Wulan, seorang bayi perempuan yang diasingkan ke sebuah hutan karena demi menyelamatkan hidupnya, harus tumbuh dibawah asuhan seekor Macan Kumbang yang menemukannya dibawa sebatang pohon beringin.
Ayahnya seorang Adipati yang memimpin wilayah Utara dengan sebuah kebijakan yang sangat adil dan menjadikan wilayah Kadipaten yang dipimpinnya makmur.
Akan tetapi, sebuah pemberontakan terjadi, dimana sang Adipati harus meregang nyawa bersama istrinya dalam masa pengejaran dihutan.
Apakah Wulan, bayi mungil itu dapat selamat dan membalaskan semua dendamnya? lalu bagaimana ia menjalani hidup yang penuh misteri, dan siapa yang menjadi dalang pembunuhan kedua orangtuanya?
Ikuti kisah selanjutnya...,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Debaran
Suara kokok ayam ayam membangunkan sang gadis. Ia menguap dan merasakan tubuhnya sudah cukup segar.
Gadis itu mengedarkan pandangannya, dan ia mendapati sang pemuda sudah menghilang.
"Siapa siapa dia sebenarnya?" Guman Wukan Ningrum dalam hatinya. Ia sangat ingin tahu siapa pemuda itu, sebab ia merasa jika Rajendra yang mengaku dengan nama Kelana sangat faham tentang Kadipaten Utara.
Akan tetapi, tiba-tiba saja ia teringat akan sesuatu. Hal yang selama ini mengganjal dihatinya. "Siapa dirinya? Dan siapa kedua orangtuanya, lalu mengapa ia dibuang kehutan dan diasuh oleh macan kumbang.
Pertanyaan itu hadir, sebab selama ini ia hanya hidup berdua didalam goa bersama sang Macan Kumbang.
Wulan Ningrum duduk dengan menopang dagu dilututnya. Ia tampak begitu muram, tetapi ia juga bingung dengan tugas yang akan diembannya, dimana ia harus membinasakan seseorang yang dianggap membuat kerusakan dan malapetaka.
Tetapi anehnya, ia sendiri tidak tahu siapa yang akan ia hadapi sebenarnya, hanya ia mendapatkan mandat untuk turun dan mencari Kadipaten utara, dan disana nanti ia akan menemukan seseorang yang dimaksud.
Gadis itu tampak murung. Ia begitu kesepian. Saat bersamaan, tampak seorang pria tampan dengan membawa beberapa makanan menuju kearahnya.
Gadis itu mengerutkan keningnya. Ia baru mengingat jika malam tadi ia bercengkrama dengan pemuda itu.
Ia kembali tercengang memandangi ketampanan sang pria, sungguh sosok yang benar-benar sangat mempesona. Saat terang hari, ia dapat begitu jelas melihat sosok tersebut.
Rambut lurus sebahunya tergerai dengan begitu indah. Hidung bangir dengan alis tebal yang yang menghiasi wajahnya, membuat Wulan Ningrum tak ingin berkedip.
Gadis itu seolah merasakan masa pubernya mulai aktif. Ia merasakan getaran yang lain dihatinya saat melihat sosok tersebut.
"Ku kira kau kembali menjadi hantu, datang dan pergi sesuka hatimu," cibir Wulan Ningrum dengan memanyunkan bibirnya.
"Benarkah? Aku hanya sekejap saja pergi, tetapi kau sudah mencariku, apakah kau mulai menyukaiku?" jawab Rajendra dengan gamblang. Ia sangat senang sekali berbuat jahil, mencoba menggoda gadis polos tersebut.
"Kau sangat menyebalkan!" Wulan Ningrum memalingkan wajahnya, ia tak mampu menyembunyikan senyumnya. Ada sesuatu yang tak biasa menggelitik di dalam hati sang gadis.
Ia tampak begitu berbeda hari ini, lebih terkesan sedang mencari sebuah perhatian.
"Kakang Kelana, apakah kamu tahu tentang Kadipaten Utara? Aku butuh sebuah informasi, sedikit saja," Wulan Ningrum mengalihkan pembicaraan mereka.
Sedangkan Rajendra duduk disamping sang gadis dengan membawa madu lebah bersama sarangnya, serta pisang matang.
"Apakah ada imbalan yang ku dapatkan jika aku memberitahumu," lagi-lagi Rajendra memberi isyarat pada sang gadis.
"Mengapa kau sangat perhitungan sekali?" Wulan Ningrum menoleh ke arah sang pangeran, dan itu cukup membuat sang pemuda merasa gugup, bagaimana tidak, kedua mata itu seolah memancarkan sebuah keindahan yang abadi.
Rajendra merasakan sebuah debaran yang menggema, seakan jantungnya berlomba dengan waktu. Jujur saja, tak tak tahu apa sebenarnya ini. Apakah mereka memiliki keterikatan hati yang sama.
"Jangan menatapku seperti itu, kau terlihat sangat menyeramkan," ucapnya berbohong.
Wulan Ningrum memalingkan wajahnya, lalu menatap lurus ke depan. "Apakah ada harga yang harus ku bayar demi sebuah informasi?" tanyanya pada sang pemuda.
"Ya, ada. Semua hal didunia ini tidak gratis," Rajendra menekankan ucapannya.
"Apa maksudmu?"
"Saat kau memutuskan untuk terjun menentang musuhmu, maka ada harga yang harus dibayar, yaitu harga diri dan juga nyawamu. Aku justru penasaran, mengapa kau begitu sangat ingin ke Kadipaten Utara? Apa misi yang sedang kau bawa?" Rajendra balik bertanya.
"Pantaskah kau mempertanyakannya? Katakan saja apa maumu, bayaran apa yang harus aku berikan untuk sebuah informasi yang kudapatkan?" tantang sang gadis dengan percaya diri.
"Sudah ku katakan, ikutlah denganku, dan kita menikah, maka aku akan memberikan informasi yang cukup detail padamu,"
"Mengapa harus dengan menikah?" tanya sang gadis dengan rasa penasaran. Sebab sejak malam tadi, pemuda itu terus menggaungkan kata menikah.
"Aku mencari calon istri sepertimu, sebab ada hal yang sangat rumit untuk aku jelaskan, tetapi aku yakin, jika kamu adalah orang yang tepat. Pernikahan ini akan menjadi simbiosis mutualisme, dan kita akan sama-sama diuntungkan," Rajendra memakan sarang lebah yang masih putih dan bahkan didalamnya masih terdapat larva yang baru menetas.
"Apakah itu harus?" tanyanya dengan memastikan.
"Ya, jika kau menyetujuinya, maka kita bergerak dari sekarang, sebab pernikahan itu akan digelar dua hari lagi," Rajendra menatap langit fajar yang sudah mulai beranjak semakin terang.
"Ayolah, aku tidak ingin kita terlambat." Rajendra mengajak sang gadis, lalu melemparkan sarang lebah berisi madu dan larvanya. Makan itu, dan akan membuat tenagamu pulih," ucapnya, lalu menuju ke kuda miliknya.
Wukan Ningrum tak dapat membantah, ia beranjak bangkit, lalu menemui Turangga yang sedang merumput dibawah pohon, dan melompat keatas punggungnya, lalu memakan dan menghabiskannya.
Keduanya menyusuri lereng bukit, dan Turangga tiba-tiba tersengat lebah yang ternyata ada menempel dipakaian sang pangeran, dan mengikuti Rajendra saat mencuri sarang mereka.
Sengatan tepat dihidungnya, dan karena rasa sakit itu, membuat Turangga tiba-tiba bereaksi agresif dan membuat larinya cukup kencang tak terkendali.
Wukan Ningrum merasa cukup kaget ia tidak tahu apa yang membuat sang kuda begitu agresif sekali, dan karena ulahnya, hingga membuat Wulan Ningrum terpental dari punggung kuda dan itu terlihat oleh Rajendra.
Dengan ilmu Saifi anginnya, ia melesat dan mengangkap tubuh Wulan Ningrum, hingga mereka akhirnya terpental ketanah dan bergulingan dilereng bukit sembari berpelukan, hingga sebuah pohon pinus menghentikan tubuh mereka yang masih dalam kondisi saling berdekapan.
Sang gadis berada diatas tubuh Rajendra, dengan kedua mata mereka yang selalu beradu, dan debaran itu semakin memburu.
Wulan Ningrum berusaha bangkit dari tubuh sang pemuda yang telah membuatnya merasakan sebuah debaran yang begitu sangat kencang.
"Terima kasih sudah menolongku" ucapnya dengan nada yang sedikit gemetar, karena ia harus menahan rasa deguban yang begitu memburu didalam dadanya untuk pertama kalinya.
Ia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya, namun ini datang begitu dengan cepat.
Rajendra hanya menghela nafasnya dengan berat. Jujur saja ia juga merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan oleh sang gadis. Namun ia berusaha untuk menyembunyikannya.
"Sudahlah, jangan difikirkan, ayo kita segera turun." Pria itu beranjak dari tempatnya dan berjalan dengan masih terdiam sepanjang perjalanan.
Sepertinya kejadian barusan membuat mereka harus saling sungkan, dan Wulan Ningrum mengekorinya dari arah belakang.
Sedangkan Turangga yang sudah berbuat dan menyebabkan tragedi tersebut masih berjingkrak-jingkrak karena sengat lebah yang tertinggal diujung hidungnya.
tp ini rajendra mah kok ya suka kali ngelitik si macan sih 🤔🤔
kk siti masih ada typo ya di atas hehehe
meski aq ratu typo sih 🤭🤭