Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.
Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.
Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.
Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.
Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil Autopsi
Mendengar usulan dari Reynand, Yuli, anak dari Harja langsung mengiyakan penawaran dokter residen tersebut. Reynand pun segera menyiapkan surat yang dibutuhkan. Ketika Yuli masih menunggu surat pengajuan autopsi, Herman, Kakak Yuli mendekat.
“Apa kamu sudah mengurus kepulangan jenazah?” tanya Herman.
“Belum. Aku mau mengajukan autopsi.”
“Autopsi untuk apa?”
“Kita harus tahu penyebab Ayah meninggal.”
“Apa kamu tidak dengar? Dokter Handaru bilang Ayah meninggal karena kondisi fisiknya yang sudah tidak kuat menjalani cuci darah.”
“Ngga, aku yakin bukan itu aja masalahnya. Ayah kita masih baik-baik aja tadi. Aku yakin ada kesalahan di sini. Kalau tidak, mana mungkin dokter Reynand mengusulkan untuk autopsi.”
“Aku ngga setuju! Aku ngga mau membuat Ayah tersiksa lagi. Sudah cukup kamu memaksanya cuci darah. Tapi apa yang terjadi? Ayah hanya bisa bertahan enam bulan, enam bulan! Dan sekarang kamu mau Ayah diautopsi. Apa kamu tidak keterlaluan! Berulang kali Ayah bilang pada ku, kalau dia capek! Tapi kamu terus memaksanya menjalani cuci darah.”
Reynand menahan langkahnya melihat Yuli dan Herman yang tengah bersitegang. Dia tahu kalau tidak semua orang menyetujui soal autopsi. Tapi dengan melakukan itu, penyebab kematian seseorang bisa diketahui. Seperti dengan kematian Pak Harja.
“Aku akan tetap melakukan autopsi. Aku harus tahu apa penyebab Ayah meninggal.”
“Kalau kamu sudah tahu, lalu apa? Apa yang mau kamu lakukan?”
“Kalau penyebab meninggalnya Ayah karena obat yang dikonsumsinya, kita bisa menuntut pertanggung jawaban rumah sakit. Suster Lusi mengatakan kalau obat yang biasa dikonsumsi di rumah sakit ini habis. dokter Reynand sedang mencari obat itu di rumah sakit lain. Tapi CEO rumah sakit ini meyakinkan Ayah menggunakan obat terbaru mereka.”
Mendengar penuturan panjang lebar Yuli, seketika Herman membungkam mulutnya. Pria itu akhirnya mengijinkan adiknya mengajukan autopsi sang Ayah. Reynand bergegas memberikan formulir pengajuan untuk diisi dan ditanda tangani.
Yuli hanya bisa memandangi jenazah Ayahnya dibawa menuju ruang autopsi dengan mata berkaca-kaca. Semoga saja keputusannya ini benar dan dia bisa mengetahui penyebab sang Ayah meninggal.
Selesai autopsi, jenazah Harja langsung dibawa pulang. Namun hasil autopsi baru bisa diketahui dua sampai tiga hari setelahnya. Reynand berjanji akan mengabari begitu hasil autopsi keluar.
***
Dua hari kemudian, hasil autopsi Harja keluar. Reynand adalah orang pertama yang menerima hasil autopsi. Sesuai dugaan, penyebab meninggalnya Harja dikarenakan satu kandungan obat di dalam Trositin yang kadarnya lebih tinggi sedikit dari Eritroptin.
Dengan membawa hasil autopsi, Reynand segera menemui Handaru.
“Ini hasil autopsi Pak Harja. Di sana membuktikan kalau Trositin memiliki kandungan yang lebih tinggi dari Eritroptin dan tubuh Pak Harja tidak bisa menoleransinya.”
“Kamu melakukan autopsi?” tanya Handaru terkejut.
“Ya, sudah ku bilang kalau ada sedikit perbedaan kandungan obat antara Eritroptin dan Trositin. Tubuh Pak Harja yang sudah berumur tidak kuat menerima dosis Trositin yang lebih kuat.”
“Tapi kamu tahu kalau Trositin sudah digunakan selama tiga tahun dan selama ini tidak ada kasus.”
“Tidak ada atau sengaja dibungkam?”
“Lalu apa mau mu?”
“Akui kesalahan pada keluarga korban. Batasi penggunaan Trositin untuk pasien cuci darah di rumah sakit ini, terutama bagi pasien yang sudah berusia lanjut. Dan sediakan kembali Eritroptin di rumah sakit ini.”
“Kamu tahu kita melakukan perjanjian dengan AvaMed. Mereka bersedia berinvestasi dengan catatan semua produknya digunakan secara eksklusif di rumah sakit ini.”
“Lalu, apa anda mau mengorbankan banyak pasien hanya demi investasi? Ini baru satu masalah, bukan tidak mungkin masalah lain akan terjadi. Kalau anda tidak bisa bernegosiasi dengan Pak Sentanu tentang ini, maka dengan sangat terpaksa aku akan mengalihkan pasien lanjut usia yang menjalani cuci darah ke rumah sakit lain.”
Setelah mengatakan itu, Reynand segera keluar dari ruangan Handaru. Dokter bedah digestif itu hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Kembali dirinya dihadapkan pada dilema. Jika melepas AvaMed, maka dia akan kehilangan investor. Tapi jika tetap bertahan, maka kendali rumah sakit akan tetap berada di tangan mereka.
***
Hasil autopsi sudah sampai ke telinga Yuli dan Herman. Tentu saja keduanya terkejut. Sentanu yang juga sudah mendengar masalah ini, bergegas menemui keduanya. Dia harus segera mencegah masalah yang mungkin terjadi. Perundingan alot pun terjadi antara Sentanu dan kedua anak Harja.
Karena hasil autopsi sudah jelas, Sentanu harus mengambil langkah preventif lebih dulu. Pria itu meminta maaf dan menyarankan jalur damai saja untuk menyelesaikan masalah ini. Sentanu juga membebaskan biaya perawatan Harja dan menanggung biaya pemakaman Harja dan biaya untuk menggelar tahlil sampai empat puluh hari.
Sentanu mengeluarkan cek sebesar tiga ratus juta rupiah pada Herman dan Yuli sebagai bentuk permintaan maaf. Yuli hanya bergeming, sama sekali tidak peduli dengan cek yang ditawarkan oleh Sentanu. Baginya, nyawa Ayahnya tidak bisa diganti dengan uang berapa pun jumlahnya.
Namun Herman justru memiliki pemikiran berbeda. Pria itu meminta waktu pada Sentanu untuk membicarakan dulu masalah ini dengan Yuli. Sentanu pun meninggalkan ruangan tersebut. Memberikan waktu bagi keduanya untuk berunding.
“Sebaiknya kita terima saja usulan Pak Tanu. Selesaikan masalah ini dengan damai.”
“Ngga, aku ngga mau! Ayah meninggal, Bang. Ayah meninggal gara-gara obat baru yang diberikan padanya.”
“Tidak ada masalah dengan obat itu. Hanya saja kondisi Ayah kita yang sudah tua.”
“Kalau Ayah tidak diberi obat itu, mungkin saja Ayah masih hidup!”
Herman hanya bisa menarik nafas panjang melihat sikap keras kepala adiknya. Bukannya dia tidak bersedih dengan kematian sang Ayah, tapi dia juga harus bersikap realistis. Lawan mereka bukan orang biasa. Bisa dengan mudah mereka menutup kasus ini. Kalau pun mereka melanjutkan kasus hingga ke pengadilan, hanya akan memakan banyak waktu dan biaya. Bukankah seharusnya mereka fokus saja pada kehidupan mereka?
“Kalau memang waktu Ayah hanya sampai hari kemarin, biar pun diberi obat yang sama, Ayah akan tetap pergi. Ini sudah ketetapan Allah. Aku hanya tidak ingin kamu menghabiskan waktu untuk bersitegang dengan pihak rumah sakit. Terima saja semuanya dengan ikhlas. Ingat, masih ada anak-anak yang membutuhkan perhatian mu.”
“Lalu, apa Abang mau aku menerima uang itu?”
“Itu terserah pada mu. Selama ini kamu yang membiayai pengobatan Ayah.”
“Apa benar Ayah pernah bilang kalau Ayah lelah menjalani pengobatan?”
“Iya. Sejak Ibu pergi, Ayah seperti kehilangan separuh hidupnya. Ayah sudah tidak bersemangat menjalani hidup. Selama ini Ayah menjalani pengobatan hanya demi menghargai permintaan mu saja.”
Sejak istrinya meninggal dunia, Harja memang tinggal bersama Herman. Walau sudah menikah, tapi Herman belum mampu membeli rumah sendiri dan akhirnya tinggal bersama kedua orang tuanya. Ketika Harja menjalani cuci darah, semua biaya pengobatan ditanggung oleh Yuli yang kehidupannya lebih mapan.
Beberapa kali Harja pernah mengatakan pada Herman kalau sudah tidak mau menjalani lagi cuci darah. Pria itu sudah pasrah menerima penyakitnya dan bersiap untuk pergi menemui istrinya yang lebih dulu pergi.
Yuli kembali menangis mendengar ucapan Herman. Seandainya dia mendengar permintaan Ayahnya, menghentikan pengobatan dan bisa menikmati waktu terakhir dengan sang Ayah.
“Sudahlah, Yuli. Ikhlaskan Ayah, biarkan Ayah istirahat dengan tenang. Soal uangnya, kamu mau menerima atau tidak, aku serahkan pada mu.”
Yuli menghapus airmatanya lalu menarik nafas panjang beberapa kali. Setelah kondisinya tenang, barulah Herman memanggil Sentanu yang menunggu di luar. Dengan percaya diri Sentanu masuk ke dalam ruangan lalu duduk di hadapan keduanya.
“Saya melakukan autopsi karena ingin tahu penyebab kematian Ayah saya. Setelah saya tahu, rasa penasaran saya sudah terjawab. Dan saya tidak akan memperpanjang masalah ini.”
“Terima kasih. Dan tolong terima uang ini sebagai itikad baik dari kami.”
“Tidak perlu. Bapak sudah membebaskan biaya perawatan dan membayar biaya pemakaman, itu sudah cukup.”
“Tidak apa, Bu. Terima saja uang ini. Siapa tahu uang ini bermanfaat untuk hal lain.”
Untuk sejenak Yuli dan Herman saling berpandangan. Sentanu terus membujuk keduanya untuk menerima uang tersebut. Akhirnya Yuli menerima uang tersebut. Uang tersebut akan disumbangkan atas nama Harja agar amalnya terus mengalir pada sang Ayah.
***
Begitu urusan dengan Yuli dan Herman selesai, Sentanu kembali ke ruangannya. Pria itu memanggil Handaru dan Reynand ke ruangannya.
Reynand yang sedang berada di IGD, bergegas menuju ruangan Sentanu. Dia sudah mendengar hasil pembicaraan kedua anak Harja dengan Sentanu. Pria itu sendiri tidak mempermasalahkan kesepakatan apa yang terjadi. Yang penting mereka sudah tahu apa penyebab kematian orang tua mereka.
Ketika Reynand sampai di ruangan Sentanu, pria itu langsung duduk di depan meja besar pria itu. Sementara Handaru belum datang.
“Kamu tahu kalau kamu baru saja melakukan kegaduhan?” ujar Sentanu dengan sorot mata tajam.
“Saya hanya ingin mengungkap kebenaran. Anak Pak Harja berhak tahu apa yang terjadi dengan Ayah mereka.”
“Tapi kalau aku tidak mengambil tindakan lebih dulu, bisa jadi mereka menuntut rumah sakit kita. Itu yang kamu mau?!”
“Bukankah anda sudah bersedia bertanggung jawa ketika memberikan obat tersebut? Apa yang anda lakukan, anggap saja itu sebagai bentuk pembuktian ucapan anda.”
Nada bicara Reynand yang santai semakin membuat Sentanu kesal. Rahang pria itu mengetat dan sorot matanya semakin tajam saja.
“Sepertinya kamu masih belum sadar apa yang bisa saya lakukan di sini. Dokter Reynand, hari ini adalah hari terakhir anda bekerja di sini. Program beasiswa yang sedang kamu ambil akan dihentikan!”
***
Hadeuh.. Bener kan Reynand kena getahnya.
Ini penampakan Sentanu
bisa jadi dokter pribadi buat Maira nih Reynand.
Kamelia mepet terus sama Irs tapi Irs nya maunya deket sama Nayraya
kereeeen 👏🏻👏🏻👏🏻
Mai..... jangan ilfil ya, B aja takut lama² jadi bucin sama dokter Rey ☺☺
Dokter Oscar berhasil operasi pengangkatan peluru pasien luka tembak - Hendi. Pasien segera di bawa ke ruang ICU, kalau keadaannya sudah stabil baru akan dipindah ke ruang perawatan.
Dokter Irsyad membutuhkan waktu selama lima jam lebih, operasi pengangkatan limpa Didit sukses dilakukan. Pasien segera dipindah ke ruang ICU sampai kondisi stabil.
Dokter Kamelia terus terang - sengaja pindah di BMC supaya bisa bertemu dengan dokter Irsyad dan lebih senang dibimbing oleh dokter Irsyad.
Tidak usah cemburu Nayraya - dokter Irsyad menolak ajakan dokter Kamelia makan siang. Dokter Irsyad memilih dirimu untuk memesan makanan - dan nanti makannya bersama di ruang istirahat.
Maira datang ke rumah sakit apa mewakili Yayasan yang mengurus biaya operasi Didit ya.
Kalau isinya berbunga bunga kayak gini bacanya cepet selesai coba kalau yang tegang?? laamaa baangeeeet😂😂😂