Rara Winarti , seorang wanita dewasa yang berpenampilan cuek gaya bicaranya ceplos-ceplos. Ia pengacara (penganguran banyak acara) baginya 'Hidup sekali dan matipun sekali' selama menjalani hidup. Rara selalu bersikap tenang dan tidak pernah berpikir untuk masa depan. Semua tampak rata, seperti jalan tol di matanya. Hingga ibunya lelah melihat Rara, keluarga memaksanya menikah , denga duda beranak satu yang tak lain tetangganya sendiri. Tetapi pernikahan itu gagal, dibatalkan sepihak dari pihak laki-laki .Rara dan kelurganya merasa malu. Ia kabur dari rumah orang tuanya. Tetaapi takdir mempertempurkan dengan seorang pria muda yang memiliki gaya hidup perfeksionis seorang Aktor, sekaligus pengusaha muda yang jadi majikannya.
Bastian Salim, tidak pernah menduga di usianya yang terbilang masih muda harus menikahi wanita yang umurnya lebih tua darinya, karena sebuah kesalahan, seorang wanita yang bekerja di rumahnya sendiri, Tetapi. Apakah keluarga besarnya mau menerima Rara, jadi menantu di kelurga Bastian setelah mereka menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anakku alergi kacang sama seperti kamum
Pukul 06.00
Tingtong ….!
Tingtong .…!
”Lah, siapa yang menekan bel, sepagi ini, perasaan selama gue di sini belum ada yang menekan bel, dah ….” Rara mendongak dari dapur.
Selama tinggal di apartemen, mereka berdua jarang mendengar suara bel. Dikarenakan Bastian tidak pernah kedatangan tamu, hanya neneknya, Ibunya dan terakhir Olivia . Bastian tidak pernah mau menerima tamu.
Dengan langkah ragu, Rara, mendekat dan mengintip lubang kecil yang ada daun pintu.
“Ha? ada apa dengan otaknya belakangan ini? Ia bertingkah aneh dan tidak seperti biasanya”
Dengan alis menyengit dan mengedikkan pundaknya, ia membuka pintu,
“Halo aku pulang,” ucap Bastian dengan sikap ceria.
“Ada apa?” tanya Rara memiringkan sebelah matanya dan menatap Bastian.
“Apanya, yang ada apa?”
“Iye loe”
“La, loe, la, loe lagi, gak kapok juga itu, bibir,” ujar Bastian jengkel, ia Menggerutu kesal karena Rara masih sering lupa memakai gaya bahasa itu, walau ia sudah sering mengingatkan .
“Iya keseleo lidahnya maaf. Tapi kamu tidak biasanya seperti itu biasanya juga masuk sendiri” Rara Protes.
“Biar kelihatan keren”
“Keren ama siapa?”
“Kan, kamu yang bilang , harus bersikap sopan kalau ada anak kamu di sini”
“Oh, aku lupa ia masih tidur soalnya”
“Oh ….” Bastian masuk setelah memberikan barang bawaannya pada Rara.
Sekilas terlihat sudah seperti pasangan suami istri , “Ini, apa?” tanya Rara saat ada bag hitam diberikan Bastian padanya.
“Oh itu, aku tidak tahu apa yang di sukai anak kamu jadi aku pesan semua jenis cake saat aku mau jalan ke sini, karena hanya beberapa toko yang buka pagi-pagi”
“Iyalah, masih pagi, tapi bukanya kamu … tidur di rumah keluargamu, kenapa datang se pagi ini?”
“Aku tidak bisa tidur’
“Ha? Kenapa?”
Ia tidak menjawab pertanyaan Rara, ia memilih melangkah ke dapur dan menjatuhkan panggulnya di kursi makan.
“Apa kamu terlalu capek atau memikirkan apartemen ini?” tanya Rara menyodorkan air putih hangat ke tangan Bastian, tanpa diminta karena memang itulah kebiasaan Bastian setiap pagi, bangun tidur pasti air putih yang hangat baru, ia akan melakukan olah raga pagi.
Rara sudah sangat hapal kebiasaan lelaki berwajah tampan itu, makanya tanpa di minta pun ia sudah memberikannya.
Lalu Rara mendudukkan panggulnya di salah satu kursi di depan Bastian, kesan yang tertangkap dari kedua anak manusia yang berdada usia, berbeda kasta itu kehangatan .
Rara bersikap apa adanya tanpa dibuat-buat, mungkin hal itulah yang membuat Bastian merasa nyaman dengan ibu beranak satu tersebut.
Jika pada umumnya wanita yang ia kencani dan ia kenal berlomba memamerkan kekayaan dan kecantikan, juga berlomba selalu ingin tampil’ wow’ di depannya, bahkan banyak yang munafik. Tetapi wanita dewasa di hadapannya, malah kebalikannya.
“Iya, aku khawatir kamu menghancurkan apartemen ku,”ucap bastian menyeruput air hangat di gelas yang dipegang.
“Ckkk …. Kamu, memang tidak pernah bisa percaya padaku,” ujar Rara menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengecupakan bibirnya.
Karena asik duduk mengobrol dengan Bastian sampai ia lupa mematikan kompor.
“Ra, apa kamu memasak sesuatu?” Tanya Bastian mengendus-enduskan hidungnya.
“OH! Haaa aku lupa goreng ayam, ah gosong deh ….!” Rara melompat dari duduknya dan buru-buru mematikan kompor, alhasil ayam yang ia goreng gosong dan menghitam.
“Lah …. bukannya matiin kompor dulu tadi,” ucap Bastian tertawa kecil melihat ayam yang sudah berubah warna hitam .”Ayam goreng keling jadinya” ucap Bastian terkekeh.
“Iya, padahal tinggal itu, sudah habis di kulkas, bentar lagi dia akan bangun”
“Buat anakmu, pesan saja Ra, ngapain dibuat ribet sih”
“Adu Tian, kamu belum kenal anakku saja, kalau kamu sudah mengenalnya baru kamu paham, di rumah kami itu jarang beli makanan jadi, ia terbiasa makan masakan emak, emak ku pintar masak, jadi kalau ada masakan yang berubah di lidahnya, ia tidak akan makan”
“Terus bagaimana?”
“Pesan ayam mentah saja, bisa tidak, biar aku ulek bumbunya”
“Ha …, emang harus begitu, iya?”
“Iya kalau beli yang sudah dibumbui ia tidak akan makan”
‘Wah, ribet bangat sih itu anak, nyusahin itu namanya, anak manja , nakal pasti’ Bastian membatin.
“Kok, malah bengong, bisa tidak”
“Bisa saja sih, tapi apa harus ayam mentah Ra, bau donk nanti rumah ini”
“Bukan bakar di sini Booos ayam yang sudah di potong”
“Oh, Ok, mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan membuka salah satu aplikasi jasa pesan antar di ponselnya.”Ra, harganya beragam nih, mau yang negeri apa yang kampung?”
“Negeri aja harganya yang normal saja” jawab Rara mengeluarkan bumbu.
Saat mereka sedang sibuk tiba-tiba bocah tampan itu sudah bangun dan memanggil ibunya.
“Ibu!”
“Hadeh uda bangun deh. Sini sayang ibu di dapur”
Mata Bastian menatap arah suara, tiba-tiba jantungnya berdetak tidak karuan saat melihat Alvin bocah tampan yang membuat siapa saja yang melihatnya terpesona.
‘Tampan sekali anak si Rara’ Bastian membatin.
“Ibu” Alvin langsung memeluk leher Rara dan menyadarkan kepalanya di pundak ibunya. “Ibu kenapa tidak mengajak Alvin, Bu”
“Ibu tidak tega menganggu tidurmu, jagoan, tidurnya nyenyak bangat”
“Oh,” ujarnya dengan mata yang masih setengah terbuka dan masih menyadarkan kepalanya di pundak Rara.
“Apa ibu membuatkan susu untukmu?” tanya Rara.
“Tidak, biarkan aku memeluk ibu sebentar lagi, aku masih kangen sama ibu, aku pikir ibu meninggalkanku lagi tadi,” ujarnya dengan suara bergetar.
Bastian bahkan ikut larut melihat hubungan ibu dan anak itu, setelah membiarkannya beberapa menit , lalu ia mengangkat kepalanya dan berbalik badan menatap Bastian dengan tatapan sendu penuh pertanyaan.
“Sayang, itu Om Tian yang Ibu ceritain”
“Halo Om, saya Calvin,” ujarnya dengan sangat sopan dan menyodorkan tangannya lalu menyalin tangan Bastian tanpa merasa malu.
“Halo Calvin Saya Bastian yang menelepon kemarin”
“Apa kamu sudah lapar sayang?” Rara menatap Alvin.
Ia mengangguk pelan,
“Kasih cake yang aku bawa saja Ra,” ucap Bastian belum mengalihkan pandangannya dari Alvin, ia terpesona dengan ketampanan anak Rara.
“Cake nya ada kacang nya Tian, dia, tidak bisa makan kacang, samak kayak kamu, dia alergi kacang”
“Oh … benarkah? Ada teman akhirnya, teman anti kacang” ujar Bastian tersenyum kecil.
Bersambung ….
sebelumnya sdh baca yg dari batak,sunda.
gak tau nih novel yg lain latar belakangnya dr suku mana lagi.
belum baca semua novel karya2 mu.