🌹Lanjutan Aku Bukan Wanita Penggoda🌹
Awas baper dan ketawa sendiri! 😁
Ayesha Putri Prayoga, seorang gadis bertubuh gemuk itu menyaksikan langsung kekasih yang sangat ia cintai tengah bercinta dengan sahabatnya sendiri.
Sakit hati Ayesha membuatnya menepi hingga bertemu dengan Kevin Putra Adhitama, pria dingin kaku dan bermulut pedas.
Dan, takdir membawa mereka menjadi sepasang suami istri karena dijodohkan.
Sikap Kevin yang menyebalkan selama pernikahan membuat banyak perubahan dalam diri Ayesha termasuk tubuh gemuknya, hingga semakin hari Kevin pun semakin terpesona dengan kepribadian sang istri.
Namun di saat benih cinta itu muncul, Ayesha kembali dekat dengan mantan kekasihnya yang muncul sebagai partner kerjanya di kantor.
"Ayesha, aku masih mencintaimu dan ingin memilikimu kembali," gumam Tian, mantan kekasih Ayesha dulu yang membuatnya sakit hati.
Mampukah Kevin mempertahankan pernikahannya? Siapa cinta yang Ayesha pilih? Suami atau cinta pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baru saja mulai melunak
Kevin masih tersenyum mengingat kejadian tadi, ekspresi sang istri tampak lucu saat ia ingin membuka handuknya. Kini, Kevin sudah memakai pakaian yang disiapkan Ayesah tadi. Lalu, ia menuruni anak tangga dan beralih ke dapur untuk nengambil jus jeruk yang tersedia di dalam lemari es.
Tak lama kemudian, Hanin pun ke dapur untuk memastikan chicken grill yang ia panggang sudah matang.
“Hai, Nak.” Hanin menepuk bahu Kevin yang sedang minum tepat berdiri di depan lemari es.
“Hmm …” jawab Kevin yang sedang menghabiskan minumannya.
Lalu, Kevin beralih mendekati sang ibu yang berdiri tepat di meja kitchen. “Hmm … harum. Kevin kangen masakan Mama.”
Hanin tersenyum dan menangkup pipi putranya yang tengah bersandar di bahunya. “Nanti juga Ayesha akan menjadi koki handal. Sekarang on proses.”
Kevin mengangguk dan tersenyum. Tiba-tiba ia mengingat perbincangan sang ibu dengan istrinya yang menyatakan bahwa sang istri pernah trauma dengan api.
“Ma, Kevin mau tanya.” Pria tegap itu menegakkan tubuhnya dan menghadap ke arah sang ibu dengan menyandarkan tubuhnya pada meja kitchen itu.
“Apa?”
“Ada apa Ayesha dengan api?”
Hanin menoleh ke arah putranya. “Loh, memang kamu tidak insiden kebakaran di rumah Om Vicky?”
Kevin menggeleng. “Tidak.”
Hanin menarik nafas kasar dan menghadap ke arah putranya. “Kamu lupa? Waktu itu kamu ngambek karena Mama mendadak tidak bisa menemanimu di acara perpisahan saat kamu masih sekolah dasar. Mama tidak bisa hadir karena rumah Om Vicky kebakaran, terus Ayesha menjadi korbannya.”
“Oh, itu.” Kevin mengangguk. “Ya, Kevin ingat.”
“Pada saat itu, Vicky memang tidak menggunakan jasa keamanan dirumahnya dan kebetulan Asisten rumah tangganya pun sedang pergi. Ayesha masih berusia delapan tahun. Dia ingin membuatkan makanan sendiri, karena waktu itu Om Vicky dan Tante Rea sedang tidak di rumah. Lalu, ketika Ayesha menyalakan api, tiba-tiba api membesar. Ayesha mungkin kaget hingga dapur itu pun habis terbakar.”
Kevin mendengarkan dengan serius perkataan sang ibu. “Lalu?”
“Lalu, Ayesha tidak sadarkan diri. Untung saja ada Vinza yang baru pulang sekolah. Vinza menolong adiknya dan membawa adiknya keluar. Baru setelah itu orang-orang menolong mereka.”
“Lalu Ayesha?” tanya Kevin peduli.
“Ayesha terkena luka bakar di bagian tangan kirinya dan itu cukup serius. Hingga saat ini Mama lihat luka itu masih jelas ada, makanya dia lebih sering menggunakan baju berlengan panjang.”
“Oh.” Kevin mengangguk.
“Tapi, kamu tidak pernah memarahi istrimu karena dia tidak bisa memasak kan?” tanya Hanin yang cukup tahu dengan karakter putranya.
“Hmm …” Kevin mengatupkan bibir sembari menggelengkan kepalanya.
“Benerab? Ngga bohong? Kasihan Ayesha, Kev. Dia bukan tidak bisa memasak tapi memang karena trauma dengan kebakaran itu. Dia merasa kebakaran itu karena kesalahannya yang menyalakan api kompor.”
Hati Kevin tiba-tiba terenyuh. Ia menyesal dengan apa yang ia lakukan pada sang istri. Selama ini, mulut pedasnya tidak pernah berhenti untuk memarahi Ayesha dan merendahkannya. Mengatakan bahwa istrinya itu manja dan tidak bisa melakukan yang seharusnya seorang wanita bisa lakukan.
Apalagi saat terakhir kali Ayesha menggunakan dapurnya. Kevin kalap karena melihat dapurnya yang hampir terbakar. Saat itu, Kevin benar-benar marah, hingga membentak Ayesha dan membuat istrinya menangis. Walau tangisan Ayesha tidak di depan Kevin.
“Terima kasih, Ma. Kevin ke kamar lagi.”
Hanin mengangguk. Lalu, menahan lengan putranya. “Sayangilah Ayesha, Kev. Karena Mama menyayangi dia.”
Kevin tersenyum. “Memang sejak kecil Mama sangat menyayanginya, hingga sering membuat Kevin cemburu.”
Hanin tertawa. “Karena, Ayesha seusia dengan adikmu yang meninggal di rahim Mama.”
Kevin memeluk ibunya. “Mama. Jangan ingat itu lagi! Nanti Mama sedih.”
Hanin mengangguk. “Sana temani istrimu di kamar! Jangan lupa turun jam tujuh untuk makan malam. Oke.”
“Oke, Mama.” Kevin mengecup kening sang ibu dan kembali manaiki tangga untuk kembali ke kamarnya.
Ceklek
Kevin membuka pintu kamarnya.
“Aaa …”
“Aaa …”
Ayesha dan Kevin sama-sama teriak. Kevin reflek membalikkan tubuhnya.
“Kenapa tidak menggunakan pakaianmu?” tanya Kevin.
“Ini, aku juga lagi mau pakai baju. Tiba-tiba kamu datang.”
“Kunci pintunya, kalau mau pakai baju,” ucap Kevin yang sudah melihat tubuh polos istrinya tadi, walau sekilas.
Lalu, Kevin membalikkan tubuhnya lagi.
“Aaa … belum,” teriak Ayesha yang baru hanya mengenakan pakaian da*l*mnya saja.
Namun, Kevin belum membalikkan tubuhnya. Ia masih tertegun dengan tubuh mulus istrinya dan asset Ayesha yang menonjol sempurna.
“Mas, balik badan,” rengek Ayesha yang menghentikan kegiatannya untuk memakai pakaian itu karena kedua tangannya harus menutupi bagian dadanya yang membentuk belahan indah.
Kevin masih diam mematung. Ia menatap tubuh indah dan semok milik sang istri. Sedikit lipatan di bagian kiri dan kanan pinggang Ayesha justru membuat Kevin gemas.
“Mas,” rengek Ayesha lagi pada Kevin yang masih mematung.
“Oh.” Kevin langsung membalikkan tubuhnya lagi dan beberapa menit kemudian, ia kembali berkata, “udah belum?”
“Belum,” jawab Ayesha sambil mengenakan dres hitam diatas lutut.
“Sudah?” tanya Kevin lagi.
“Ck. Bawel banget sih. Sana, keluar dulu,” kata Ayesha kesal.
Sontak Kevin kembali menoleh. “Hei, kamu mengusirku? Jangan lupa, ini adalah kamarku.” Kevin malah duduk di depan Ayesha yang sedang berdiri di depan tempat tidur besar itu.
Untung saja, Ayesha sudah selesai menggunakan dresnya. Namun, ia belum selesai meresleting dres itu. Ayesha menatap suaminya kesal sembari tangannya ke belakang dan terlihat kesusahan meraih resleting itu.
Kevin pun berdiri dan langsung memposisikan dirinya di belakang Ayesha. “Gengsi sekali untuk meminta bantuan,” ucapnya sambil meraih resleting itu.
Ayesha diam. Ia malas berdebat dengan suaminya.
Tangan Kevin bergerak pelan, menaikkan resleting itu hingga ke atas. Kevin sengaja melakukannya dengan lambat. Lalu, mencium tengkuk leher yang putih mulus itu.
“Mas Kevin, ih.” Sontak Ayesha menoleh ke belakang dan memegang bagian yang dicium suaminya tadi. Ia pun melayangkan protes. “Mas Kevin melanggar perjanjian kita.”
“Oh ya? Perjanjian yang mana?” tanya Ksevin pura-pura lupa.
“Perjanjian pra nikah yang ketiga, tidak ada nafkah batin,” jawab Ayesha tegas dengan menampilkan tiga jarinya di depan wajah Kevin.
Kevin tertawa. “Aku hanya menciummu Ayesha. Aku tidak memintamu untuk bercinta. Eum.. tapi, aku bisa tarik perjanjian nomor tiga itu jika kamu sudah tidak tahan untuk melakukannya.”
Ayesha semakin kesal dan memukul dada bidang suaminya. Kevin benar-benar seenaknya.
“Ish, nyebelin.” Ia membalikkan tubuhnya untuk keluar dari kamar ini sembari menghentakkan kaki.
Kemudian, Ayesha menoleh lagi ke arah Kevin sebelum keluar kamar dengan wajah cemberut. Ia ingin kevin tahu bahwa dirinya benar-benar kesal.
Kevin kembali tertawa hingga memegang perutnya.
****
Makan malam pun tiba. Ayesha membantu Hanin menyiapkan makanan itu ke meja.
“Wah makan besar,” kata Kenan yang sudah menarik kursinya.
Kevin pun melakukan hal yang sama. Kedua pria itu sama-sama menghampiri meja makan setelah berbincang di ruang keluarga.
“Sayangnya, Oma dan Keanu tidak ikut makan bersama kita,” ucap Hanin.
“Oh, iya. Ngomong-ngomong Keanu. Ayesha juga rindu Keanu, Ma,” kata Ayesha yang membuat Kevin langsung menoleh ke arah istrinya.
Sejak kecil, Ayesha memang lebih dekat dengan Keanu di banding Kevin, karena pria itu lebih hamble dibanding kakaknya yang kaku dan seperti gunung es. Jika boleh memilih, lebih baik dijodohkan dengan Keanu dari pada Kevin.
“Iya, dia juga titip salam untukmu, Ay. Dia minta maaf karena tidak bisa hadir di pernikahan kalian.”
Ayesha mengangguk dan tersenyum. “Kapan dia pulang, Ma.”
“Sampai naik podium katanya,” jawab Kenan. “Dia ingin merasakan naik podium walau hanya sekali.”
“Wah, Keanu hebat,” ujar Ayesha memuji adik suaminya.
Hal itu semakin membuat Kevin panas. Pertama, sang istri terang-terangan mengatakan rindu, kedua ia juga terang-terangan mengatakan hebat pada adik iparnya. Apa dia tidak tahu suaminya itu posesive? Apa dia tidak melihat dirinya saat memuji orang lain?
Sungguh, menyebalkan. Padahal baru saja Kevin mulai melunak.
Ayesha menggeser kursi yang ada di sebelah Kevin dan duduk. Lalu, berkata, “Satu sama.”
Kevin menyeringai dan mendekatkan tubuhnya pada Ayesha seraya berbisik. “Oke, aku beli.”
itu sih namanya bukan cinta tapi nafsu, cinta itu melindungi bukan merusak.