NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Dosen Killer

Istri Rahasia Dosen Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda / Hamil di luar nikah / Nikah Kontrak
Popularitas:53.5k
Nilai: 5
Nama Author: Qwan in

bercerita tentang seorang gadis buruk rupa bernama Nadia, ia seorang mahasiswi semester 4 berusia 20 tahun yang terlibat cinta satu malam dengan dosennya sendiri bernama Jonathan adhitama yang merupakan kekasih dari sang sahabat, karna kejadian itu Nadia dan Jonathan pun terpaksa melakukan pernikahan rahasia di karenakan Nadia yang tengah berbadan dua, bagaimana kelanjutan hidup Nadia, apakah ia akan berbahagia dengan pernikahan rahasia itu atau justru hidupnya akan semakin menderita,,??? jangan lupa membaca 🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qwan in, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31

Pagi datang tanpa suara. Langit masih abu-abu, seolah ikut menahan napas atas apa yang terjadi malam sebelumnya. Rumah itu tetap sunyi. Tidak ada percakapan di meja makan. Tidak ada derit kursi atau denting sendok yang biasa menyambut pagi.

Nadia terbangun lebih awal dari biasanya. Matahari bahkan belum sepenuhnya menampakkan diri, hanya cahaya samar menyelinap melalui celah tirai kamarnya. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi lantai dengan mata sayu namun penuh tekad.

Hari ini… ia tidak ingin melihat Jonathan.

Dengan gerakan perlahan namun pasti, Nadia bersiap. Mandi sebentar, mengenakan pakaian kuliah, lalu mengambil tasnya tanpa suara. Ia membuka pintu kamar pelan-pelan, memastikan tak ada suara dari ruang tamu.

Ruang itu masih gelap. Tapi dari sudut mata, ia melihat sosok Jonathan yang tertidur di sofa dengan posisi tak nyaman, tubuh membungkuk, dan selimut tipis masih menutupi sebagian tubuhnya.

Nadia berhenti sejenak. Ada sesuatu dalam dirinya yang ingin mendekat, ingin menyelimuti pria itu lebih baik, ingin membangunkannya dan bertanya, “Kenapa kamu masih di sini?”

Tapi luka semalam belum kering. Dan kebaikan hati kadang harus tahu waktu.

Ia melangkah pelan melewati ruang tamu, membuka pintu utama, dan menghilang dalam udara pagi yang dingin.

 

Di kampus.

Jam masih menunjukkan pukul 06.40 ketika Nadia sampai di halaman fakultas. Belum banyak mahasiswa yang datang. Ia memilih duduk di bangku taman dekat kantin kecil yang belum buka, merapatkan jaketnya sambil memandangi embun di ujung daun.

Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar dari arah gerbang. Sosok tinggi dengan ransel menyamping dan hoodie abu-abu muncul dari balik sudut. Kevin.

Ia melirik sekilas ke arah Nadia, lalu tersenyum kecil sebelum berjalan mendekat.

“Hai,” sapanya ringan.

Nadia menoleh, sedikit terkejut, namun tersenyum samar.

“Pagi, Kak Kevin. Tumben sepagi ini?”

Kevin duduk di bangku yang sama, menyandarkan tubuhnya santai.

“Harusnya aku yang tanya begitu. Kamu biasanya datang pas jam mepet kelas, kan?”

Nadia menatap ke depan, menghindari tatapan langsung.

“Nggak bisa tidur, jadi sekalian aja datang lebih awal.”

Kevin mengangguk pelan.

“Sama. Aku juga nggak tidur semalaman.”

Ada jeda canggung. Keduanya diam, hanya suara burung dan hembusan angin pagi yang menemani.

Setelah beberapa detik, Kevin berbicara lagi.

“Semalam dia tetap di rumahmu, ya?” tanyanya hati-hati, tidak menatap langsung, tapi ekspresinya serius.

Nadia mengangguk pelan. “Dia nggak pulang. Tapi aku juga nggak bicara apa-apa. Nggak bisa.”

Kevin menarik napas dalam.

“Dia nyesel, Nad. Aku tahu itu.”

“Aku tahu,” jawab Nadia singkat.

“Tapi tahu seseorang menyesal… nggak selalu cukup buat menyembuhkan.”

Kevin menoleh menatap wajahnya. “Kamu marah?”

Nadia menoleh balik.

“Aku kecewa. Dan capek. Bukan cuma karena satu kejadian itu… tapi semua yang ditahan selama ini. Semua luka yang aku telan sendiri. Dan dia baru sadar setelah semuanya terlambat.”

Kevin menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk.

“Kamu berhak merasa begitu. Aku cuma... nggak suka lihat kamu kayak gini.”

Nadia tersenyum kecil.

“Aku juga nggak suka. Tapi kadang hidup nggak peduli kita suka atau enggak, ya?”

Kevin tertawa pelan.

“Iya juga, sih. Tapi setidaknya kamu punya teman yang bisa dengerin.”

“Termasuk teman yang suka datang pagi-pagi cuma buat basa-basi?” goda Nadia, nada suaranya mulai hangat.

Kevin mengangkat tangan, pura-pura membela diri. “Hei, aku tulus, tahu! Walau kamu nggak jawab chat, aku tetap muncul kayak tokoh figuran yang setia.”

Nadia tertawa kecil, suara yang sudah lama tak terdengar dari bibirnya.

“Maaf, aku cuma... belum sanggup cerita apa-apa lewat tulisan.”

“Ngerti,” Kevin mengangguk.

“Kadang yang kita butuhin cuma seseorang yang duduk di sebelah kita tanpa nanya terlalu banyak.”

Dan mereka pun diam, tapi tidak lagi canggung. Kevin memandangi langit yang perlahan cerah, sementara Nadia menatap rerumputan yang basah oleh embun. Dalam keheningan itu, ada rasa aman yang sederhana namun berarti.

Kevin melirik jam tangannya.

“Kelasmu jam tujuh, kan? Mau bareng ke lantai dua?”

Nadia mengangguk pelan. “Boleh.”

Mereka berdiri bersamaan. Kali ini, langkah Nadia terasa sedikit lebih ringan. Mungkin bukan karena masalahnya selesai. Tapi karena ia tahu. ada orang yang bersedia menemaninya berjalan.

Langit telah berubah menjadi biru pucat saat Nadia dan Kevin berjalan berdampingan menuju gedung fakultas. Langkah mereka santai, dan tawa kecil Nadia. yang sudah lama tak terdengar. akhirnya muncul kembali, meski hanya sebentar. Namun dari kejauhan, sosok lain berdiri di balik bayang gedung parkir. Jonathan.

Matanya menatap tajam ke arah mereka. Dadanya bergetar hebat, bukan hanya karena luka semalam yang masih membekas, tapi karena api cemburu yang tak lagi bisa ia redam. Terutama saat melihat Kevin tertawa kecil sambil merapikan rambut Nadia yang tertiup angin. begitu lembut, begitu intim.

Sesuatu dalam diri Jonathan runtuh.

"NADIA!" serunya lantang.

Langkah Nadia terhenti. Ia menoleh, matanya membelalak melihat sosok suaminya berdiri tak jauh dari mereka, wajahnya merah padam dan rahangnya mengeras.

Kevin pun menoleh.

“abang.?”

Dengan langkah cepat dan tatapan menusuk, Jonathan menghampiri mereka. Tanpa sepatah kata, ia langsung meraih pergelangan tangan Nadia, menariknya dengan kasar.

“pak Nathan! Sakit!” seru Nadia, mencoba melepaskan diri.

“Hei!” Kevin maju dan memegang lengan kakaknya.

“Lo ngapain narik dia gitu?!”

“ apa yang kalian lakukan. Bermesraan di depan umum. Dengan istri kakakmu sendiri.!” sembur Jonathan dengan suara bergetar oleh amarah.

Kevin tidak menghindar. “Gue nggak ngelakuin apa-apa yang salah, bang. Gue cuma..”

“Cuma apa? Cuma ngelihatin istri kakak lo sendiri dengan pandangan penuh nafsu?!” suara Jonathan meninggi.

“Lo pikir gue buta, hah?! Lo pikir gue nggak ngerti maksud lo deketin dia terus-terusan?!”

“ gue cinta sama dia! jauh sebelum Lo kenal Nadia. Dan Lo tau itu kan!” balas Kevin, suaranya juga meninggi.

“Gue suaminya!” bentak Jonathan.

“Dan lo adik gue! Lo nggak seharusnya deketin dia sampai segitunya! Lo keterlaluan, Kev!”

Kevin mengepalkan tangannya, mencoba menahan diri.

“Lo emang suaminya. tapi bukan berarti Lo bebas nyakitin Nadia.!”

Nadia berdiri di antara mereka, wajahnya tegang dan lelah.

“Cukup!” serunya akhirnya.

“Kalian berdua nggak sadar kalian bukan anak kecil lagi?!”

Tapi Jonathan sudah terlalu kalap. Ia menarik Nadia lebih kuat, membawanya menuju mobil yang diparkir tak jauh.

“Kita pulang. Sekarang.”

Kevin mencoba menghentikan, tapi Nadia menahan lengannya.

“Biar aku yang urus ini.”

...

Di dalam mobil.

Suasana di dalam mobil mencekam. Hanya suara mesin yang terdengar. Jonathan menggenggam setir erat, sementara Nadia menatap jendela dengan tatapan kosong.

“Aku tahu Kevin suka sama kamu,” ujar Jonathan pelan, namun suaranya tajam seperti pisau.

“Dan yang bikin aku muak... Kamu biarin itu terjadi di depan mataku sendiri.”

Nadia menoleh, matanya memerah.

" Apa perduli mu,"

Jonathan menoleh sekilas, rahangnya mengeras.

“Apa maksudmu, apa peduliku? Aku suamimu, Nadia. Kamu mengandung anakku. Aku punya hak!”

" Punya hak, untuk membiarkan ku di hina oleh orang tuamu. Dan kau menikmati itu. Seakan itu adalah tontonan yang menarik untuk di lihat!" Ucap Nadia, matanya mulai memerah karena emosi.

" Aku tau, kita menikah bukan karena cinta.! Tapi tidak bisa kah kau membela ku sedikit saja," ucapnya lagi.

Jonathan terdiam. Tangan yang menggenggam setir mulai gemetar. Kata-kata Nadia menamparnya lebih keras daripada pukulan mana pun. Ia membuka mulut, hendak bicara, tapi tak ada suara yang keluar. Nadia menatapnya, luka yang terpendam terlalu lama kini meledak dalam satu tarikan napas.

“Aku bertahan karena aku pikir… suatu saat kamu akan belajar untuk peduli. Tapi yang kamu lakukan cuma diam. Kamu membiarkan mereka merendahkanku, memperlakukanku seperti sampah.”

Jonathan memukul setir, frustasi.

“Aku nggak tahu harus ngapain saat itu, Nad! Mereka orangtuaku.”

" Sudahlah! Tidak perlu memperpanjang masalah. Toh. Setelah anak ini lahir nanti, kita juga akan bercerai. Sesuai dengan isi kontrak itu," ucap Nadia. Dan itu justru membuat emosi Jonathan meluap-luap. Cerai. Kata-kata itu seakan membakar isi kepalanya.

Jonathan menekan pedal gas lebih dalam, membuat mobil melaju lebih cepat dari biasanya. Angin dari luar terdengar kencang menerpa kaca, dan Nadia mencengkeram bagian bawah perutnya, wajahnya mulai pucat.

“pak Nathan… pelan sedikit,” ucap Nadia lirih, tangan nya mengenggam sabuk pengaman dengan erat. Tapi pria itu tidak menjawab. Matanya tajam menatap jalan, rahangnya mengeras, dan seluruh tubuhnya menegang karena amarah yang mendidih.

Mobil berhenti dengan hentakan kasar di parkiran apartemen. Jonathan keluar terlebih dahulu, membanting pintu mobil keras-keras, lalu memutar ke sisi lain untuk membuka pintu Nadia.

“Turun!” perintahnya dengan suara rendah tapi dingin.

Nadia berusaha bangkit, tapi gerakannya lambat. Tangannya refleks menahan perut bagian bawah yang mulai nyeri.

“Aku... sakit, perutku…” bisiknya, tapi Jonathan tidak mendengar atau memilih untuk tidak peduli. Ia menggenggam pergelangan tangannya dan menarik dengan kasar.

“Aku bilang turun!”

“Jangan tarik aku seperti itu…!” rintih Nadia, tapi tangan Jonathan sudah menggenggam erat, menyeretnya menuju lift.

Langkah-langkah mereka terburu-buru, tanpa sepatah kata. Saat lift tiba di lantai unit mereka, Jonathan kembali menarik tangannya, membuka pintu apartemen dengan kasar, dan mendorong Nadia masuk.

“pak Nathan, tolong...” suara Nadia terputus oleh suara pintu yang dibanting keras.

Jonathan berdiri di ambang pintu, matanya merah, napasnya terengah-engah seperti menahan badai dari dalam dirinya. Nadia bersandar pada dinding, tubuhnya lemah, satu tangan menekan perut yang mulai terasa nyeri hebat.

“Kau pikir aku bisa tetap diam setelah mendengar kau bicara soal cerai dengan enteng seperti itu?!” teriak Jonathan, suaranya nyaris seperti geraman.

“Sudah cukup! Aku capek!” balas Nadia, air mata mulai mengalir tanpa bisa dibendung. “Aku nggak bisa terus-terusan begini! Kamu nggak pernah benar-benar melihatku, mencintaiku, atau bahkan memedulikanku!”

“Aku memedulikanmu!” bentaknya lagi, melangkah maju.

“Aku hanya... aku hanya nggak tahu caranya! Tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya bicara soal cerai! Seakan aku ini nggak punya perasaan!”

“Lalu apa? Kau mau aku diam terus? Menahan semua sakit ini demi mempertahankan pernikahan yang bahkan sejak awal cuma formalitas?!”

Jonathan menunduk, mencengkeram rambutnya dengan kedua tangan, tubuhnya gemetar.

“Jangan bilang kata itu lagi… tolong jangan bilang kita akan cerai,” ucapnya, suaranya mulai melemah. Tapi sudah terlambat.

Nadia memejamkan mata, menahan sakit di perutnya, lalu jatuh terduduk perlahan di lantai.

“pak Nathan… aku sakit…” suaranya kecil dan gemetar.

Pria itu menoleh, baru menyadari wajah Nadia yang pucat dan tubuhnya yang mulai berkeringat dingin. Napasnya tercekat.

“Nadia?”

“Perutku… sakit sekali…”

Barulah Jonathan terbangun dari amarahnya. Matanya membelalak, tubuhnya langsung bergerak menghampiri Nadia dan berlutut.

“Nad… Tuhan… kamu kenapa?!”

“Aku nggak tahu… dari tadi sudah kerasa, tapi kamu.”

“Shhh! Maaf… maaf… Astaga, tunggu, aku bawa kamu ke rumah sakit!”

Jonathan bangkit dengan panik, berusaha mengangkat tubuh Nadia dengan hati-hati, panik dan takut kini menggantikan amarah di wajahnya.

1
Bunda Dzi'3
Thor berharap Up lagi sperti kmren 2 Bab updatenya
Ma Em
Jonathan beruntung sekali beristrikan Nadia meskipun Jonathan dlm keadaan yg hancur dan tdk bisa berbuat apapa tapi Nadia tetap setia menemani Jonathan dan memberikan support agar Jonathan semangat dlm menjalani pengobatannya , Bu Lidya menantu yg dulu Bu Lidya sering dihina dan selalu direndahkan itu malah jadi menantu yg terbaik yg mau mendampingi Jonathan meskipun dlm keadaan cacat .
Bunda Dzi'3
achhhhh Thor kerennn bngt alur ceritanya dari Awal sampai bab ini the best ...mewekkkkkkkkkkkk😭😭😭😭😭
Bunda Dzi'3: sami2🥰
total 2 replies
Deliz Diaz Dla FM B
Lanjutannnnnnn
Bunda Dzi'3
sembuhhhhh jooo....smngtss demi kebahagiaan anak istri&klurgamu jooo
Bunda Dzi'3
astaghfirullah 😭 Bella kasian bngt hdupnya punya BPK bejatttt
Bunda Dzi'3
apa itu ayahnya Bella?
sutiasih kasih
sp kah pnguntit bella??
sutiasih kasih
semangat dunk jo.... jgnkm patahkn hati nadia... yg slm ini setia mnantimu...
Deliz Diaz Dla FM B
Lanjutannnnnnn
Bunda Dzi'3
yakin inimahh pasti Kevin balik lagi kerumahnya Gak akan tinggal di Apartemen lagi klu dirmhnga udh ada Bella+sebelahan lagi kamarnya...Bella pasti kuliah(lngsung kerja aja jdi sekretaris Kevin aja...
Samsiah Yuliana: lanjutkan lagi cerita Thor 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
total 1 replies
Bunda Dzi'3
syukurlah Bella disaat kmu sperti ini mm Kevin udh sadar ga sombong N angkuh lagi ..nanti kmu sma Nadia jdi anak mantu yg di syang mertu Klian
Bunda Dzi'3
sebenernya aku tuh berharap nene'nya di selamatkan warga...sblm meninggal nene Ina nitipin Bella ke Kevin(Sruh menikahlah sma Kevin)pasti kan Bella mau ikut Kevin stelah permintaan terakhir Nene Ina sblm meninggal...Berharapnya sperti itu🙏🙏🙏
Bunda Dzi'3
Bella meskipun gda yg bisa gantiin Nene Ina...kmu jgn nyerahhh untuk hdup...ada sosok yg butuh kmu juga bell...Kevin udh ada rasa nyaman ..klu kmu putus asa ..nanti Kevin beneran bisa gila slalu gagal hdup bersama orang yg di cintainya
Bunda Dzi'3
Nene Ina dlm menghadapi maut aja ttp tersenyum..kasian bngt Bella hancur...

salut sma Thor pinter bngt. di buat kbakaran jdi Bella gda tempat tinggal lgi klu kebakran...
gda alasan Ntuk Bella bertahan di gubuknya...

Kevin pasti bwa Bella ke kota🥰
sutiasih kasih
ya Tuhan.... tragis khidupan bella...
smoga kelak Tuhan mmngganti brkali lipat bahagia untukmu bella... atas smua luka dan duka yg km rsakn slm ini...
Samsiah Yuliana
lanjut lagi cerita Thor,,, lanjut ceritanya Kevin sama Bella 🥰🙏🏻
Bunda Dzi'3
kevinnnnn....bhgiain Bella yaaa ....bukan hnya balas Budi tapi karna emang bnr2 nyaman&syang akhirnya Klian bisa hdup bhgia
sutiasih kasih
smoga kalian brjodoh....
Bunda Dzi'3
ada ABG lagi Puber...Kevin LBH tua brpaa tahun dari Bella thor?Nadia juga jaraknya Jauh ya sma Jonathan...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!