NovelToon NovelToon
REINKARNASI SANG DEWA KEKAYAAN

REINKARNASI SANG DEWA KEKAYAAN

Status: tamat
Genre:Identitas Tersembunyi / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Romansa / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

Sinopsis

Arta, Dewa Kekayaan semesta, muak hanya dipuja karena harta dan kekuasaannya. Merasa dirinya hanya 'pelayan pembawa nampan emas', ia memutuskan menanggalkan keilahiannya dan menjatuhkan diri ke dunia fana.

Ia terperangkap dalam tubuh Bima, seorang pemuda miskin yang dibebani utang dan rasa lapar. Di tengah gubuk reot itu, Arta menemukan satu-satunya harta sejati yang tak terhitung: kasih sayang tulus adiknya, Dinda.

Kekuatan dewa Arta telah sirna. Bima kini hanya mengandalkan pikiran jeniusnya yang tajam dalam menganalisis nilai. Misinya adalah melindungi Dinda, melunasi utang, dan membuktikan bahwa kecerdasan adalah mata uang yang paling abadi.

Sanggupkah Dewa Kekayaan yang jatuh ini membangun kerajaan dari debu hanya dengan otaknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 31

Bima dan Risa melesat menuju mobil, meninggalkan Rio dan Tuan Banu yang membeku di ruang rapat. Ancaman Tante Elina terhadap legalitas modal awal Yura jauh lebih berbahaya daripada serangan pasokan Pak Tejo mana pun. Ini adalah serangan terhadap fondasi, sebuah upaya Control Acquisition yang bertujuan membekukan seluruh sistem Yura.

Di dalam mobil, Bima mengemudi dengan kecepatan yang terukur, matanya menyala dengan fokus yang tak tertandingi. Ini adalah mode "Arta" yang terintegrasi, logika murni yang kini dipandu oleh tekad "Bima" untuk melindungi keluarganya.

"Apa yang akan kita katakan pada notaris itu?" tanya Risa, suaranya dipenuhi ketegangan. Ia berusaha keras untuk tetap tenang. "Dia akan curiga dengan urgensi ini."

"Kita akan katakan yang sebenarnya, tapi dalam bahasa modal," jawab Bima. "Kita harus mendirikan PT sekarang, tapi kita tidak bisa menggunakan modal awal yang berbasis rongsokan. Itu akan menjadi lubang legal yang akan digunakan Elina."

{Pivot Strategis ini harus sempurna. Warisan Dinda bukan lagi dendam masa lalu, tapi Legal Asset yang harus meregenerasi Modal Sah Yura. Aku harus membalikkan kelemahan historis menjadi benteng legal.}

Bima segera menghubungi Pak Wira, notaris korporat yang direkomendasikan Tuan Satya. "Pak Wira, batalkan semua rencana. Saya sudah di jalan. Kita harus bertemu di markas Yura sekarang. Dan tolong bawa semua dokumen hukum yang Anda miliki tentang due diligence aset keluarga Sanjaya lima tahun terakhir. Ini kasus darurat."

Setibanya di markas Yura, suasana terasa dingin dan formal. Pak Wira, seorang pria dengan aura keprofesionalan yang tajam, sudah menunggu di ruang rapat kecil. Di atas meja sudah tersedia dokumen-dokumen pendirian Perseroan Terbatas. Tuan Banu dan Rio duduk tegang di kursi mereka, siap menjadi saksi.

"Tuan Bima, Nona Risa," sapa Pak Wira, membuang basa-basi. "Saya sudah melihat dokumen awal Anda. Permintaan pendirian PT dalam waktu kurang dari satu hari ini adalah permintaan yang luar biasa."

"Kekuatan Yura adalah kecepatan, Pak Wira," jawab Bima, mengambil tempat duduk di kepala meja. Risa duduk di sampingnya, memegang tangannya di bawah meja, sebuah sinyal aliansi yang kuat. "Kami berhadapan dengan Asset Freezing Petition dari pihak luar. Kami butuh benteng legal sekarang."

Pak Wira mengerutkan kening. "Petisi pembekuan aset? Itu ancaman serius. Saya harus tahu modal dasar PT ini berasal dari mana. Jika modalnya tidak transparan, petisi itu bisa berhasil."

"Modal dasarnya akan transparan, Pak Wira," kata Bima, nadanya tenang. "Kami tidak akan menggunakan modal dari penjualan rongsokan. Kami akan menggunakan Warisan Dinda."

Seluruh ruangan terdiam. Tuan Banu dan Rio menahan napas.

Bima menoleh ke Pak Wira. "Lima tahun lalu, orang tua kami meninggal. Warisan kami dicuri oleh anggota keluarga kami, yang saat ini menjadi penggugat. Kami memiliki bukti tertulis tentang trust fund Dinda. Kami hanya ingin mengklaim kembali Warisan sah itu, dan menyuntikkannya sebagai Modal Sah Perseroan Terbatas Yura."

Bima mencondongkan tubuh ke depan. "Saya butuh Anda mendaftarkan PT Yura, dan dalam saat yang sama, Anda mengajukan counter-claim resmi ke pengadilan. Kita akan menyerang Tante Elina di titik terlemahnya: kejahatannya di masa lalu sebagai Keluarga Pengambil Aset."

"Itu adalah Pivot Strategis yang sangat agresif, Tuan Bima," kata Pak Wira, terkesan. "Tapi, Warisan yang Anda maksudkan itu sudah dicairkan lima tahun lalu. Mengajukan counter-claim butuh waktu berbulan-bulan."

"Kami tidak butuh waktu, Pak Wira," Risa menyela dengan suara tegas. "Kami hanya butuh legal access. Kami yakin Tante Elina masih menyimpan dokumen Warisan asli orang tua Bima sebagai trofi. Kami hanya perlu menunjukkan kepada pengadilan bahwa petisi pembekuan asetnya adalah upaya kotor untuk menyembunyikan kejahatan Asset Acquisition-nya yang lama."

Bima mengangguk. "Risa benar. Kita tidak mengejar uang tunai Warisan itu. Kita mengejar legalitas naratif Warisan. Jika Warisan Dinda dijadikan Modal Sah Yura, maka Elina menyerang Warisan itu sendiri. Dia menyerang martabat Dinda, kejahatan yang tidak bisa dia lindungi di pengadilan."

Pak Wira terdiam sejenak. Ia melihat tekad Bima, yang melampaui logika modal biasa. "Baik. Saya akan mendaftarkan PT ini sekarang. Tapi, Warisan Dinda yang akan Anda jadikan modal butuh bukti. Dokumen Warisan asli mana yang Anda miliki?"

Bima tersenyum tipis. "Dokumen asli Warisan itu tidak kami miliki, Pak Wira. Tapi ada satu orang yang menyimpannya, seseorang yang selama ini diam dan melihat kejahatan Elina dari kejauhan."

Bima mengeluarkan ponselnya. Ia menghubungi satu-satunya nomor di luar tim inti Yura yang ia percaya. Nomor Pak Bram.

"Paman Bram, aku butuh bantuanmu," kata Bima, suaranya rendah. "Aku butuh berkas Warisan yang Mama titipkan padamu lima tahun lalu. Sekarang. Demi Dinda."

Di ujung telepon, Pak Bram terdengar terkejut, tapi ada suara tekad yang familiar. "Aku tahu ini akan terjadi, Bima. Berkas itu kusimpan aman. Aku akan mengirimnya sekarang juga."

Bima menutup telepon, matanya kembali ke Pak Wira. "Bukti fisik akan tiba dalam lima belas menit, Pak Wira. Warisan Dinda akan menjadi Modal Sah PT Yura. Warisan yang dicuri, akan meregenerasi Yura."

Pak Wira segera mengeluarkan laptopnya, matanya berbinar. "Ini akan menjadi kasus yang epik, Tuan Bima. PT Yura Restorasi Aset akan saya daftarkan sekarang. Kita akan menggunakan kecepatan digital untuk mengalahkan birokrasi petisi Tante Elina."

Bima dan Risa berdiri di belakang Pak Wira, mengawasi setiap ketikan. Keheningan di ruangan itu terasa tegang, terpecah hanya oleh suara tombol keyboard yang berderak. Warisan Dinda yang dicuri, kini menjadi senjata legal pamungkas Yura.

Tepat saat Pak Wira menekan tombol 'Finalisasi Pendaftaran PT', ponsel Bima berdering.

Itu dari Tante Elina. Bima mengabaikannya. Ponsel Pak Wira, sebaliknya, berbunyi nyaring.

Pak Wira mengangkat telepon itu, wajahnya seketika menegang. "Ya, ini Pak Wira... Petisi pembekuan aset sudah diproses oleh pengadilan? Sekarang?"

Bima dan Risa saling pandang, tatapan mereka bercampur antara kemenangan dan ancaman yang semakin nyata. Mereka tahu, registrasi PT mereka nyaris terlambat.

Pak Wira menutup telepon, menatap Bima dan Risa. "Petisi pembekuan aset telah resmi terdaftar. Kita... hanya selisih satu menit. Tapi setidaknya PT Yura sudah menjadi entitas legal yang tidak mudah dirobohkan."

{Terlambat. Petisi pembekuan aset telah terdaftar. Tapi dia hanya membekukan aset individu Bima, bukan aset PT Yura yang baru didirikan. Kemenangan ini hanya kemenangan kecil. Pertarungan legal yang sesungguhnya baru saja dimulai.}

"Kita akan tuntut balik, Pak Wira," kata Bima, mengambil napas dalam-dalam. "Kita akan tuntut Tante Elina atas Warisan Dinda. Sekarang, kirim counter-claim itu. Kita akan membuktikan kepada seluruh keluarga Sanjaya, siapa Keluarga Pengambil Aset yang sesungguhnya."

Pintu ruang rapat tiba-tiba terbuka. Seorang wanita muda yang mengenakan setelan jas mahal dan membawa tas kulit hitam berdiri di ambang pintu, matanya yang dingin menatap tajam ke arah Bima.

"Saya adalah pengacara Nyonya Elina Sanjaya," katanya dengan suara bernada tajam dan tanpa emosi. "Saya datang untuk memberikan salinan Petisi Pembekuan Aset. Dan, Tuan Bima, Nyonya Elina mengirimkan pesan: Dia akan memastikan semua yang Anda bangun, akan kembali ke titik nol."

Bima tersenyum dingin, menyambut tatapan wanita itu. "Sampaikan pada Tante Elina, Pengacara. Yura tidak akan kembali ke titik nol. Kami akan menyerang Fondasi Legal Kekayaan Tante Elina. Kami akan meregenerasi kekayaan kami dengan Warisan yang dicuri dari Dinda. Sampaikan padanya: Buku lama sudah ditutup. Buku baru adalah tentang bagaimana kami menuntut keadilan Warisan Dinda."

Wanita itu terdiam, ekspresinya dipenuhi kejutan. Dia tidak menduga Bima akan menggunakan kata 'Warisan'.

Risa melangkah maju, memegang tangan Bima dengan erat, seolah-olah Bima adalah Komisaris Utama yang harus ia lindungi. "Dan sampaikan juga," kata Risa, suaranya mantap, "Bahwa PT Yura Restorasi Aset, yang kini didirikan atas Warisan yang dicuri itu, tidak akan pernah mundur. Keluarga Pengambil Aset akan membayar mahal."

Wanita pengacara itu hanya bisa mundur selangkah.

//////////////////////////////

Bima melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, membelah lalu lintas kota. Risa duduk di sampingnya, memegang salinan Petisi Pembekuan Aset yang diserahkan pengacara Elina. Kertas itu terasa dingin di tangannya, simbol dari niat jahat yang kini terstruktur secara legal.

"Kita hanya selisih satu menit," bisik Risa, suaranya sedikit bergetar. "Elina bahkan tidak menunggu. Dia menyerang modal dari rongsokan itu karena dia tahu kita tidak punya legal backing."

"Dia menyerang Kelemahan Historis, Risa," jawab Bima, matanya fokus pada jalanan. Logikanya bekerja dengan cepat. "{Kekayaan Fungsional Yura, yang dibangun dari nol, terlalu rentan. Sekarang, kita harus melindunginya dengan Legal Asset yang paling kuat. Ironisnya, aset itu adalah Warisan Dinda yang dicuri oleh keluarganya sendiri.}”

"Menggunakan Warisan Dinda... bukankah itu terasa berat, Bima?" Risa bertanya, menyentuh lengan Bima. "Itu trauma masa lalu. Bisakah kita menjadikannya senjata?"

Bima menghela napas. Tangan Bima meremas tangan Risa di console tengah. Sentuhan itu adalah komando sekaligus pengakuan. "Aku tidak menjadikannya senjata, Risa. Kita menjadikannya Fondasi. Kita melakukan Reverse Acquisition. Kita mengambil kembali Legal Asset yang dicuri untuk melindungi Kekayaan Fungsional Yura yang akan menjamin masa depan Dinda."

Mereka tiba di kompleks perumahan Pak Bram. Pak Bram dan Bu Lasmini sudah menunggu di teras. Pak Bram memegang sebuah amplop cokelat tebal.

"Bima, kau baik-baik saja?" Bu Lasmini menyambut dengan wajah khawatir.

"Kami baik, Tante," Bima melangkah cepat. "Paman, berkas itu. Kami butuh segera."

Pak Bram menatap Bima dan Risa bergantian, matanya yang tua memancarkan pemahaman yang mendalam. Ia menyerahkan amplop itu. "Aku tahu hari ini akan datang, Bima. Berkas ini adalah salinan Warisan Ayah dan Ibumu yang asli. Kutinggalkan di tanganku karena aku tahu suatu hari kau akan membutuhkannya untuk melawan keserakahan mereka. Dokumen ini adalah bukti bahwa Dinda adalah pemilik sah dari trust fund itu."

Bima menerima amplop itu, tangannya memegang beban sejarah. "Terima kasih, Paman. Paman adalah Jaring Pengaman Emosional kami yang sesungguhnya."

Mereka berdua segera kembali ke mobil, bergegas menemui Pak Wira yang menunggu di markas Yura.

Di ruang rapat Yura yang kini terasa seperti war room, Pak Wira memeriksa dokumen Warisan. Matanya melebar. "Tuan Bima, Nona Risa! Ini luar biasa. Dokumen ini mencantumkan klausa yang melindungi Warisan Dinda dengan sangat ketat. Kita punya amunisi yang sangat kuat! PT Yura dapat didaftarkan dengan Warisan Dinda sebagai Modal Sah, dan kita bisa mengajukan Counter-Claim atas Warisan itu. Ini bukan hanya pertahanan; ini adalah Legal Offense."

Pak Wira segera memproses Counter-Claim itu. "Sudah terkirim, Tuan Bima. Kita menyerang balik Tante Elina di titik legal yang paling rentan."

Bima mengangguk. "Sekarang, kita tunggu reaksinya. Dia akan tahu bahwa kami tidak hanya mendirikan PT. Kami menuntut kembali martabat Dinda dengan sistemnya sendiri."

Tepat saat itu, ponsel Bima bergetar dengan notifikasi berita. Bukan dari kanal bisnis, tapi kanal lifestyle ternama. Bima membuka notifikasi itu. Judul besar terpampang di layar.

"CEO Yura Restorasi Aset Terlibat Skandal! Diduga Menipu Warisan Keluarga Demi Modal Startup. Apakah Kekayaan Fungsional Hanya Narasi Palsu?"

Elina menyerang balik dengan Narrative Warfare di media.

Bima mendongak, matanya bertemu dengan Risa. Serangan itu cepat, kejam, dan langsung menyerang Kredibilitas Fungsional Yura.

{Dia tidak menyerang PT. Dia menyerang Social Proof dan Trust Fund yang baru saja kubangun. Ini perang habis-habisan.}

"Dia bermain kotor di ranah media," desis Risa, tangannya terkepal. "Dia tahu media lebih cepat dari pengadilan."

Bima tersenyum dingin, senyum yang menunjukkan Arta telah sepenuhnya menguasai strategi. "Biarkan dia. Sekarang, hubungi Tuan Satya. Kita akan menggunakan Jaringan Gerbang Modal kita untuk membalikkan narasi ini. Perang ini baru saja dimulai, Risa. Dan kali ini, kita akan menggunakan Aset Legal Warisan Dinda sebagai tameng tak tertembus."

//////////////////////////////

Bima menyuruh Risa menghubungi Tuan Satya, lalu ia segera meraih telepon dan menghubungi Pak Wira kembali. Bima tahu dia harus melakukan sesuatu untuk mencegah kerusakan narasi yang lebih luas.

"Pak Wira, batalkan istirahat Anda," kata Bima, suaranya terdengar dingin dan terukur. "Tante Elina baru saja menyerang Kredibilitas Fungsional Yura melalui media, menuduh kami menggunakan modal gelap dari Warisan yang dicuri."

Pak Wira terdengar terkejut. "Melalui media? Itu tidak etis! Tapi, Tuan Bima, serangan ini tidak akan mempan. Begitu Counter-Claim kita masuk ke pengadilan, narasi media itu akan runtuh."

"Terlambat, Pak Wira. Trust di pasar lebih rapuh daripada Legal Proof. Saya butuh Legal Narrative sekarang juga," tegas Bima. "Saya ingin Anda segera mengeluarkan Press Release resmi atas nama PT Yura Restorasi Aset."

Bima menarik napas dalam-dalam. "Isi Press Release itu harus fokus pada tiga hal. Pertama: Konfirmasi pendirian PT Yura. Kedua: Warisan Dinda sebagai Modal Sah PT. Ketiga: Tuntut balik Tante Elina sebagai Keluarga Pengambil Aset yang berupaya membekukan PT yang didirikan atas Warisan anak yatim piatu. Gunakan Warisan Dinda sebagai Human Shield dan Legal Shield sekaligus."

{Ini adalah Pivot Serangan Balik. Elina ingin menyerang modal rongsokan. Kita akan menyerang trust-nya dengan Warisan yang dicuri.}

Pak Wira mengangguk, nadanya kini dipenuhi antusiasme. "Membalikkan narasi! Itu akan mengubah Corporate Crisis menjadi PR Victory! Saya akan segera menyusun rilis pers yang ketat secara hukum dan emosional."

Sementara Pak Wira sibuk menyusun rilis, Risa sudah menyelesaikan panggilannya dengan Tuan Satya.

"Tuan Satya menjamin Back-up dari jaringan media bisnisnya," lapor Risa. "Dia bilang dia akan membantu menyebarkan Press Release Yura. Dia juga menghubungi Direktur Akuisisi telekomunikasi, Pak Jaka, untuk menunda sementara pengiriman Kontrak Primer pertama sampai badai legal ini mereda."

"Menunda pengiriman. Itu bagus. Mitigasi Risiko terencana," Bima mengangguk. Dia memandang Risa. "Sekarang, kita harus berhadapan dengan Proksi Kebencian Sosial kita yang paling kaku."

Bima mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Roni Sanjaya. Roni mengangkatnya di dering kedua, nadanya penuh kemenangan.

"Wah, wah, Bima. Sudah mulai merasakan dinginnya Asset Freezing?" ejek Roni. "Aku baru saja membaca berita di media lifestyle. Itu adalah pukulan telak. PT-mu yang baru didirikan pasti akan dibekukan, dan kamu akan kembali ke titik nol."

"Roni, Warisan Dinda adalah Legal Asset yang tidak bisa kau sentuh," jawab Bima, suaranya tenang dan penuh otoritas. "PT Yura didirikan atas Warisan yang dicuri oleh keluargamu. Aku menelepon bukan untuk memintamu berhenti. Aku menelepon untuk memberitahumu: Begitu Press Release kami keluar, semua orang akan tahu Warisan Dinda adalah Modal Sah Yura. Setiap tawa di media akan menjadi Social Proof bagi gugatan kami."

Bima tersenyum dingin. "Roni. Aku tidak hanya akan menuntut Tante Elina. Aku akan menyerang Fondasi Kekayaan Keluarga Pengambil Aset di pengadilan. Jangan lupa, Warisan yang dicuri dari Dinda itu sangatlah besar. Kalian akan membayar mahal untuk Narrative Warfare ini. Tunggu saja."

Bima mematikan telepon, meninggalkan Roni dalam keheningan yang tajam.

Risa menatap Bima. "Kau mengubah kelemahan menjadi kekuatan, Bima. Warisan Dinda akan menjadi Legal Shield dan Social Weapon kita."

"Tentu," kata Bima, matanya menatap tajam ke luar jendela, ke arah kota. "Perang ini bukan lagi tentang Kekayaan Fungsional Yura, Risa. Ini tentang Akuisisi Martabat Dinda di mata hukum. Dan kali ini, kami tidak akan kalah."

1
Seeula
keren banget hehh kamu bima
Dewiendahsetiowati
terima kasih untuk ceritanya dan ditunggu karya selanjutnya thor
Dewiendahsetiowati
ceritanya bikin nagih baca terus
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Khusus Game: halo, ka. selamat membaca, sorry ya baru cek komen🙏😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!