NovelToon NovelToon
Senandung Sang Bunga

Senandung Sang Bunga

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Teen School/College / Karir / Fantasi Wanita / Chicklit
Popularitas:531
Nilai: 5
Nama Author: Baginda Bram

Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.

Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.

Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Dunia yang tak pernah ia tahu sebelumnya.

Mulai saat itu, dunianya pun berubah.

(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

Jam istirahat hampir berlalu. Di sisa-sisa penghabisannya, aku telah berada di tempat duduk.

Tadinya sendiri, sebelum seorang lelaki duduk pada kursi kosong di hadapanku.

Ia memandangku intens. Alisku justru turun.

"Gue denger lu suka sama Farrel?" Celetuknya tanpa basa-basi.

Lelaki itu, Guntur Setiawan, temanku sejak lama.

Persis seperti namanya, sikapnya pun bagai guntur yang menyambar di siang bolong.

Tapi, aku tak terlalu kaget karena sudah lumrah dengan sikapnya yang suka ceplas-ceplos itu.

"Eh apaan dah? Dateng-dateng ngomong begitu."

"Gue denger dari temen-temen lu, kalo lu bucin banget sama dia."

"Kalo iya, mau ngapain? Toh mustahil cewek kaya gue bisa dapetin cowok kaya dia."

"Nah, lu salah tuh."

"Maksud lu?"

"Emang lu udah coba nembak dia?"

"Enggak. Dan enggak mungkin diterima juga."

"Ya udah, kemungkinannya enggak nol."

"Ya ... tetep aja, apalagi cewek nembak cowok itu aneh tau!"

"Kata siapa? Zaman udah berubah, Ran. Sekarang mau cewek mau cowok sama aja. Tinggal inisiatifnya aja. Malahan kalau sekarang, cowok itu malah seneng kalo cewek nembak dia duluan."

"Iya itu bagi jones, Bagi dia, yang hidupnya dikelilingi cewek, Jelas enggak mungkin."

"Sekarang gini deh ...," Guntur memperbaiki posisi duduknya, melipat tangannya di atas meja, menatapku lebih intens, "memangnya ada kabar kalo cowok itu jadian? Enggak pernah ada 'kan?"

"Iya juga sih."

"Menurut lu kenapa?"

Aku terdiam mencubit dagu. Memikirkan kemungkinan yang dapat terjadi.

"Antara dia yang emang enggak mau atau tipe cewek yang dia suka belum ketemu," Terkaku.

"Nah itulah maksud gue!" Seru guntur sambil menjentikkan jari. "Bisa aja dia belum nemu cewek idamannya." Lanjutnya.

"Gue tanya balik nih! Emang gue bisa termasuk kategori itu? Enggak mungkinlah!"

"Jangan menilai rendah diri lu, Kirana! Lu itu cantik, tinggi, walaupun kulit lu gelap tapi manis. Cuma lu aja yang kurang peduli sama diri lu."

"Apa sih? Jangan ngada-ngada deh."

Mana mungkin aku cantik? Kulitku cokelat seperti brownies begini. Kalau bohong yang masuk akal dong!

"Serius gue."

Tatapan Guntur menajam. Seakan dia yakin betul dengan ucapannya.

"Menurut lu, kalo gue tembak dia, dia bakal terima?"

"Enggak ada yang mustahil, Ran. Buktinya banyak kok cowok yang suka sama cewek rambut pendek."

"Tapi 'kan gue—"

"Eh Kirana," pangkasnya,  "kalo lu belum coba, lu enggak akan tau, lagian mending coba terus gagal, daripada lu nyesel di kemudian hari."

Kalimat barusan ada benarnya. Tapi tetap saja aku merasa kalau Farrel yang menerimaku adalah sebuah keajaiban.

Sementara keajaiban itu hal yang mustahil ada. Keajaiban hanya ada dalam negeri dongeng. Tidak ada keajaiban dalam realita. Begitulah menurutku.

"Enggak deh, Tur. Dalam bayangan gue, jadian sama dia aja udah enggak mungkin."

Akhir kalimatku disambung dengan bel pertanda masuk.

Guntur pun terdiam seribu bahasa. Tanpa mengucap apapun lagi, ia kembali ke tempat duduknya.

...----------------...

Aku duduk bertelakan tangan. Sebelah tangan menggaruk kening dengan pulpen.

Di depan mata PR yang menghantui malamku. Namun, kepalaku dipenuhi Kata-kata Guntur. Fokusku telah sirna.

Siapa sih yang tidak mau jadian dengan Farrel?

Apa benar yang dikatakan Guntur?

Apakah aku akan menyesal jika tidak melakukannya?

Memang tidak ada salahnya mencoba. Jika kupikir, rasanya mirip seperti bertaruh. Melakukan suatu hal yang tidak pasti. Mengandalkan yang namanya keberuntungan, tapi, siapa yang tahu kalau aku gadis beruntung itu?

Meski kemungkinannya sangat amat kecil, aku tidak ingin menafikan kalau kemungkinan itu ada.

Di sisi lain, Aku tidak mau menyesal. Benar kata Guntur. Lebih baik aku mencoba lalu gagal, ketimbang menyesal di kemudian hari karena tidak melakukannya.

Mungkin akan terjadi hal baik jika aku melakukannya?

Seperti sebuah tulisan yang kubeli di pasar malam, yang kutempel di kaca lemari. Tempelan yang selalu tak sengaja terbaca ketika membuka atau menutup lemari.

Just try it.

Yang anehnya, baru kutahu artinya dari SMP, padahal aku sudah punya stiker itu jauh sebelumnya.

Lakukan saja!

Bagai mantra yang menggema di telingaku. Membentuk sebuah keyakinan. Mengencangkan otot-ototku. "Ya! Aku akan melakukannya!" Balasku entah pada siapa.

Masalah berikutnya, bagaimana cara menembak laki-laki? Seumur hidup, aku baru kepikiran soal ini.

Aku yang sehari-hari menonton acara gosip bersama ibuku. Latih tanding ketika weekend. Mana paham soal beginian. Aku butuh refrensi valid.

Kubuka layar terkunci. Kunyalakan data seluler. Si maha tahu google pasti tahu jalan keluarnya.

Kuketik, "cara menembak pria". Rentetan sabda telah tertera. Kuklik salah satu tanpa kubaca terlebih dahulu.

Kulewati pembukaan yang panjang. Mencari inti dari artikel tersebut.

Di dalamnya tertulis, pertama, membuat pengakuan secara kreatif. Contohnya dengan surat.

Cara umum namun efektif. Mungkin aku bisa buat surat cinta ala anak zaman now? Tapi, jujur saja, ponten sastraku pas-pasan. Tidak merah saja sudah untung. Next deh.

Kedua, minta bantuan orang lain untuk menjembatani perasaanmu.

Kurasa tidak mungkin. Aku tidak punya sekutu dalam hal ini. Yang ada malah saingan yang kehadirannya ada di mana-mana. Jadi, cara ini mustahil untuk dilakukan.

Ketiga, ajak dia pergi.

Sebentar! Cuma itu? Ajak pergi saja tidak akan menyelesaikan masalahku.

Di sini, aku mulai meragukan kemaha tahuan google.

Keempat, bicarakan perasaanmu dengan perantara hadiah.

Ide ini cukup menarik. Tapi butuh modal lebih. Nampaknya, anak sekolahan biasa sepertiku belum bisa melakukan ide ini.

Kelima sekaligus terakhir, ide tersingkat dan terpadat, bicara langsung.

Ide paling masuk akal sekaligus paling mendasar. Oh, ayolah! Kalo begini, buat apa kucari di google segala?

Kuhempas hp ke tempat tidur. Kuputuskan tidak mencari lagi.

Bicara langsung. Hanya itu cara yang bisa kulakukan.

...----------------...

Sejak malam, tidurku tak nyenyak. Kepalaku pusing berkeliling-keliling. Serasa mengalami overheat.

Memikirkan bagaimana caranya. Meski aku sudah memutuskan bilang untuk bertemu sepulang sekolah. Rasanya masih ada yang mengganjal.

Apa mungkin ini pertanda buruk?

Kutepis rasa itu sepanjang hari. Saat Bel istirahat terdengar. Seakan waktu eksekusi telah tiba.

Mendadak napasku memberat. Seolah paru-paruku mulai membeku.

Di waktu bersamaan, tubuhku bergetar. Ada rasa yang melua-luap. Dari ujung kaki hingga kepala. Bukan. Bukan rasa malu atau gugup. Malah aku semakin "tertarik" untuk melakukannya.

Perasaan apa ini?

Dengan tekad 360 derajat, aku melangkah ke kantin. Sengaja aku datang belakangan agar mudah menemukan Farrel di tengah lautan manusia yang kelaparan.

Aku yakin sosoknya selalu mencolok. Sosok itu... aku yakin akan selalu menemukannya di mana pun ia berada.

Tanpa sadar, aku telah berdiri di hadapan sekumpulan lelaki yang sedang menikmati hidangan mereka. Mereka nampaknya tak menyadari kehadiranku yang memang sengaja setengah mengendap.

"Farrel ..." Panggilku lirih namun sebisa mungkin di dengar olehnya.

Ia nampak tak terkejut. Menoleh sebentar. menurunkan suapan kembali.

"Ada hal penting yang mau gue bilang sama lu, bisa kita ketemu di dekat gudang pulang sekolah nanti?"

Alisnya terangkat, "kalo emang penting, ngomong aja di sini." nadanya terdengar tak tertarik.

Eh di sini!? Yang bener aja! Apalagi di depan orang banyak begini, Malu banget gue!

Sebentar, sebentar ...

Jika kutembak di saat seperti ini, bukannya akan berimbas bagus? Tentu saja lebih berkesan, bukan?

Seperti, "wah nih cewek sampe segitunya suka sama gue, bahkan di tempat rame begini dia nekat, wah ini nih cewek yang gue cari!"

Begitu 'kan?

Benar Kirana! Gas aja!

Aku mengambil nafas panjang. Mengumpulkan butiran keberanian dalam udara. Menghembuskannya perlahan. Dadaku berdegup amat kencang. Serasa mau meledak.

Kutatap Farrel sekali lagi. Ia menatap ke arah lain. Memandang jauh entah kemana.

Di titik ini, entah mengapa, aku dijejali berbagai rasa ragu.

Ragu untuk melakukan. Ragu untuk diterima. Bahkan slogan "Just try it" serasa tak relevan. Ditelan oleh keraguan yang menerpa.

Di tengah terpaan itu, aku yakin akan satu hal. Jika memang aku harus ditolak, aku yakin tidak akan ada alasan untuk membuatku menyesal.

Benar! Tujuanku hanya ada satu.

Cukup lama aku berdiri, membuat beberapa orang mulai menyadari. Beberapa pasang mata mulai menatapku sinis. Ada juga yang keheranan. Mataku tetap pada lintasan. Menatap semakin intens wajah sampingnya.

"Gue suka sama lu, mau enggak lu jadian sama gue?"

Kata-kataku meluncur tanpa jeda. Lebih cepat daripada berbicara biasa. Beberapa orang di sekitar Farrel menoleh ke arahku. Memandang heran. Sebagian tersenyum mengejek.

Farrel menghela nafas, "lu punya kaca enggak?"

Aku sontak terkejut. Jantungku seakan berhenti mendadak.

Telingaku meyakinkanku kalau Farrel-lah yang mengucapkan kata-kata barusan, tapi otakku menyangkalnya. Mendadak dadaku serasa kehilangan oksigennya.

Farrel mengangkat tubuhnya Menatap mataku lekat-lekat. Membuatku dapat berkaca pada kedua bola matanya.

Tinggi tubuhnya lebih tinggi dariku, membuatnya sedikit menunduk. Orang-orang yang melihat bintang sekolah ini beranjak, sontak menyita perhatian seisi kantin.

"Lu tau? Kemaren Kak Della nembak gue. Lu kenal 'kan sama dia?" Ucapnya dengan nada yang meninggi.

Kujawab dengan anggukkan pelan.

"Orang semacam dia aja enggak gue terima, apalagi lu yang burik begini?" ucapnya tanpa ragu, "cantik aja enggak cukup buat gue, paham?"

Pandanganku langsung ke bawah. Tak sanggup lagi menatap mata bundar itu lagi.

Apa sih yang gue lakuin?

Tanpa berkata apapun, aku dengan cepat beranjak. Aku sudah tidak peduli lagi dengan tatapan yang tertancap padaku. Tidak peduli dengan gema suara samar.

Yang kupedulikan hanyalah cara menahan air mata yang memang seharusnya tidak perlu jatuh ini.

"Ini buat kalian semua juga. Please, jangan ganggu hidup gue lagi!"

Aku mendengar Farrel berucap lagi, namun suaranya samar tak sampai telingaku. Kaki membawaku ke kelas. Membawa serta kalut yang bercampur dengan kesal.

Tak hanya itu, Kesedihan pun ikut menjalar. Bercampur aduk. Menjadi perasaan yang buram.

Kalau tahu begini, lebih baik aku tidak melakukannya. Lebih baik aku mengubur perasaan ini hidup-hidup. Berharap mati dilahap oleh waktu.

Aku ... menyesal.

Cinta pertamaku ... Farrel ... adalah bajingan.

1
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Bagus banget deh, bikin nagih!
KnuckleDuster
Buat gak bisa berhenti baca!
Coke Bunny🎀
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!