Melinda Seorang gadis berusia 20 tahun terpaksa menikahi Pria lumpuh akibat ulah Ayahnya sendiri, Memiliki saudara tiri dan ibu tiri yang jahat.
Sikap sang ayah yang pilih kasih membuat Melinda sedih, ia ingin sang ayah kembali seperti dulu lagi.
Sampai hari itu terjadi, niat untuk memohon agar sang ayah tidak dipenjara membuat dirinya harus menerima persyaratan agar sang ayah terbebas dengan cara menikahi Raka Arafat pria yang kini tengah lumpuh.
Akankah kehidupan Melinda berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
“Mas Raka, tolonglah pengertiannya dan tolong temani saya untuk menemui sahabat saya!” pinta Melinda membujuk suaminya agar ikut menemaninya menemui Asih.
“Kamu ya, dikasih hati malah minta jantung,” ujar Raka yang tak percaya dengan permintaan Melinda.
Melinda menatap suaminya dengan mata memerah.
Sialan, wanita ini benar-benar tak tahu malu (Batin Raka)
“Ya sudah, aku akan menemanimu dan hanya 5 menit saja,” tegas Raka yang akhirnya mengiyakan permintaan Melinda.
Melinda tersenyum dan mengucapkan terima kasih berulang kali kepada Raka yang telah mau menemaninya bertemu dengan Asih.
Asih yang sedari duduk di ruang tamu, masih tak percaya dengan keberuntungan sahabatnya. Asih memperhatikan setiap detail ruang tamu yang semua atribut disana adalah atribut yang mahal serta berkelas.
“Asih!” Melinda datang bersama dengan Raka.
Asih terkesiap melihat Melinda dan juga Raka yang duduk di kursi roda.
“Melinda, kamu apa kabar? Maaf karena aku tidak bisa datang di acara pernikahan mu,” ujar Asih.
“Melihatmu datang saja aku sudah senang, Asih,” balas Melinda.
Asih melirik kearah Raka yang menatapnya dengan tatapan dingin.
“Hai Tuan Raka, saya salah satu penggemar Tuan Raka,” ucap Asih sembari melambaikan tangannya.
“Lalu?” tanya Raka kesal.
Asih tersenyum canggung dan menggigit kuku jempol tangannya. Itu adalah kebiasaan Asih kalau merasa gelisah.
Raka yang tak senang dengan suasana tersebut, meminta salah satu bodyguardnya untuk membawanya pergi dari ruang tamu dan kini hanya ada dua wanita di ruang tamu.
Setelah Raka benar-benar tak terlihat, Asih langsung berpindah duduk tepat disamping sahabatnya.
“Melinda, kamu jelaskan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu bisa menikah dengan pria kaya seperti Tuan Raka?” tanya Asih penasaran.
“Soal itu sebenarnya begini...”
Pada saat Melinda ingin menjelaskan perihal pernikahannya dengan Raka, Indri tiba-tiba datang menghampiri keduanya.
“Melinda, siapa wanita ini?” tanya Indri dan duduk dengan belahan paha yang cukup mengganggu mata.
“Perkenalkan nama saya Asih,” jawab Asih memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Indri.
Indri hanya tersenyum tanpa ingin menyentuh tangan Asih yang menurutnya sangat kotor.
Ya ampun, apakah rumah ini harus didatangi oleh wanita kampungan seperti mereka ini? Sungguh kampungan dan juga kotor. (Batin Indri)
Asih tersenyum dan menurunkan tangannya dengan tatapan bingung.
Indri tersenyum menghina dan melenggang pergi.
“Melinda, siapa wanita itu? Kenapa dia melihatku seperti jijik begitu?” tanya Asih sedih.
“Jangan diambil hati ya Asih. Mbak Indri orangnya memang seperti itu, dia Kakak ipar suamiku,” terang Melinda.
Asih kembali duduk di sofa dan dua pelayan datang dengan membawa banyak makanan.
Asih tercengang dengan makanan yang mereka suguhkan untuknya. Berulang kali, Asih mengucapkan terima kasih dan memakan cemilan serta makanan dengan penuh semangat.
Asih sendiri dari keluarga yang kurang mampu, kedua orangtuanya telah meninggal dunia dan untungnya Asih masih memiliki Kakek serta Nenek yang begitu sayang kepadanya.
“Asih, makanlah dengan perlahan,” ucap Melinda.
Asih mengangguk kecil dengan mulut yang telah dipenuhi makanan.
Aku senang karena Asih bisa datang kemari. (Batin Melinda)
Raka kembali datang dan mengatakan bahwa sudah waktunya bagi Asih untuk kembali. Melinda tersenyum karena menyadarkan bahwa suaminya memberikan waktu 1 jam bagi dirinya berbincang-bincang dengan Asih.
Asih mengucapkan terima kasih atas makanan yang telah ia nikmati sebelumnya.
“Tunggu!” Raka mencoba menghentikan langkah Asih.
Asih berbalik dengan tatapan kebingungan.
“Istriku, kenapa membiarkan tamu pulang dengan tangan kosong?” tanya Raka.
Melinda tak paham dengan pertanyaan suaminya. Sampai akhirnya, seorang pelayan datang dengan membawa paper bag yang entah isinya apa.
Melinda menerima paper bag tersebut dan memberikannya kepada Asih. Asih lagi-lagi mengucapkan terima kasih dan melenggang pergi meninggalkan rumah mewah tersebut.
“Mas Raka, terima kasih atas kebaikan Mas Raka,” ucap Melinda setengah membungkuk.
“Tentu saja kamu harus begitu, aku melakukannya ini karena tidak ingin citraku tercoreng. Dan satu lagi, aku harap kamu tidak membicarakan keburukan ku padanya,” tegas Raka.
Melinda tersenyum karena keputusannya untuk tak menceritakan alasan mengapa dirinya bisa menikah adalah keputusan yang tepat. Meskipun sampai detik ini Raka tak mencintainya atau menganggapnya sebagai seorang istri, setidaknya Melinda berusaha melindungi aib dirinya, suami sekaligus keluarga.
“Apakah penyakit idiot mu bertambah lagi?” tanya Raka ketika melihat senyum Melinda.
“Mungkin,” jawab Melinda dengan ekspresi kebingungan.
Raka melongo mendengar jawaban dari Melinda dan tertawa lepas.
Indri yang memperhatikan dari kejauhan, nampak sangat kesal karena Raka tertawa lepas.
Sialan, sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan dan membuat Raka tertawa seperti itu? Awas saja kamu wanita kampungan, aku akan memberikan perhitungan kepada mu. (Batin Indri)
Indri menghentakkan kakinya dan cepat-cepat menghampiri keduanya.
“Melinda, apakah wanita tadi sudah pulang?” tanya Indri.
Melinda mengiyakan pertanyaan dari Indri.
“Istriku, cepat bawa aku pergi dari sini. Sepertinya aku mendengar setan berbicara,” ujar Raka menyindir keras sosok Indri.
Melinda mengiyakan dan mendorong kursi roda suaminya menuju lift.
“Apa? Setan? Dia mengatakan bahwa aku adalah setan? Kalau aku setan, kamu rajanya setan,” ucap Indri ketika Raka dan Melinda telah masuk ke dalam lift.
Indri menggigit bibirnya dan berjalan dengan penuh amarah.
Ketika Melinda dan Raka keluar dari lift, tiba-tiba muncul sosok Almer dengan senyum ceria.
“Cucu menantu, Kakek dengar dari salah satu pelayan, bahwa ada seorang wanita yang datang,” tutur Almer.
“Iya, Kakek. Wanita yang datang beberapa saat yang lalu adalah sahabat Melinda, namanya Asih,” terang Melinda.
“Syukurlah kalau sahabat cucu menantu datang kemari.”
Raka hanya diam dengan wajah cueknya. Lebih baik ia diam daripada harus ikut berbicara dan malah membuatnya semakin buruk dihadapan Kakeknya.
“Raka, kamu sebagai suami seharusnya lebih perhatian lagi dengan cucu menantu Kakek. Apa kamu tidak lihat tubuh istrimu sekarang ini? Istrimu terlihat sangat kurus,” pungkas Almer dan melenggang masuk ke dalam lift.
Raka menoleh ke arah lift yang sudah tertutup dengan sangat kesal.
“Apakah kamu sengaja mengecilkan tubuhmu? Lihatlah dampak yang telah kamu lakukan, lagi-lagi aku yang disalahkan. Sekalinya menjijikkan tetaplah menjijikkan,” ucap Raka menghina Melinda.
Raka menggerakkan kursi rodanya untuk segera masuk ke dalam kamar.
Melinda menangis tepat didepan lift karena mendengar penghinaan dari suaminya yang selalu saja menyebut dirinya wanita menjijikkan.
Selalu seperti ini, Mas Raka selalu seperti ini. Tidak ada kata lain, selain dari kata menjijikkan. Ya Allah, kenapa harus seperti ini? Selalu aku yang disalahkan. (Batin Melinda)
Raka yang telah berada di dalam kamar, meraih cangkir kopi diatas meja dan melemparkannya dengan sekuat tenaga hingga cangkir tersebut pecah berserakan.
“Wanita bodoh, wanita menjijikkan dan tak tahu diri. Semenjak kedatangannya, hidupku yang damai menjadi berantakan. Kakek selalu saja menyalahkan aku dan tidak hanya dirumah saja, tetapi juga di kantor,” ucap Raka yang tak bisa menahan rasa kesal di dalam hatinya.
*Tuhan Kita Berbeda* Kry. S.T.As syifa