Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 15 Melan dan Gas Melon
Seha yang lanjut pergi usai meluapkan rasa gemasnya pada Teni, datang menanyai April dengan tangan sudah memegang sekotak produk bermerk Konektor.
"Gimana? Naek kaga?"
"Naik," jawab April. "Boleh gue lepas?"
April sedang menempatkan telapak tangan kirinya ke dinding genset. Dia dan Seha sedang membicarakan angka pada layar, status daya.
"Lepas aja. Gue gak nyuruh lo buat pegel, Pril. Emang lo bisa kram?"
"Lo tanggung jawab ntar kalo kabelnya malah ngeformat abis algoritma gue. Bakal lama balikinnya. Soalnya Enkripsi Key gue ada di Fia, Ha. Artinya gue mati sampe Fani pulang.."
"Bener? Kabelnya yang ini?" tanya Seha lagi, mengangkat kardus mini ukuran box ponsel.
"Iya."
"Santai. Kalo di pasang ke perut Sarah sih oto kejadian Sarah wafat. Nih kabel bukan lagi jembatan tapi emang pompa sedot."
"Pokoknya lo tanggung jawab ya.."
Seha tak menimpali, tangannya sudah sibuk merobek plastik kemasan. Werkh!
"Serius, Ha. Kalo lo emang kenal sama snaler yang bikin kabel ini, gue langsung pake. Gak perlu nanya-nanya lagi. Gue mau langsung konsultasi sama Firdaus."
Gadis berjas Swadaya (nama sekolah) dan pemakai rok hitam pendek ini langsung unboxing Konektor, mengambil barang yang dibungkus.
"Pegang. Gue wajib setel indentitas user-nya dulu."
Isi dus kecil itu ternyata dua keping koin. Mungkin uang khusus untuk pasar di planet Cybertron.
Seha meng-input ketikan, mengisi formulir dengan menyentuh-nyentuh ujung jari dan tangan satunya memegang proyektor, layar terpancar dari koin tersebut.
Nit-nat-net..! Nit-dit-dit..! Bunyi koin.
April memperhatikan kegiatan Seha, menungguinya dan di tangannya yang sedang memegang box itu, terlihat pada kemasan produk; BY HAND FIRDAUS GSK, GANTENG SAMPAI KIAMAT.
Dat-dit-dit..!
"Dah. Sini gue bantu pasangin."
April menyingkap kaosnya, kulit mulus nan putih pun tampak.
Seha menempatkan satu koin ke pusar April yang lubangnya aneh itu. Konektor pun menempel layaknya magnet dan besi. Clakh! Lalu koin satunya lagi Seha tempatkan di slot genset dekat layar kontener. Clakh!!
Bip! Bip! Bip! Bip..!
Angka voltase bertambah dan naik lebih cepat dari aliran sebelumnya. April diam merasakan urat-urat badannya.
"Gimana, Bot? Kaum biner layak dimanusiain. Acara minum atau makannya harus samaan dengan teguk-kunyah orang normal. Bukan nginfus perut kayak lo ini. Vote ya?"
"Hu-um. Oke. Thanks, Ha," jawab April paham dan lega. Dan April lihat ada Kupu Kupu transparan yang baru saja terbang dari perutnya, Kupu Kupu tersebut bagi April kabel casan, sudah portable.
"Rata-rata snaler senengnya nyaingin alat yang udah ada. Padahal sama aja gue pikir masih bagusan by hand-nya bunda Olive. Belum pernah koslet kami otak-atik."
Di kamar Ira Jihan memijit saklar lampu. Cetrek! Gelap. Cetrek! Terang. Jihan lalu mengamat sumber cahaya kamar yang dipertanyakan.
"Masih Kak. Watt lampu masih terang kayak lampu mall. Apa ulah Kencana gitu?"
"Sehaaa!!"
Jihan langsung memanggil sambil membuka pintu kamar. Marah. Sudah hapal betul siapa tukang iseng kedua setelah Kencana. Bagi Jihan sumber silau di kamar merusak penglihatan Ira walaupun masih cahaya biasa.
"Tunggu Kak."
Ira berdiri mengambil carik kertas dan menutup buku tulisnya. Dia segera bergerak mengikuti Jihan, ingin terus bersama orang tercinta.
"He, Sajen."
Breth!
Setemunya dengan Seha, Jihan merebut Apel dari tangan siswi yang tengah menyandari kontener.
"Eh, apa Sayang? Iya. Ada apa? Itu Apel. Emang napa kalo gue makan Apel sih? Gue udah gak gangguin Giziii.. Hani. Kenapa masih ngomelin?"
"Lo apain lampu kamar, tanpa ijin bokin gue? Heu?"
"Itu Butterfly, Honey. Itu normal buat daya genset. Bukan bencana jadi-jadian kek emosi lo ini. Itu Butterfly. Kabel casan yang dipake April. Kabel portable. Nyedot radiasi lebih cepat. Ngumpulin listrik lebih banyak. Buktinya. Nih. Siniin."
Seha langsung panjang lebar memberitahukan penyebab naiknya watt yang terjadi dalam kamar Ira. Seha juga mengangkat minibox, memperlihatkan kardus kecil bekas prakteknya, mengangkat kardus-mini.
Tangan Seha yang satunya bergerakan, meminta kembali Apel yang Jihan ambil.
"Nih," tekan Jihan pada tangan Seha, menaruh Apel penuh emosi. "Ketahuan Fani, gue uber lo, Toto. Tukang Oprek Tanah Orang."
"Iya tapi gue udah gak godain Gizi, Sayang. Ngomel mulu kerjaan lo. Gue udah gak ke Citymall. Sumpah. Udah ngepas sama perjanjian kita."
"Jadi nih apaan sih?" bingung Jihan mengamati kotak yang ditukarnya dengan Apel. "Sampe kiamat, sampe kiamat.. Pala lo tamat."
Seha dapati Ira masih bergelayut manja dan meniduri lengan Jihan, tak ingin ditinggalkan lagi.
"Lo udah beres, Ra? Nyalinnya? Mana sini pin-nya gue liat."
"Aku gak tau. Pas pembaruannya berhenti gitu lampu kamar jadi agak benderang. Aku balikin tetap kosong, gak ada update lagi."
"Hmm. Gak apa-apa. Nih masih nyambung sama pin yang didapet bokin gue, Ra." Seha dengan seksama membaca dan mencerna pesan kertas yang diterimanya dari Ira.
Seha tampak seperti ahli punjangga, berlama-lama dengan teks, sibuk mata dengan kertas bacaannya.
Sementara agak kejauhan, di depan sana, tepatnya di tengah lahan parkir lokasi, Teni dan April menonton dari dekat tingkah Melan yang seolah-olah ada objek hasil deteksi helm di mata si pemakainya.
"Melan ngapain sih Kak? Unik banget aksinya."
"Gak tau. Ayo. Kita tanya aja langsung. Yuk?"
"Hu-um."
Jihan menggandeng Ira ke tengah lapangan. Seha mengambang menuju meja sarapan dan..
Kressh..!
Kraus! Kraus!
Seha mengunyah Apel tanpa lepas mata pada pesan surat yang dipegangnya. Sesampainya di tempat sarapan, Seha mendarat perlahan dan kemudian duduk. Teks yang didalaminya masih terbaca: SUDAHI AKTIVITASMU, TAK PERLU MENCARI BARANG LAGI.
Siswi ini masih berseragam sekolah. Melan membutuhkan penanganannya karena bidang keahlian Seha tentang materi baku. Tapi justeru April yang lebih tepat minta bantuan Seha.
Seha masih ambigu ahli di bidang apa. Dengan penggalan kalimat yang masih di tangan, entah ikon lencana Seha berupa gambar apa. April mengolongkannya sebagai snaler, Jihan memanggilnya dengan sebutan Sajen. Seha tidak membawa indentitas divisinya.
"Woy!!"
"Eh kuprit!" seru Seha, tersentak badan.
"Ahah! Budeg lo."
"Apaan?"
"Lo sana ikut cek. Itu ruang Server atau bukan. Dipanggil-panggil dari tadi bengong aja," kata Melan yang sudah tak berhelm.
"Bentar, bentar.."
"Heu? Kenapa..?"
Melan turut membaca pesan yang Seha selami, agak membungkuk badan karena Seha masih duduk.
"Sudahi aktivitasmu, tak perlu mencari barang lagi.."
Melan mendadak terlamun, mengartikan makna dari teks yang disuarakannya. "Maksud?"
"Lo tadi liat atau baca-baca gak, apa yang ada di Server?"
"Iyalah. Gue loncat-loncat gitu mau mencet tombol validasi. Tapi itu room punya typer dengan tinggi badan persis menara. Lagi di room orang jangkung, Ha."
"Apa sih input skrip yang mau lo konfirmasi tuh?"
"Banyak sih. Khan yang penting sama dengan inputan dari Qolam. Ya udah gue validasi sebagai skrip yang sama. Harus mijit tombol green. Khan emang gitu kerjaan typer, Ha. Ada yang salah?"
"Kaga. Tapi masih inget dong sebagian skripnya."
"Ya udah. Kosa kata apa aja yang mau lo tanyakan?"
"Sarung tangan, kacamata, masker, earphone..? Apa aja deh, nama alat yang nyangkutnya sama panca indera kita."
"Hmm.. Kacamata. Tadi ada, keluar itu."
"Hah? Bener lo?!"
"Kok lo bisa tau gini?"
"Ya berarti bener itu lokasi emang ruangan milik Server. Itu sel tukang ngetik. Jadi nih helm ngasih lo peran sebagai typer. Seorang petugas yang ada di Server."
"..."
Melan masih bingung dengan kerjaan Seha yang hanya makan, sementara yang lain sibuk, Seha tahu-tahu sudah memimpin langkah.
Melan diam, bingung cara menyampaikan isi pikirannya lewat kata-kata.
"Udah, cepet, Mel. Bawa sini helmnya. Biar mode cepat aja. Gaya klasik, Mel. Lo capek dong kalo sampe loncat-loncat gitu. Ken ngerjain lo biar ada komen kayak gini; udah langsung kafanin aja pocongnya, Guys. Ya gue gak maulah."
"Bener juga ya. Ganjen tapi hebat otaknya."
Kressh!
Kraus! Krauss! Seha kembali mengunyah buah segar dalam duduknya, kembali sibuk mata mengamati kertas.
"Woooy Pasukaaan!! Sini makaaan! Di sini juru ketiknyaaa!!"