Naora, seorang wanita yang dijadikan taruhan oleh suaminya yang sering menyiksanya selama dua tahun pernikahan. Ia dengan tega menyerahkan Naora pada lawannya yang seorang penguasa.
Damian, seorang Bos mafia yang kejam seketika menaruh rasa iba pada Naora saat melihat luka-luka di tubuh Naora.
Sikap Damian yang dingin dan menakutkan tidak ada ampun pada lawannya tapi tidak sedikitpun membuat Naora merasa takut. Hatinya sudah mati rasa. Ia tidak bisa merasakan sakit dan bahagia. Ia menjalani hidup hanya karena belum mati saja.
Namun tanpa diduga, hal itu malah membuat Damian tertarik dan ingin melepaskan Naora dari jerat masa lalunya yang menyakitkan.
Akankah Damian bisa melakukannya dan terjebak dalam rasa penasarannya ?
Minta dukungan yang banyak ya teman-teman 🫶 Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membeli Ponsel
Meskipun dalam hati Adelle penasaran dengan tujuan mereka saat ini tapi ia berusaha menyimpan pertanyaannya dalam hati.
Hingga tibalah mereka di pusat perbelanjaan yang terkenal besar.
Damian mengenakan masker hitam untuk mencegah seseorang mengenalinya. Ia juga memberikan satu pada Adelle agar Adelle ikut memakainya. Kemudian ia menggandeng tangan Adelle. Dan pengawalnya pun sudah menyebar agar tidak menarik perhatian.
Sepanjang perjalanan Damian hanya diam tidak mengeluarkan sepatah katapun. Demikian pula dengan Adelle.
Mereka berhenti di sebuah toko gawai yang sangat besar. Damian segera mengatakan ingin membeli ponsel keluaran terbaru beserta dengan nomornya.
Mata Adelle membulat begitu mendengar pelayan toko menyebutkan harganya. Dan tanpa berlama-lama Damian menyerahkan kartu sakti miliknya.
"Ini untukmu. Kau hanya boleh menyimpan nomorku saja". Kata Damian menyerahkan paperbag berisi ponsel baru.
Adelle menerimanya dan tidak menyangka rupanya ponsel seharga mobil itu akan diberikan padanya.
"Terima kasih, Tuan. Tapi kurasa ini terlalu mewah untukku". Bisik Adelle agar tidak di dengar orang lain.
"Memangnya uang siapa yang digunakan untuk membeli ponsel itu ?". Tanya Damian.
"Uangmu..." Cicit Naora.
"Kalau begitu tidak perlu berkomentar. Kalau tidak mau buang saja". Kata Damian segera meninggalkan Naora keluar dari toko.
Naora cepat-cepat menyusul Damian. Langkahnya begitu lebar sangat susah untuk mengikutinya. Apalagi Naora merasa jika Damian sedang marah padanya.
'Nanti aku tidak akan berkomentar apapun'. Tekad Naora dalam hati.
"Masuk sana. Beli apapun yang kau mau". Kata Damian menyuruh Naora masuk ke toko kosmetik.
Dengan malu-malu Naora segera masuk dan mengambil beberapa barang yang ia butuhkan. Ia membeli produk yang biasanya ia gunakan.
Setelah keranjangnya hampir penuh, Naora menghampiri Damian yang duduk di sofa dekat pintu masuk.
"Bayar dengan ini. Cepatlah". Kata Damian menyerahkan kartu hitamnya.
Naora menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau dianggap lancang karena menyentuh benda-benda milik Damian.
Setelah terjadi perdebatan kecil, akhirnya Damian mengalah dan membayar belanjaan Naora.
"Kau mau membeli apa lagi ?". Tanya Damian setelah keluar dari toko.
"Tidak ada. Bukankah di mansion kau sudah menyiapkan semuanya". Jawab Naora.
"Bukan aku. Tapi Lukas. Aku tidak ada waktu mengerjakan hal sepele seperti itu". Jawab Damian dan hanya dibalas anggukan kepala oleh Naora.
Saat melewati area bioskop, Naora melihat ada poster film yang sedang tayang. Sepertinya film itu bagus dan Naora tertarik ingin melihatnya lebih lama.
"Kau mau menonton film ?". Tanya Damian saat melihat Naora yang berdiri di depan bioskop.
"Apakah boleh ?" Tanya Naora dengan sedikit binar di wajahnya.
"Tentu saja tidak. Kau pikir aku seorang pengangguran yang hanya berdiam diri selama berjam-jam tidak melakukan apa-apa". Jawab Damian cepat yang seketika menyurutkan binar di wajah Naora.
'Seharusnya aku sudah tau'. Batin Naora.
Kemudian mereka hanya berputar-putar tanpa tujuan. Damian juga menggenggam tangan Naora kembali namun tidak ada obrolan apapun diantara keduanya.
'Katanya bukan pengangguran. Dari tadi hanya berputar-putar saja. Lebih baik kan kembali ke rumah dan beristirahat '. Gumam Naora. Sebenarnya ia ingin mengatakan isi hatinya. Tapi lagi-lagi ia tidak mau mendengar ucapan pahit dari Damian.
"Kalau kau tidak membeli apapun lebih baik kita kembali saja. Untuk apa berjalan kesana-kemari tapi tidak ada tujuan". Gerutu Damian.
"Baiklah". Jawab Naora merasa lega.
..
"Tuan, apa Nona Angel ..." Kata Naora saat dalam perjalanan pulang namun lebih dulu dipotong oleh Damian.
"Tunggu. Menurutmu aku ini siapa bagimu ?". Tanya Damian terdengar aneh.
"Suamiku ". Jawab Naora polos. Ada-ada saja pertanyaan pria ini. Pikir Naora.
"Benarkah ?". Damian memastikan.
"Tentu. Bukankah tadi pagi kau menunjukkan dokumen bahwa kita berdua adalah pasangan suami istri yang sah". Kata Naora bingung sendiri.
"Lalu kenapa kau masih memanggilku dengan sebutan Tuan. Apa ada seorang istri memanggil suaminya seperti itu". Gerutu Damian dengan suara yang agak keras.
Wajah Naora terlihat memerah. Entah karena malu atau menahan amarah.
"Pada Lukas saja kau bisa memanggil namanya. Lalu padaku yang sudah jelas adalah suamimu malah memanggilku Tuan. Sangat tidak adil kau itu". Lagi-lagi Damian menggerutu.
"Maafkan aku. Lain kali tidak begitu". Balas Naora mencoba mengalah.
"Kenapa harus menunggu lain kali. Tidak bisa memulai sekarang saja ?". Kata Damian dengan nada seperti merajuk. Naora bahkan menoleh dan memastikan apa benar pria yang bersamanya ini adalah Damian. Bos mafia yang ditakuti dan berhati dingin.
"Lalu aku harus memanggil apa ?". Naora memutuskan bertanya saja agar lebih aman.
"Tidak tau. Kau pikir sendiri". Kata Damian lalu menghadap ke depan fokus pada kemudinya dan membiarkan Naora berpikir sendiri.
Dari sudut matanya, Damian melihat Naora menarik nafas panjang. Dan itu sangat lucu bagi Damian. Ia senang saat Naora mengeluarkan emosinya. Tidak terus menerus memendamnya.
"Bagaimana jika aku langsung memanggil namamu ?". Tanya Naora meminta persetujuan. Damian menatap Naora dengan tajam.
"Kau benar-benar tidak memiliki rasa hormat padaku". Dan jawaban Damian lagi-lagi membuat Naora menghela nafas panjang.
"Bagaimana jika king. Aku begitu menghormatimu". Usul Naora lagi.
"Aku tau aku sangat berkuasa. Tapi kurasa itu panggilan kuno". Balas Damian.
Dan saat Naora hendak membuka mulutnya kembali, Damian segera menyelanya.
"Aku tidak suka dipanggil prince". Katanya dengan lirikan yang menjengkelkan.
Dan selanjutnya, Naora mengeluarkan semua ide panggilan di kepalanya. Ia tidak benar-benar berpikir pantas atau tidak. Ia hanya ingin mendengar Damian mengatakan iya tanpa berkomentar lagi.
"Itu terlalu umum..."
"Aku bukan lebah.."
"Tidak cocok.."
"Sudah banyak yang menggunakannya.."
"Lalu aku harus memanggilmu apa ? Kau selalu saja menyalahkan ku tapi tidak mau memberi solusi. Kalau kau ingin dipanggil dengan sebutan yang lain maka beritahu aku. Jujur aku tidak bisa membaca isi hatimu". Teriak Naora putus asa. Sedetik kemudian ia menoleh pada Damian dan segera menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangannya.
Matanya membola ketika menyadari apa yang baru saja diperbuatnya. Ia baru saja berteriak pada Damian ? Apa tidak membahayakan nyawanya ?
"Ya itu tadi. Boo juga tidak apa-apa". Balas Damian masih fokus ke depan. Seolah teriakan Naora baru saja tidak ada artinya.
Mendengar Damian ingin dipanggil 'Boo', Naora merasa lega dalam hati. Tapi ia juga merasa masih belum aman sebab perilakunya yang tadi.
'Aku aman kan ?'. Tanya nya pada dirinya sendiri sambil melirik Damian.
Damian hanya memasang wajah datar seperti biasanya dan tidak berubah sejak tadi.
"Tadi kau ingin bertanya apa tentang Kak Angel ?". Tanya Damian.
"Oh itu. Sudah lupakan saja. Aku juga lupa ingin mengatakan apa tadi". Jawab Naora asal. Sungguh untuk saat ini ia ingin tenang sejenak.
Damian hanya diam mendengar jawaban Naora. Sebenarnya ia ingin tertawa melihat betapa lucunya Naora saat marah tadi. Tapi tidak mungkin ia mengeluarkan tawa nya di depan Naora. Tidak untuk saat ini.
..
Damian ngeselin. Awas bucin loh😚