CEO dingin Ardan Hidayat harus bertunangan dalam tiga bulan demi warisan. Ia memilih Risa Dewi, gadis keras kepala yang baru saja menghancurkan kuenya, untuk kontrak pertunangan palsu tanpa cinta. Tapi saat mereka hidup bersama, rahasia keluarga Risa sebagai Pewaris Tersembunyi keluarga rival mulai terkuak. Bisakah kepura-puraan mereka menjadi kenyataan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ᴛʜᴇ ꜱᴀᴅɪᴇ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sangkar Emas dan Aturan Baru
Begitu pena Risa meninggalkan kertas kontrak, kehidupannya yang lama terasa runtuh dalam sekejap. Ardan tidak membuang waktu. Dalam dua jam, seluruh biaya rumah sakit Nenek Wulan telah dibayar lunas, dan Nenek Wulan dipindahkan ke kamar perawatan pribadi yang mewah, lengkap dengan perawat terbaik. Ini adalah harga yang Risa tukarkan dengan satu tahun kebebasannya.
Sore itu juga, sebuah mobil sedan hitam berkilau menjemput Risa dari rumah kontrakan kecilnya. Rumah lamanya terasa menyedihkan dan lusuh dibandingkan dengan mobil yang menjemputnya. Ia hanya membawa satu tas ransel berisi beberapa pakaian usang—satu-satunya harta yang ia miliki.
"Selamat datang di Kediaman Utama Hidayat," ujar Pak Hadi dengan suara yang lebih lembut dari biasanya, saat mereka tiba di sebuah gerbang tinggi yang diapit oleh dinding batu megah.
Ketika mobil melaju masuk, Risa hanya bisa menatap tak percaya. Ini bukan hanya rumah; ini adalah kompleks vila yang menyerupai istana mini, dikelilingi taman terawat, air mancur, dan lapangan golf pribadi.
"Ini... terlalu besar," bisik Risa, merasa seperti tikus kecil yang tersesat di istana raksasa.
"Tuan Ardan sedang ada pertemuan mendesak, tapi ia berpesan Anda akan diperkenalkan pada kepala rumah tangga, Nyonya Rina, dan kepala pelayan, Pak Wisnu," jelas Pak Hadi. "Mereka akan mengurus semua kebutuhan Anda. Termasuk memperkenalkan Anda pada aturan rumah tangga."
Risa diantar ke kamar yang sangat besar, lebih besar dari seluruh rumah kontrakannya. Ranjangnya saja bisa menampung tiga orang. Lemari pakaian kosong yang berjejer di dinding tampak menertawakan isi ranselnya yang menyedihkan.
Malam itu, Risa dipertemukan dengan Nyonya Rina, seorang wanita paruh baya yang elegan dan Pak Wisnu, seorang pria tua yang kaku.
"Selamat datang, Nona Risa. Mulai sekarang, Anda adalah calon nyonya rumah. Anda harus bertindak sesuai status itu," kata Nyonya Rina, ekspresinya serius. "Mulai besok pagi, jadwal Anda sudah diatur. Anda harus belajar etiket makan malam, bahasa yang tepat untuk kalangan sosial, sejarah perusahaan Hidayat, dan yang paling penting, berpakaian."
"Berpakaian?" tanya Risa polos.
Nyonya Rina melihat pakaian Risa yang biasa saja, dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Kita harus menciptakan citra yang kredibel. Besok, tim stylist Tuan Ardan akan datang. Semua pakaian lama Anda akan disingkirkan."
Risa merasakan harga dirinya sedikit terluka. Ia benci dihakimi karena penampilannya. "Saya tidak butuh pakaian mahal, Nyonya Rina."
"Ini bukan masalah keinginan, Nona Risa," Pak Wisnu menyela dengan suara datar. "Ini adalah kewajiban kontrak. Anda harus terlihat seperti tunangan Tuan Ardan. Titik."
Keesokan harinya, Risa menjalani penderitaan yang tak terbayangkan. Ia dipaksa mencoba lusinan gaun desainer, sepatu berhak tinggi yang membuat kakinya sakit, dan mendengarkan ceramah tentang cara memegang garpu atau cara menjawab sapaan dari seorang duta besar.
Pada jam makan malam, barulah ia bertemu Ardan lagi. Ia duduk di meja makan yang sangat panjang, di ujung yang berlawanan. Jarak fisik di antara mereka terasa sama jauhnya dengan jarak sosial mereka.
"Bagaimana 'pelatihan' Anda?" tanya Ardan, tanpa mengangkat pandangan dari laporan di tangannya.
"Melelahkan. Saya merasa seperti boneka yang diprogram," jawab Risa jujur.
Ardan mendongak dan menatap Risa dengan tatapan dingin. "Kau dibayar mahal untuk menjadi boneka yang sempurna, Risa. Jangan lupakan itu."
"Saya tidak lupa. Tapi saya tidak akan pernah melupakan siapa saya," balas Risa.
Ardan mengabaikan komentar itu dan menoleh ke Pak Hadi. "Pak Hadi, umumkan bahwa kita akan mengadakan konferensi pers mendadak lusa untuk mengumumkan pertunangan kami. Pastikan semua media utama hadir. Kita perlu segera menghentikan desas-desus di dewan direksi."
Ardan kemudian menatap Risa. "Itu akan menjadi penampilan publik pertamamu. Kau harus sempurna. Kau tidak boleh berbicara, kecuali hanya tersenyum dan mengangguk. Jika kau membuat satu kesalahan pun, Bima akan mencium bau darah, dan kita berdua akan tamat."
Risa merasakan tekanan yang luar biasa. Ia adalah gadis yang harus menyamar sebagai sosialita dalam waktu 48 jam.
Tiba-tiba, Pak Wisnu masuk dengan ekspresi tegang. "Tuan Ardan, ada masalah. Tuan Bima telah tiba. Dia mengatakan dia punya hadiah pertunangan untuk Nona Risa dan menuntut untuk bertemu sekarang."
Wajah Ardan mengeras. "Dasar bajingan. Dia datang untuk menguji kita."
Ardan menatap Risa, ini adalah ujian pertama mereka, bahkan sebelum konferensi pers. "Risa," katanya, suaranya pelan tapi penuh perintah, "Bima adalah sepupuku, musuhku di perusahaan. Dia akan mencoba memprovokasi Anda, mencari kelemahan. Bertahanlah. Tunjukkan padanya bahwa kau adalah milikku."
Bima masuk, senyum palsu tersungging di bibirnya. Matanya menyapu Risa, menilai pakaian barunya yang mahal dengan pandangan skeptis. Ini adalah pertemuan antara musuh perusahaan dan musuh pribadi.
"Selamat malam, sepupu. Dan oh, ini dia, calon pengantin yang misterius. Selamat, Risa," kata Bima, nadanya dipenuhi sindiran. "Aku punya hadiah untukmu. Ini dia."
Bima mengeluarkan sebuah amplop kecil, bukan kotak perhiasan. Dengan gerakan sinis, ia meletakkannya di depan Risa. Di sana tertulis: "Selamat datang di Jakarta. Dari teman lama nenekmu."
Risa merasa tubuhnya membeku. Teman lama nenekku? Bagaimana Bima tahu tentang Nenek Wulan? Dan mengapa hanya neneknya yang tahu tentang ini? Rasa dingin menjalar di punggungnya, menyadari bahwa rahasia kehidupannya yang lama mungkin tidak seaman yang ia kira.