benar benar keluar dari ruangan nya. Dia pun menghembuskan nafas kasar sambil memejamkan matanya.

"Huh.... akhirnya dia keluar juga, harusnya dari dulu aku bersikap tegas padanya. Sekarang giliran gimana cara agar aku bisa mendapatkan maaf dari Alena dan kembali lagi dengannya" gumam Akbi pada dirinya sendiri.

Sedangkan Monika terus berjalan sambil marah marah. Dia sangat tidak terima diperlakukan seperti ini oleh Akbi dan itu membuat rasa bencinya terhadap Alena menjadi semakin besar.

"Awas aja kamu Alena, aku akan bikin perhitungan sama kamu. Berani beraninya kamu bikin Akbi berubah seperti ini" ucap Monika dengan mengepalkan tangannya dengan kuat.

***********

Sementara itu di butik Alena..

Alena sudah mulai kembali bekerja di butiknya. Dia masih harus menyelesaikan desain pesanannya dari para pelanggannya.

Alena duduk dengan fokus sampai dia tidak menyadari kalau ada seorang pria yang mengamatinya dari pintu dengan tersenyum. Tak tahan hanya melihat saja pria itu mendekat lalu menyapa Alena.

"Alena" sapa Reihan.

"Ah.... hai Reihan. Kamu bikin aku kaget tau, ada apa? tumben kamu kesini" tanya Alena begitu mengetahui yang menyapa adalah Reihan.

"Nggak ada apa apa sih, aku kesini cuma mau lihat keadaan kamu, karena semenjak hari itu kamu nggak pernah datang lagi ke butik dan juga kamu nggak bisa di hubungi. Aku khawatir tau sama keadaan kamu" ucap Reihan menghawatirkan keadaan Alena.

"Aku baik kok cuma kemarin emang karena sedikit stres banyak fikiran aku jadi pingsan dan aku harus di rawat beberapa hari di rumah sakit kemarin" jawab Alena.

"Kamu masuk rumah sakit, kenapa aku nggak tau dan kenapa kamu juga nggak ngasih tau aku. Sekarang kamu baik baik saja kan?" tanya Reihan beruntun. Dia mendadak panik mendengar Alena kemarin masuk rumah sakit.

"Satu satu donk tanyanya aku kan jadi bingung. Ok kemarin aku emang masuk rumah sakit tapi sekarang udah nggak papa kok aku udah sembuh dan juga tuan Reihan yang terhormat kenapa juga aku harus bilang ke kamu kalau aku masuk rumah sakit?" kini balik Alena yang bertanya pada Reihan.

"Karena aku itu....... eemm.... aku itu temen kamu jadi kamu harus nya ngasih tau aku kalau terjadi apa apa sama kamu" ucap Reihan dengan cengengesan. Hampir saja dia bilang karena dia suka pada Alena. Dia tidak bisa bilang itu sekarang karena melihat kondisi Alena yang baru patah hati dan juga status Alena yang sekarang ini masih resmi istri orang. Jadi dirinya harus lebih bersabar lagi.

"Ih apa sih, senyum senyum gitu udah ah kalau nggak ada yang penting mau di bicarakan mending kamu pulang deh aku mau kerja lagi" usir Alena tapi dengan nada becanda.

"Yah baru juga Dateng udah di usir aja, gimana kalau kita makan siang aja dulu ini kan udah jam makan siang. Kamu jangan kerja Mulu sampai lupa waktu makan"

Alena langsung melihat jam tangannya dan ternyata benar sekarang sudah memasuki jam makan siang. Sangking seriusnya bekerja dia sampai lupa waktu istirahat. Padahal dulu setiap jam makan siang dia tak pernah lupa dan selalu datang ke kantor Akbi untuk memberikan bekal makanan siang atau hanya sekedar mengajaknya makan siang bersama di luar. Tapi kini sepertinya itu sudah tidak bisa ia lakukan lagi.

'Tunggu kenapa aku kepikiran sama dia lagi sih, ayo Alena come on kamu harus move on dari dia' gum Alena dalam hati sambil menggelengkan kepalanya saat pikirannya tiba tiba teringat pada Akbi lagi.

Tapi Reihan yang melihat Alena menggelengkan kepalanya malah salah sangka di kiranya Alena sedang pusing jadi dia menggeleng gelengkan kepalanya.

"Kamu baik baik aja Alena? apa kepala kamu pusing?" tanya Reihan.

"Ah.... nggak kok aku baik baik saja. Kalau gitu ayo jadi nggak kita makan?" ucap Alena mengalihkan pembicaraan. Dia tidak mau Reihan melihatnya masih memikirkan Akbi karena itu akan terlihat menyediakan pikir Alena.

"Jadilah ayo kita pergi. Tapi beneran kan kamu nggak papa?" tanya Reihan lagi memastikan.

"Iya nggak papa. Ayo keburu aku berubah pikiran"

"Eh jangan dong, ayo kita makan siang"