NovelToon NovelToon
1000 Hari Bersamamu

1000 Hari Bersamamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Romantis / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Romansa
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mardonii

Doni, seorang koki berbakat yang kehilangan segalanya dalam kebakaran lima tahun lalu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena sebuah undian aneh: menjadi personal chef bagi Naira Adani aktris terkenal yang tengah terpuruk setelah perceraian dan skandal besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardonii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22. PUNGGUNG KENANGAN

..."Kadang, luka yang paling dalam justru menjadi tempat dua hati belajar mencintai tanpa takut terbakar lagi."...

...---•---...

Punggung Doni adalah peta kesakitan. Luka bakar menutupi hampir seluruh permukaan dari bahu sampai pinggang. Kulit yang dulu meleleh kini sembuh membentuk jaringan parut yang mengerut, warnanya berbeda, teksturnya kasar dan tidak rata. Di beberapa tempat, bekas cangkok kulit tampak jelas. Ini bukan luka yang bisa disembunyikan. Bukan luka yang mudah dilupakan.

"Oh, Doni..." Naira berdiri, jarinya melayang di atas bekas luka itu. Dia tidak menyentuh, tapi cukup dekat untuk merasakan panas yang seolah masih tertinggal. "Ini pasti sangat sakit."

"Bulan-bulan pertama, iya. Sekarang cuma mati rasa. Aku tidak bisa merasakan banyak di area ini." Doni tetap membelakangi, tidak berani melihat ekspresi Naira. Dia takut menemukan jijik atau kasihan di matanya.

Tapi yang dia rasakan justru bibir. Bibir Naira yang menyentuh lembut salah satu bekas luka di bahunya. Ciuman itu pelan, penuh hormat, seperti doa yang dihembuskan dengan hati-hati.

"Ini bukan jelek." Bisiknya, sambil mengecup bekas luka yang lain. "Ini bukti. Bukti kalau kamu berjuang untuk tetap hidup. Bukti kalau kamu cukup kuat untuk melewati neraka yang nyata."

Doni berbalik. Matanya berkaca-kaca saat menatap Naira yang juga nyaris menangis. "Kamu tidak merasa jijik?"

"Jijik?" Naira menelan ludah, mengumpulkan keberanian. "Doni, ini bagian dari kamu. Dan aku... aku peduli sama semua bagian dari kamu. Termasuk yang rusak, yang terluka, yang kamu pikir tidak layak dilihat."

Mereka berdiri di dapur, cahaya fajar mulai menembus jendela. Doni berdiri tanpa baju, seluruh kerentanannya terbuka. Naira menatapnya bukan dengan kasihan, tapi dengan pengertian. Pengertian dari seseorang yang juga punya luka tersembunyi, yang juga berjuang dengan bekas luka yang tidak semua orang bisa lihat.

"Terima kasih." Ucap Doni pelan, suaranya serak. "Untuk tidak lari. Untuk tidak melihat aku dengan kasihan."

"Kenapa aku harus lari dari seseorang yang tidak pernah lari dari aku?" Naira tersenyum kecil, mengusap air matanya sendiri. "Sekarang pakai baju lagi sebelum kamu kedinginan. Dan ayo kita makan french toast yang hampir gosong karena aku terlalu sibuk punya momen emosional."

Doni tertawa. Suara yang dia kira sudah habis. Dia mengenakan kembali kaos dan kemejanya, sementara Naira menyelamatkan french toast yang untungnya belum gosong, hanya sedikit lebih gelap dari yang ideal.

Mereka makan di meja dapur. Roti panggang dengan sirup mapel dan potongan stroberi segar. Tidak sesempurna masakan Doni biasanya, tapi ada sesuatu yang hangat dalam ketidaksempurnaan itu. Ada cinta dalam setiap potongan yang tidak rata, dalam warna keemasan yang tidak seragam.

"Ini enak." Kata Doni jujur. "Kayu manisnya pas, teksturnya bagus. Kamu cepat belajar."

"Aku punya guru yang sabar." Naira makan dengan lahap, tanda kalau pagi yang penuh emosi itu tidak mengusik seleranya. "Doni, boleh aku tanya sesuatu?"

"Tanya saja."

"Setelah kebakaran... setelah Sari meninggal, kenapa kamu tetap jadi koki? Kenapa tidak ganti kerja ke sesuatu yang tidak terus mengingatkanmu sama semua itu?"

Doni berpikir sejenak. Pertanyaan itu sudah sering dia tanyakan pada dirinya sendiri. "Karena masak satu-satunya cara aku tetap terhubung sama Sari. Setiap kali aku masak, aku pakai teknik yang dia ajarkan. Setiap kali aku membuat hidangan, aku mikir, 'apa Sari bakal setuju ini?' Berhenti masak berarti melepaskan satu-satunya hal yang masih menyambungkanku sama dia. Dan waktu itu, aku belum siap."

"Dan sekarang? Setelah lima tahun?"

"Sekarang..." Doni menatap Naira. "Sekarang aku sadar kalau terhubung tidak harus berarti terjebak. Aku bisa menghormati kenangan Sari sambil tetap maju. Aku bisa cinta masak karena aku memang cinta, bukan cuma karena kenangan."

"Dan kamu bisa cinta lagi? Tanpa merasa bersalah?"

Pertanyaan itu menggantung di udara, berat tapi jujur. Mereka berdua tahu, ini bukan cuma pertanyaan biasa.

"Aku pikir..." Doni memilih kata dengan hati-hati. "Sari pasti mau aku bahagia. Dia pasti mau aku menemukan seseorang yang membuat aku merasa hidup lagi. Dan kalau aku menemukan orang itu..." Dia menatap langsung ke mata Naira. "Aku tidak akan biarkan rasa bersalah menghentikanku untuk mencoba."

Naira meletakkan garpunya, lalu menggenggam tangan Doni. "Aku juga. Aku tidak mau biarkan ketakutan atau trauma dari Rendra menghentikanku untuk percaya lagi."

"Kita pasangan yang aneh, ya?" Doni tertawa kecil. "Dua orang dengan masa lalu yang rumit, bekas luka yang dalam, dan beban yang berat."

"Tapi kita mengerti satu sama lain. Kita tidak perlu pura-pura baik-baik saja waktu kita tidak baik-baik saja. Kita bisa rusak bareng, dan entah kenapa itu bikin kita terasa lebih utuh." Naira menggenggam tangannya lebih erat. "972 hari lagi. Cukup waktu buat sembuh bareng. Buat tumbuh bareng."

"Atau buat jatuh sepenuhnya dan tidak bisa bangun lagi."

"Itu risikonya." Naira tersenyum, berani tapi lembut. "Tapi kamu yang bilang, masak itu soal ambil risiko. Hidup juga. Dan aku siap ambil risiko ini bareng kamu."

Doni menatap perempuan di depannya. Sebulan lalu hanyalah klien. Sekarang dia orang yang tahu rahasia terdalamnya, yang mencium bekas lukanya, yang membuat roti panggang untuk menenangkannya di pagi setelah mimpi buruk.

"Oke." Katanya akhirnya. "Ayo ambil risiko. Bareng."

Mereka tidak berciuman. Masih terlalu cepat, terlalu rapuh. Tapi tangan mereka saling menggenggam di atas meja dapur, menyelesaikan sarapan dalam keheningan yang nyaman. Mereka akan mencoba. Mereka akan sembuh. Bersama.

Setelah sarapan, mereka mencuci piring berdampingan. Air sabun, sentuhan bahu yang tidak disengaja, senyum kecil di antara tumpukan piring.

"Hari ini aku mau persiapan untuk makan malam spesial." Kata Doni sambil mengelap piring terakhir. "Beef wellington. Ribet, tapi hasilnya sepadan."

"Boleh aku bantu?"

"Kamu harus bantu. Beef wellington tidak bisa dibuat sendirian."

"Kalau begitu, biarkan aku ikut. Aku pengen belajar sesuatu yang keren."

Mereka menghabiskan pagi dan awal sore di dapur, kerja sama membuat beef wellington. Doni mengajari Naira cara menumis tenderloin sampai kulitnya pas, cara membuat duxelles dari jamur cincang yang dimasak sampai kering, lalu cara membungkus semuanya dengan puff pastry tanpa sobek.

Naira fokus dengan semangat yang membuat Doni bangga. Dia mengikuti tiap langkah dengan serius, bertanya hal-hal kecil dengan rasa ingin tahu yang tulus. Sesekali salah, tapi cepat belajar.

"Ini susah banget." Gerutunya waktu pastrynya robek. "Bagaimana koki bisa membuat ini kelihatan gampang?"

"Latihan. Ratusan kali latihan." Doni mendekat, tangannya menuntun tangan Naira. "Lembut tapi tegas. Kalau menariknya terlalu keras, robek. Terlalu pelan, tidak rata. Semua soal feeling."

Kedekatan itu membuat mereka sadar satu sama lain dengan cara baru. Doni bisa mencium aroma lavender dari sampo Naira. Naira bisa merasakan kehangatan tubuh Doni di belakangnya.

"Kayak gini?" Naira mencoba lagi, kali ini sukses.

"Sempurna. Lihat? Kamu bisa."

Mereka menyiapkan semuanya dengan teliti. Saat beef wellington dipanggang, aroma mentega, jamur, dan daging memenuhi rumah. Hangat dan menggoda.

Ratna lewat dapur, menghirup dalam-dalam. "Astaga, Pak Doni... eh, Mas Doni. Ini masak apa? Baunya luar biasa."

"Beef wellington. Untuk makan malam spesial malam ini."

"Nona Naira ikut di dapur lagi?" Tanya Ratna heran, melihat Naira sedang menata kentang. "Jangan ganggu Mas Doni kerja, lho."

"Aku tidak ganggu. Aku bantu." Jawab Naira cepat. "Mas Doni mengajariku masak yang benar."

Ratna menatap mereka berdua lama. Ada sesuatu di matanya yang membuat Doni sempat tegang. Tapi akhirnya, perempuan itu cuma tersenyum. "Bagus. Perempuan harus bisa masak, sesibuk apa pun." Dia lalu pergi, meninggalkan mereka berdua saling pandang lega.

"Kita harus lebih hati-hati." Bisik Doni.

"Kita sudah hati-hati. Lagian, tidak ada yang mencurigakan." Naira tersenyum kecil. "Dan apa salahnya klien belajar dari kokinya?"

"Secara teknis sih tidak salah. Tapi cara aku lihat kamu jelas bukan cara koki lihat klien."

Naira tersipu, pipinya memerah. "Cara aku lihat kamu juga bukan cara klien lihat koki."

Beef wellington matang sempurna. Pastry keemasan, daging di dalamnya medium-rare, lembap, dan juicy. Mereka menyajikannya bersama kentang panggang tipis, kacang hijau dengan almon, dan saus red wine.

Gigitan pertama membuat Naira menutup mata. "Ya Tuhan, ini enak banget. Seperti makan di restoran bintang lima."

"Kamu yang bungkus pastrynya. Jadi kreditnya buat kamu juga."

"Tapi kamu yang pandu semuanya." Naira tersenyum kecil. "Dagingnya empuk, jamurnya gurih, pastrynya renyah. Semuanya pas."

Mereka makan dalam keheningan yang hangat, berbagi pandangan dan senyum di sela obrolan ringan. Setelah itu, mereka mencuci piring bersama seperti biasa. Rutinitas kecil yang entah kenapa terasa dekat.

"Terima kasih." Kata Doni pelan. "Buat pagi ini. Buat dengar ceritaku. Buat tidak kabur setelah melihat luka-luka itu."

"Terima kasih juga." Jawab Naira. "Karena kamu percaya aku cukup buat lihat semuanya."

Dia menggenggam tangan Doni sebentar. "Selamat malam, Doni."

"Selamat malam, Naira."

Mereka menuju kamar masing-masing, tapi sebelum tidur, keduanya berdiri di jendela kamar masing-masing. Menatap bulan yang sama, memikirkan orang yang sama, dan merasakan hal yang sama.

Harapan.

Harapan yang lembut tapi menakutkan, bahwa mungkin... mereka akhirnya menemukan seseorang yang layak untuk diperjuangkan.

...---•---...

...Bersambung...

1
Rezqhi Amalia
😂😂😂 jdi tahu kan😂
Rezqhi Amalia
fokus ya, awas salah resep😂
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
hehehe tanda² Naira mulai nyaman sama kamu Don 😌
Rezqhi Amalia
kata katanya bgus bngt thor🥹
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
Luka di hati gak bisa sembuh cuma karena kita pengen cepat move on. Ada prosesnya, coba menerima, coba memahami, melepaskan, lalu pelan-pelan akhirnya pulih 🤧🤧
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
takut grogi ya Don 🤭 masak sambil diliatin cewek canteekk
ginevra
apa itu? bikin penasaran
ginevra
koki spesial buat kamu yang spesial
Nofiindah
Topenggg rendraaa🤬
MARDONI: Asli, Kak! 😤 Topengnya tebal banget, setebal tembok beton. Paling bahaya emang tipe yang luarnya perfect tapi dalemnya... hiii. Gedeg banget kan?
total 1 replies
Nofiindah
Doni doni sudah mulai terbawa perasaan dengan naira🤣
MARDONI: Yahhh ketahuan deh... 🫣 Padahal udah coba professional, tapi hati emang nggak bisa dibohongi ya Kak? Wkwkwk
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Teh Jeruk Nipis Hangat Ama Madu ...👍🏻👍🏻👍🏻
MARDONI: nanti kalau Naira lagi bad mood, dia nggak salah kasih menu. Langsung sat-set seduh teh! 🤭
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Save Catatan Memo Hehehe...🤭🤭🤭
MARDONI: Hahaha, bener banget Kak! Auto masuk folder 'Penting' di otak Doni tuh 🧠📁.
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
🥲🥲🥲🥀🥀🥀
MARDONI: Walaupun orangnya sudah pergi (seperti mawar layu), tapi warisan ilmunya 'masak pakai hati' tetap hidup di tangan Doni
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Alhamdulillah... Akhirnya Naira Mau Makan Sampai Gak Abis Bersisa...🥺🥺
MARDONI: Plong banget rasanya ya, Kak? 😭 Akhirnya piring bersih yang kita tunggu-tunggu kejadian juga! Alhamdulillah...
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Chef Doni Keren Bgttt...👍🏻👍🏻
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*: Hehehe...🤭🤭🤭
Makasih Thor
total 2 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Aduuuh... Sabaaarr Iya Chef Doni ...😩😩
MARDONI: Iya Kak... emang berat banget ujiannya Chef Doni di awal-awal ini. Untung mentalnya sekuat baja 💪🥺
total 1 replies
Iyikadin
Itu adalah aku saat ini😭
MARDONI: Semangat! ❤️"😄
total 1 replies
Iyikadin
Tapi kalau cantik tuh pengennya di pajang terus😭
MARDONI: Hahaha, dilema banget emang ya Kak!
total 1 replies
Iyikadin
Pengen punya seseorang ituuuu, ada ga ya
MARDONI: Aamiin paling kenceng! 🤲 Semoga segera dipertemukan dengan 'Doni' versi dunia nyata ya Kak.
total 1 replies
Muffin🧁
Waaahh nairaaa mulai tertarik kah ? Atauu dia mulai penasaran gimana biaa doni buat masakan persis ibunya,?
MARDONI: Hmm... penasaran sama resepnya, atau penasaran sama kokinya nih? 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!