Malam tragis, telah merenggut masa depan Zoya. Menyisakan trauma mendalam, yang memisahkannya dari keluarga dan cinta.
Zoya, mengasingkan diri yang kembali dengan dua anak kembarnya, anak rahasia yang belum terungkap siapa ayahnya. Namun, siapa sangka mereka di pertemukan dengan sosok pria yang di yakini ayah mereka?
Siapakah ayah mereka?
Akankah pria itu mengakuinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Duka
Zoya, terdiam dalam waktu yang cukup lama, memandang rumah besar dibalik pagar tinggi yang ada di hadapannya. Tidak pernah terbayangkan olehnya akan kembali menginjakkan kaki di rumah itu setelah 8 tahun lamanya,
Angin malam yang dingin mewakili kebimbangannya, langkahnya seakan menahan untuk tidak melanjutkan, tetapi beda dengan hatinya yang semakin ingin masuk menemui sang ayah yang sudah lama ia rindukan.
Helaan nafas berat mengawali langkah Zoya, yang sedikit maju mendekati pagar pembatas. Seorang security yang mengenalnya langsung berlari memasuki rumah menemui tuannya.
Omar dan Laras menghentikan perdebatan mereka tentang si kembar, yang langsung keluar dari kamar menemui pak security yang memanggilnya.
“Ada apa?” Rasa kesal Laras belum hilang, sampai bertanya pada security itu dengan nada ketus.
“Pak Omar, maaf mengganggu di luar ada ….”
“Ada, apa?”
“Ada Non, Zoya Pak.”
Omar terkesiap, sedangkan Laras terbelalak. Secepat ini … Laras pikir Zoya tidak akan berani datang apalagi sampai memperlihatkan wajahnya lagi. Namun, demi kedua anaknya yang ada di dalam membuat langkah Zoya berani menampakkan diri setelah delapan tahun lamanya.
“Pa, Papa!” teriak Laras mengejar langkah suaminya yang menuruni tangga untuk menemui putrinya.
“Papa, sebentar. Siapa yang memberitahukan Zoya anaknya ada di sini? Papa harus ingat perkataan Mama, jangan pernah menerima Zoya kembali.”
Omar seolah tidak peduli yang mempercepat langkahnya agar bisa menemui Zoya. Dia pun tidak tahu siapa yang memberitahukan Zoya jika kedua anaknya ada di rumahnya. Omar terpaku, menatap putrinya dengan penampilan yang berbeda. Sementara Laras dia menatapnya sinis. Bersamaan dengan itu sebuah mobil memasuki pekarangan rumah Omar, seketika berhenti di belakang Zoya. Detik demikian Mika turun dari mobil itu.
“Zoya ….”
“Ayah ….”
“Zoya, putriku.”
Omar, melangkah mendekati Zoya, lantas memeluknya. Tangisannya pecah seakan menyesali masa lalu. Zoya, hanya diam tapi sepasang matanya tidak mampu membendung air mata. Setelah dibuang dan tidak bertemu selama 8 tahun, Zoya pikir sang Ayah tidak akan merindukannya, tetapi dugaannya salah Omar, semakin terisak yang memeluknya erat.
****
Berbeda dengan Omar, yang bahagia berkata pertemuan dengan putrinya. Teddy, dia mendapatkan kabar duka dari Neferal, negara di mana tempat Ardian menjalankan tugasnya.
Semua keluarganya terdiam, ketika Candra memberitahukan jika Ardian, gugur di medan perang. Tidak, ada yang tahu apa Ardian selamat atau tidak tetapi jika menurut saksi, Ardian berada di tempat kejadian saat ledakan terjadi.
Isakan laksmi tertahan, bersama air mata yang menetes. Sedangkan, Teddy, dia hanya diam tanpa ekspresi, sudah aturan bagi keluarga mereka untuk tidak menangis apalagi sampai teriak jika dilanda duka.
Semenjak dirinya menjadi angkatan militer, Teddy, mengajarkan pada keluarganya, untuk tetap tegar dan kuat dan jangan menangis. Memiliki pekerjaan yang mulia, membuatnya harus kuat dan siap jika hal buruk terjadi.
“Ayah, apa sebaiknya kita mencari tahu dulu? Mungkin saja Ardian, selamat,” ujar Arga, membuka keheningan.
Teddy, menghela nafas, lantas melirik putra pertamanya. “Tidak ada yang perlu ditunggu. Kamu tidak akan tahu seperti apa berada di medan perang.”
Arga, yang merasa tersindir langsung terdiam. Ini yang Arga, tidak suka dari ayahnya yang selalu merendahkannya. Ardianlah anak yang selalu dibanggakan, dan selalu diperhatikan hanya karena Ardian yang mengikuti jejaknya menjadi angkatan militer, bahkan Ardian bisa mencapai jabatan Letkol, dalam waktu yang singkat.
“Sial, disaat dia tiada masih menjadi kebanggaan Ayah,” lirih Arga kesal, lalu beranjak dari kursinya. Akan tetapi, langkahnya yang ingin pergi terhenti oleh kehadiran Lusi.
“Apa benar, Ardian meninggal?”
Benar saja, kabar itu sudah sampai ke keluarga Maheswara. Laksmi, menunduk sedih, sedangkan Teddy dia hanya mengangguk. Jawaban, dari mereka membuat tubuh Lusi lemas, baru saja merencanakan pernikahan, Ardian sudah dikabarkan meninggal.
“Aku akan pergi ke Neferal, aku ingin memastikan kabar ini. Ardian, pasti masih hidup dia belum meninggal.”
“Lusi,” panggil Laksmi, dengan lirih. Wanita itu beranjak dari kursinya, melangkah mendekati Lusi lalu memeluk gadis itu, dengan tulus Laksmi menepuk pelan punggung Lusi.
“Hal ini sudah biasa terjadi, bagi kami yang memang keluarga militer. Dan kami harus kuat dan tegar ketika kabar ini sudah didengar. Tante, juga ingin menyangkalnya tetapi … sangat mustahil seseorang akan selamat saat terkena ledakan bom.”
Tangisan Lusi pecah, setelah mendengar wejangan dari Laksmi.
Sementara, di tempat lain, Zoya, tengah bahagia yang bertemu dengan kedua anaknya, walau harus dengan susah payah memasuki rumah lamanya. Tatapan sinis, dan sikap tidak suka dari Laras, membuatnya risih. Namun, Zoya tidak bisa pergi tanpa Zayden dan Zayda.
“Mama, kenapa Mama tidak bilang jika kakek kita itu orang besar. Dia sangat kaya, bahkan dia seorang menteri. Kalau begini aku bisa membanggakan kakek di depan Alea.”
“Betul, Zayda. Alea tidak akan merendahkan kita lagi, apalagi kedudukan kakek kita yang tidak lama lagi akan menjadi pemimpin daerah,” sambung Zayden.
“Dari mana kalian tahu, jika Kakek akan menjadi pemimpin daerah?”
“tadi, aku mendengar pembicaraan kakek Omar dengan nenek sihir.”
“Nenek sihir?” tanya Zoya, menatap heran putranya.
“Itu Mama, wanita yang selalu bersama kakek,” jelas Zayden.
Mata Zoya terbelalak seketika, bibirnya mengerut menahan tawa. Entah, kenapa hatinya mendadak riang setelah mendengar Zayden mengatai ibu tirinya.
“Hust … anak-anak tidak boleh mengatainya. Dia bukan nenek sihir tetapi, nenek kalian.”
“Apa!” teriak kedua anaknya.
“No, Mama. Aku tidak mau punya nenek seperti itu.”
“Ya, aku juga.”
“Tapi bagaimanapun dia nenek kalian, tetap hormatilah dia.”
Ekspresi Zayda dan Zayden berubah murung, dengan bibir yang monyong keduanya menganggukkan kepala. Bagaimanapun juga mereka tetap diajarkan untuk menghormati orang tua, baik mereka orang jahat.
Sementara di dapur, anak dan ibu sedang mendiskusikan sesuatu.
“Mika, sayang ….”
“Mama, Mika tidak mau ada Zoya di sini. Kenapa dia harus kembali?”
“Kenapa, sayang? Apa kamu takut Zoya kembali dengan Radit. Kamu dan Radit sudah menikah, bahkan kalian sudah memiliki Alea sekarang, apa yang harus kamu takutkan.”
“Bagaimanapun juga Mas Radit dan Zoya, pernah bersama.”
“Itu masa lalu. Mereka tidak akan bersama lagi, percaya itu sama Mama.” Kata Laras, sambil menggenggam tangan Mika.
Hati Mika menjadi gelisah, dia tidak akan tenang selama Zoya, ada di sana. Mungkin dunia mengetahui status hubungannya dengan Radit, yang dikarunia seorang putri yang cantik. Namun, mereka tidak tahu seperti apa kehidupannya yang sebenarnya.
“Mika, percaya sama Mama. Tapi … Mika mohon, cari cara supaya Zoya, pergi lagi Mama.”
“Jangan khawatir sayang, Mama akan lakukan apapun untuk kebahagiaanmu.” Janji Laras, kepada putrinya.
Seperti delapan tahun yang lalu, dia berhasil menjauhkan Zoya, sampai diusir dari rumahnya. Entah, cara apa yang akan dia lakukan untuk saat ini.
Di dalam kamar, Zoya masih terus membujuk kedua anaknya supaya mereka mau dibawa pulang. Akan tetapi, Zayda tidak mau pulang yang ingin tetap berada di sana dengan dalih, dia tidak ada teman dan tidak ada yang mengurusnya.
Tetapi tidak dengan Zayden, yang hanya diam seolah sedang merasakan sesuatu yang buruk telah terjadi.
“Mama, apa ada kabar dari Om Letnan? Kenapa dia tidak menjemput ku, kata paman Candra, Om Letnan sedang ada urusan.”
“Zayden, sudah Mama bilang, jangan selalu merepotkan Om Letnan. Kenapa kamu selalu saja memintanya untuk menjemputmu, dan sekarang kamu berada di sini, apa kalian tidak mengerti sekhawatir apa Mama.”
“Zayden, serius Mama,” ucap Zayden, menggenggam tangan ibunya.
Zoya, terdiam ketika melihat tatapan sendu dari putranya. Apa ini yang disebut hubungan anak dan ayah, mereka selalu terikat, baik dalam perasaan buruk atau baik.
“Zayden ….” ucapan Zoya, terhenti ketika harus menjawab panggilan yang masuk pada ponselnya.
Nama, Liodra yang tertera mengharuskannya untuk menjawab.
“Uti Liodra, telepon. Apa kalian ingin bicara dengannya?” Kata Zoya sambil menggoyangkan ponselnya.
Tentu, saja reaksi si kembar sangat antusias yang bersorak ria tidak sabar ingin mendengar suara Liodra.
“Kalian diam dulu, jangan berisik. Mama jawab teleponnya sekarang.”
Zoya, langsung me-loudspeaker panggilan itu, biar Zayden dan Zayda bisa mendengarnya. Namun, ucapan Liodra malah membuat mereka tercengang.
“Assalamu’alaikum Liodra.”
“Zoya, apa kamu tahu jika Letnan Ardian, gugur dalam perang!”
Zoya, tertegun. Handphone terjatuh begitu saja dari tangannya. Sementara, Zayden dan Zayda menatap ibunya dengan heran.
“Mama, kenapa menjatuhkan handphonenya?” tanya Zayda.
Zayden, langsung mengambil handphonenya lalu bertanya kepada Liodra di ujung sana. “Uti, apa itu gugur dalam perang?”
Ya Allah, semoga kembar gak akan kenapa-napa...
up LG nnti thor
Pak Letnan, yang pintar kenapa sih gak liat itu anak-anak ada kemiripan gak sama dia, dan tas DNA. Apalagi punya rumah sakit sendiri... Gereget aku...