Fahrul Bramantyo dan Fahrasyah Akira merupakan sahabat sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Mereka sangat akrab bak saudara kembar yang merasakan setiap suka dan duka satu sama lain.
Namun semuanya berubah saat kesalahpahaman terjadi. Fahrul menjadi pria yang sangat kasar terhadap Fahra. Beberapa kali pria itu membuat Fahra terluka, hingga membuat tubuh Fahra berdarah. Padahal ia tau bahwa Fahra nya itu sangat takut akan darah.
Karena Fahra kecil yang merasa takut kepada Fahrul, akhirnya mereka pindah ke Malang dan disana Fahra bertemu dengan Fahri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LoveHR23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jebakan
Setelah kejadian itu, Fahra sudah tidak berusaha untuk mendekati atau pun mencari perhatian Fahrul. Hidupnya terasa tenang saat bersikap seolah dia bukan sahabatnya Fahrul. Beberapa kali ia berpapasan dengan Fahrul. Namun gadis itu bersikap biasa saja dan bertindak seadanya. Saat hendak duduk dibangkunya, tanpa sengaja ia beradu tatap dengan Fahrul. Dan gadis itu hanya tersenyum tipis tanpa berbicara apa pun.
Fahrul merasa kesal dengan sikap Fahra belakangan ini.
Ia sengaja pergi ke markas Rendi. Dimalam yang sunyi dan tempat yang sunyi juga, Fahrul termenung sendiri. Beberapa kali kalimat yang diucapkan Fahra selalu terbayang difikirannya. Sesekali ia tersenyum saat membayangkan masa kecilnya dan Fahra. Dan ia juga meradang saat ia melihat bahwa Fahra telah membunuh kakak yang sangat ia sayangi.
Apa Fahra menjauh aja, ya dari Fahrul?
Fahra masih takut darah
Fahrul kenapa selalu jahat sama Fahra?
Fahra ada salah apa?
Fahrul udah gak mau temenan sama Fahra?
"Aaaaaaaaaaaaaaa" teriak Fahrul. Pria itu menarik rambutnya kuat. Semua kalimat Fahra telah memenuhi fikirannya. Setiap melihat Fahra, hatinya terasa sakit karena teringat bahwa Fahra adalah pembunuh Andin. Namun saat ia melihat Fahra terluka, hatinya tak kalah remuk. Seakan ia juga merasakan sakit yang Fahra alami.
"Lo kenapa, Rul?" tanya seorang pria gagah yang ternyata adalah Rendi.
"Gue pusinggg. Apa gue sejahat itu? Apa gue salah, nyelakain orang yang udah bunuh kak Andin? Apa gue salah, Ren?" ujar Fahrul sedikit frustrasi.
Rendi hanya terkekeh. Ia menyodorkan sebuah botol beling yang berisikan alkohol. "Minum, Rul. Minum ini biar lo gak stres." ucap Rendi tersenyum miring.
"Gak, Ren. Gue gak suka minum itu." tolak Fahrul menjauhkan botol itu darinya.
"Ini obat stres, Rul. Dulu, waktu nyokap gue mati, gue juga minum ini. Dan gue gak stres lagi. Gue jadi kuat. Ayolah, sekali aja. Lo luapin kemarahan lo dengan minum ini." lagi-lagi Rendi menyodorkan botolnya ke Fahrul.
Fahrul menolak botol itu hingga terjatuh dan pecah. Semua air didalamnya menjadi tumpah. Rendi berusaha menahan amarahnya. Ia tahu, Fahrul tidak semudah itu dikalahkan. Lagipula, Fahrul adalah tambang emas baginya.
"Lo mau gue lakuin apa ke cewek itu?" tanya Rendi sembari tersenyum sinis.
Fahrul menatap sinis ke arah Rendi. Ia meliril sejenak dan kembali menatap depan. "Gue pengen lo perkosa dia. Buat hidup dia hancur sehancur-hancurnya. Gue akan bayar lo, Aji, dan Deri 10 juta sebagai upah. Gimana?"
Rendi tersenyum sumringah. Ia tau, saat terpuruk, Fahrul akan lebih mudah untuk dipengaruhi dan dimanfaatkan. Memperkosa? Itu bukanlah hal yang sulit bagi Rendi. Ia sudah sering melakukan itu pada para gadis-gadis.
"Tapi gimana caranya gue bisa ketemu cewek itu?" tanya Rendi. Kini pria itu sudah duduk disamping Fahrul.
"Biar gue yang atur. Besok malam, lo dateng ke jalan Lebanon jam 8 malam. Dan inget, lo harus hancurin hidup Fahra. Hancur sehancur-hancurnya. " ucap Fahrul tersenyum licik. Fikirannya begitu senang. Namun hati kecilnya memberontak. Tapi kata hati tak mampu mengalahkan egonya.
"Jalan Lebanon? Buset, lu tau aja. Gue emang perlu tempat sepi untuk ngelakuin itu." mereka saling tersenyum licik satu sama lain.
Besoknya....
Sejak tadi malam, Fahrul sudah memikirkan rencana apa yang akan dia lakukan pada Fahra. Sesekali ia tersenyum puas saat membayangkan kehancuran Fahra.
"Selamat bersenang-senang Fahra. Lo akan ngerasain apa yang pastinya gak pernah lo rasain. Gue selalu dukung kehancuran lo."
Malam itu terasa begitu mencekam. Sepoi angin malam membuat Fahrul semakin bersemangat untuk melancarkan aksinya. Ia mengambil ponsel yang semula terletak dimeja dan mengutak atik layar ponselnya. Fahrul sudah memiliki nomor Fahra. Tentu saja dari grup kelas. Ia sengaja menggunakan nomor baru agar dapat melancarkan aksinya.
^^^Fahrul Bramantyo^^^
^^^|| Raa, ini gue, Ridho. Gue bisa minta tolong sama lo gak? Motor gue kehabisan bensin, dan disini sepi banget. Gue lagi dijalan Lebanon. Tolong ya, Raa. ||^^^
Fahrul sengaja menyamar sebagai Ridho. Ia tahu, Ridho adalah orang yang sangat baik dan tentunya dipercaya oleh Fahra. Memakai nama Ridho, adalah langkah yang tepat.
Ting.... (Belum sampai 1 menit, Fahra sudah membalas pesan itu.)
Awalnya Fahra sedikit bingung mengapa Ridho memgirim pesan padanya menggunakan nomor baru. Namun kebingungan itu ia hilangkan. Yang terpenting saat ini adalah ini pesan itu.
Pembunuh!
||Tapi ini udah malam, Do. Fahra gak biasa pergi malam. Ayah dan Bunda Fahra juga lagi diluar kota. Emangnya Fahrul dan Beni gak bisa? ||
^^^Fahrul Bramantyo ^^^
^^^||Please ya, Raa. Gue gak tau harus minta bantuan ke siapa lagi :'( ||^^^
Pembunuh!
||Yaudah deh, Fahra siap-siap dulu ya||
Awal yang baik. Rencana Fahrul berjalan lancar. Fahra memang gadis yang baik. Dan saking baiknya, ia mudah untuk dipengaruhi. Fahrul menatap ponselnya dengan senyum kemenangan.
Tak butuh lama untuk bersiap-siap. 10 menit, Fahra sudah selesai. Ia hanya menggunakan celana jeans hitam, kaos putih, dan dilengkapi dengan cardigan abu-abu. Walau dengan style sederhana, Fahra tetap terlihat cantik.
Saat sudah selesai bersiap-siap, Fahra mengabari Ridho. Gadis itu mengirim pesan pada pada Ridho untuk memberitahukan keberangkatannya.
^^^Fahrasyah Akira^^^
^^^||Do, Fahra otw ya. Ridho tunggu aja dijalan Lebanon. Jangan kemana-mana. Fahra juga bawain bensin untuk Ridho. ||^^^
Dengan segera, Fahra mengambil kunci motor dan helmnya yang terletak berdampingan diatas meja. Gadis itu juga mematikan internet ponselnya agar bisa sampai tanpa gangguan.
Ting...
Saat sedang berbaring dikasur, tiba-tiba ponsel Ridho berbunyi. Ia mengerutkan dahi saat menatap layar ponselnya.
"Fahra? Otw bawain bensin buat gue? Dijalan Lebanon? Gue kan dirumah. Gue juga gak ngerasa minta bawain bensin sama dia. Ngapain dia kejalan Lebanon malam-malam gini?" ucap pria itu masih menatap layar ponselnya. Dengan cepat ia memainkan jarinya untuk mengetik sesuatu pada layar ponsel itu.
^^^Ridho Wijaya^^^
^^^||Lo ngapain ke jalan sepi itu? Gue gak ngerasa minta bawain bensin. Lagian gue juga lagi dirumah kok. Gue gak kemana-mana, Raa. ||^^^
"Gak aktif lagi nih anak. Apa jangan-jangan.... Oh my god, apalagi ini?" Ridho menatap layar ponselnya panik. Ia bisa menebak akan terjadi sesuatu yang buruk pada gadis itu. Dengan cepat ia menelpon Fahrul dan Beni. Ia tak mendapat jawaban dari Fahrul. Sementara Beni, pria itu bersedia membantu walau dengan rasa malas. Tak lupa juga ia menghubungi Cinta untuk menyusul ke Jalan Lebanon. Ridho memutuskan untuk menyusul Beni, agar ia tidak sendirian disana.
Tentu saja Cinta begitu panik saat tau Fahra pergi ke jalan Lebanon. Jalan Lebanon adalah jalan yang dikelilingi pohon-pohon rindang dan tempat itu juga sangat sepi. Apalagi alasan Fahra ke sana karena nomor yang mengaku sebagai Ridho.
Dari kejauhan, Fahra melihat seorang pria tengah duduk menggunakan topi. Fahra berfikir bahwa itu adalah Ridho. Gadis itu memutuskan untuk segera menghampiri pria itu. Jalan Lebanon benar-benar sepi. Hanya ada lampu jalan yang menerangi dengan cahaya redup. Ia memarkirkan motornya tepat didepan motor itu. Namun ia sedikit ragu untuk turun. Pasalnya, motor yang berada didepannya itu bukanlah motor yang biasa digunakan Ridho.
~"Kenapa Fahra jadi takut ya? Ridho kan baik. Tapi kok motornya beda? Ah sudahlah, Ridho bebas jika ia ingin memiliki lebih dari 1 motor. Lebih baik Fahra cepet-cepet kasi bensin ini ke Ridho."~ batin gadis itu. Walau ragu, ia tetap menghampiri pria yang masih duduk dipinggir dengan mengenakan topi.
"Ridho?" panggil Fahra sembari memegang bahu pria bertopi itu.
Terdengar suara kekehan.