NovelToon NovelToon
Asmaraloka Gita Mandala

Asmaraloka Gita Mandala

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Dark Romance
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Komalasari

Mandala Buana seperti berada di dunia baru, setelah kehidupan lamanya dikubur dalam-dalam. Dia dipertemukan dengan gadis cantik bernama Gita, yang berusia jauh lebih muda dan terlihat sangat lugu.

Seiring berjalannya waktu, Mandala dan Gita akhirnya mengetahui kisah kelam masa lalu masing-masing.

Apakah itu akan berpengaruh pada kedekatan mereka? Terlebih karena Gita dihadapkan pada pilihan lain, yaitu pria tampan dan mapan bernama Wira Zaki Ismawan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TIGA PULUH SATU : DI MEJA MAKAN

“Maaf karena aku baru bisa pulang sekarang,” ucap Mandala, seraya langsung bersimpuh di hadapan pria yang tak lain adalah Subagyo.

“Kamu tidak merindukan Bapak, rumah ini dan segala kenangannya?” Subagyo menutup buku yang sedang dibaca, lalu meletakkannya di meja dekat kursi. Pria berusia sekitar 70 tahun lebih itu menatap Mandala, yang masih duduk bersimpuh di hadapannya. “Bagaimana kabarmu?”

“Tidak sebaik sebelum aku meninggalkan rumah ini,” jawab Mandala pelan.

Subagyo tersenyum simpul, kemudian memegangi pundak Mandala, tak tahu bahwa ada luka di sana. Namun, akhirnya dia menyadari sesuatu. “Kenapa pundakmu?”

“Hanya luka tusuk biasa.”

“Siapa yang melakukannya?”

“Sudah berada di sel.”

Subagyo mengembuskan napas pelan, lalu menoleh kepada Gita yang hanya berdiri memperhatikan mereka. Dia mengangguk, lalu kembali menatap Mandala. “Gadis itu datang bersamamu?” tanyanya.

Mandala mengangguk.

“Bawa dia kemari.”

Mandala bangkit, lalu menghampiri Gita. Dituntunnya gadis itu hingga ke hadapan Subagyo.

Gugup dan canggung. Gita masih belum memahami tentang semua itu. Dia bahkan tak tahu siapakah sosok pria yang Mandala panggil dengan sebutan ‘bapak’.

“Silakan duduk.” Subagyo mengarahkan tangan ke sofa.

Mandala dan Gita menurut.

“Siapa namamu?” tanya Subagyo tenang dan penuh wibawa.

“Nagita Marya Haleema. Anda bisa memanggilku Gita.”

“Gita,” ulang Subagyo, diiringi tatapan lekat penuh selidik, seakan ingin mengetahui lebih dalam tentang wanita muda yang Mandala bawa ke kediamannya.

Gita mengangguk sopan, mengabaikan rasa tak nyaman karena kecanggungan yang terlalu besar. Seumur hidup, dia belum pernah berada dalam situasi seperti itu.

“Aku membawa sesuatu untuk Bapak,” ucap Mandala, demi mencairkan suasana yang dirasa terlalu kaku.

“Apa?” tanya Subagyo, seraya mengalihkan perhatian kepada Mandala.

Mandala meraih paper bag yang diletakkan di meja, lalu mendekat ke hadapan Subagyo. “Ini hanya hadiah kecil dariku. Selamat ulang tahun, Pak. Aku senang karena Bapak masih terlihat bugar hingga detik ini.”

“Ulang tahun Bapak sudah lewat dua hari, Man.”

Mandala mengangguk. “Maaf,” ucapnya pelan dan dalam.

“Tapi, kedatanganmu kemari merupakan hadiah yang sangat istimewa bagi Bapak. Makan sianglah di sini.” Subagyo tersenyum penuh arti.

Mandala tidak langsung menyetujui. Dia menoleh kepada Gita, seakan meminta pendapat gadis itu.

Gita mengangguk setuju. Meskipun ragu, tapi dia tahu bahwa ini merupakan momen istimewa bagi Mandala.

Bersamaan dengan itu, wanita paruh baya yang tadi membukakan pintu masuk ke sana. “Makan siang sudah siap, Pak. Mbak Arum juga sudah menunggu di meja makan.”

“Apa kamu memasak sesuatu yang istimewa, Tut?” tanya Subagyo.

“Saya tidak tahu Mas Mandala akan datang hari ini.”

“Tidak apa-apa, Bi.”

“Tuti belum lupa makanan kesukaanmu, Man,” ujar Subagyo.

Wanita paruh baya bernama Tuti itu tersenyum cukup lebar. “Pepes tahu campur kerupuk. Itu bukan makanan yang sulit dibuat. Tapi, saya kehabisan stok tahu di kulkas.”

Mendengar kata ‘pepes tahu’, membuat Gita sontak menoleh kepada Mandala. Pasalnya, pria itu selalu membeli makanan yang disebutkan tadi.

Gita tersenyum kecil. Setidaknya, dia bisa mengetahui sesuatu, meskipun bukan berasal dari penuturan langsung Mandala.

Seperti yang Tuti katakan sebelumnya. Di meja makan sudah ada wanita cantik berambut panjang yang menunggu untuk memulai makan siang bersama. Wanita itu duduk anggun di salah satu kursi. Namun, tak jauh darinya ada kursi roda.

“Mandala,” sapa wanita cantik berambut panjang tadi, yang tak lain adalah Arum. Dia tersenyum hangat. Bahasa tubuhnya terlihat sangat indah dan teratur, meskipun hanya berupa tatapan dan senyuman. Tampak jelas bahwa Arum berasal dari keluarga kelas atas.

“Mbak Arum. Apa kabar?” sapa Mandala sopan, meski terkesan datar.

“Aku senang karena akhirnya bisa bertemu langsung denganmu dan ….” Arum mengalihkan perhatian kepada Gita. “Apakah dia ….”

“Namanya Gita,” ucap Mandala, memperkenalkan gadis yang menemaninya siang itu.

“Gita,” ulang Arum. “Kamu pandai memilih pasangan. Dia sangat cantik,” sanjung Arum, diiringi senyum hangat dan tulus.

“Mbak Arum juga sangat cantik,” balas Gita sopan.

“Ah, apa yang aku banggakan sekarang? Gerakku terbatas oleh kursi roda itu. Beruntung karena bapak selalu perhatian dan memberi dukungan penuh. Aku sangat nyaman berada di sini,” ucap Arum, dengan gaya bicaranya yang terdengar begitu santun dan lembut.

“Mari duduk dulu. Makan siang akan segera dimulai,” ajak Subagyo. Dia langsung mengambil kursi, yang biasa ditempati oleh para kepala keluarga ketika berkumpul di meja makan.

“Bapak sering bercerita tentang kamu, Man. Betapa beliau sangat bangga kepada Mandala Buana yang gagah dan pemberani,” ucap Arum, membuka perbincangan sebelum makan siang dimulai.

“Itu terlalu berlebihan,” ucap Mandala merendah. Lagi pula, dia bukan tipikal orang yang senang mendapat pujian seperti itu.

“Tapi, menurutku semua yang bapak ceritakan sungguh luar biasa.”

“Sudahlah, Mbak. Jangan membuat Gita berpikir bahwa aku memang sehebat itu,” ucap Mandala cukup datar.

“Kenapa? Kamu seperti takut membuat Gita terkesan,” balas Arum, dengan pembawaannya yang teramat tenang.

“Mandala bukan tipikal orang seperti itu, Nak,” ucap Subagyo menanggapi. “Mungkin salahku karena terlalu banyak bicara padamu," ujarnya pada Arum.

“Bapak hanya bercerita. Dan itu membuatku merasa senang karena mendengarkan cerita Bapak bisa menghilangkan kebosanan,” ucap Arum lembut.

“Aku sangat bosan karena tidak bisa melakukan apa-apa selain berbicara, makan, tidur ….” Arum tersenyum cukup lebar, seolah ingin mengesankan bahwa ucapannya merupakan sesuatu yang lucu.

"Sungguh membosankan,” ucap Arum lagi. Namun, kali ini dengan nada serta ekspresi berbeda. Kecewa dan sedih. Dua gambaran perasaan yang terlihat jelas di sorot matanya.

“Keseharianku juga membosankan, Mbak,” ucap Gita, berusaha menghibur. Meskipun belum mengenal Arum, tapi kesan pertama terhadap wanita itu sangat positif.

“Apa kamu bekerja, Gita?” tanya Arum.

Gita terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. “Ya. Aku bekerja. Hanya pekerjaan biasa,” jawabnya.

“Apa pekerjaanmu, Nak?” tanya Subagyo.

Gita kembali terdiam. Dia terjebak dengan ucapannya. Namun, pertanyaan Subagyo harus dijawab dengan pasti.

“Aku bekerja di warung nasi,” jawab Gita ragu, kemudian tertunduk menatap piring. Ada rasa malu menyelimuti, membayangkan penilaian Subagyo dan Arum terhadap dirinya.

Namun, mungkin itu hanya perasaan Gita. Tiba-tiba, Arum tertawa pelan sehingga membuatnya langsung mengangkat wajah.

“Kamu pasti pintar memasak," ucap Arum santai.

“Ya. Masakan Gita sangat enak. Dia pandai membuat nasi goreng spesial,” sahut Mandala. Membuat Gita langsung menoleh padanya.

“Itu berarti, kapan-kapan kamu harus membuatkan nasi goreng untuk kami,” ujar Subagyo.

Raut tegang Gita seketika sirna berganti senyum lebar. Gadis itu mengangguk. Namun, senyum Gita kembali memudar, ketika ada seseorang masuk ke ruang makan.

“Syukurlah. Kamu bisa makan siang di rumah, Wir,” ucap Subagyo.

1
Dwisya Aurizra
rasa benci Wira pada Mandala karena rasa iri sedang Mandala karena Iriana selingkuh dgn Wira, betul GK sih ceceu😂
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Mumun, Mak
total 1 replies
Rahmawati
mandala benci sm wira karna selingkuh sm istrinya dulu, apa mandala bisa maafin wira🤔
Mama Faiz👶
yah, seperti nya malam ini ga up ya thor
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Aamiin. Terima kasih, Kak🥰
total 3 replies
Najwa Aini
maraton baca mengejar ketertinggalan, sampai lupa komen
Najwa Aini
Karena sakit, aku sdah ketinggalan berapa bab ini??
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Sakit apa, Kak? Moga cepat sembuh, ya
total 1 replies
Titik pujiningdyah
takutnya ya diending ternyata gita dan mandala satu ibu. awas aja ya kalau dibikin kayak bumi!!!!
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Satu ibu. Ibu Pertiwi
total 1 replies
Titik pujiningdyah
yakin cuma gitu doang?
Dwisya Aurizra
badai masa kecil saja bisa kalian lewati palagi sekarang
Dwisya Aurizra
ciuman aja kan atau ada yg lainnya greoe" dikit misal🤭
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Ya, Allah. Emak luar binasa
total 1 replies
Dwisya Aurizra
astaga 🤣🤣🤣
Rahmawati
setelah tahu masa lalu mandala dan Gita aku rasa kalian memang jodoh, dulu kalian anak anak yg tangguh, skrg kalian pasti bisa melewati cobaan yg lebih besar lagi
Rahmawati
lanjutttt
Lusy Purnaningtyas
positif vibes
Uchy Latupeirissa
Ceritanya real membuat tokoh2nya serasa hidup cara penyajian dan gaya bahasa yang digunakan mudah tetapi selalu ada pengalaman yg dapat diambil hikmahnya... keren bgt.
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Terima kasih atas dukungan dan ulasan positifnya, Kak🥰. Semoga sehat selalu
total 1 replies
Titik pujiningdyah
to the poin bngt git
Titik pujiningdyah
jalan aja lurus sampai ketemu pertigaan. nah itu belok kiri, Man. Setelah lima ratus meter, berhenti. Kamu sudah sampai di hotel bintang lima.
Titik pujiningdyah
emang keterlalu sih si wira. iri yg mendarah daging
Titik pujiningdyah
yaelaaaah selengki
Titik pujiningdyah
duda hot nih
Rahmawati
hayoloh Gita ketagihan sm mandala😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!