NovelToon NovelToon
HUJAN DI REL KERETA

HUJAN DI REL KERETA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Romantis
Popularitas:856
Nilai: 5
Nama Author: Toekidjo

Hujan..
Semua pasti pernah mengalaminya..

Ada banyak cerita dibalik hujan, ada cerita bahagia dan tidak sedikit juga yang menggambarkan hujan sebagai cerita sedih..


Hujan..
Yang pasti adalah sesuatu yang menyebalkan..


Tapi arti sesungguhnya dari hujan adalah anugerah TUHAN


HUJAN DI REL KERETA ini adalah sebagian kecil cerita dari yang terjadi dibalik hujan..


Hujan yang awalnya membawa bahagia…
Tapi hujan juga yang merenggut kebahagiaan itu..

Akankah hujan mengembalikan kebahagiaan yang pernah direnggutnya?


Sebuah kisah sederhana, berlatar belakang di sebuah desa terpencil, dengan kehidupan pedesaan pada umumnya.


Semoga bisa menambah pengalaman membaca dan menemani waktu teman-teman semua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Toekidjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dibawah Bintang

Waktu terus berjalan, petang sudah berganti malam. Langit yang semula temaram kini menjadi gulita.

Tidak lagi terlihat pohon-pohon, tidak lagi terlihat bukit-bukit, berganti gelapnya malam.

Eris yang melihat Fatia yang belum menyadari hal itu, mencoba mengalihkan perhatian dengan mengajaknya berbicara.

Menyusun trik sedemikian rupa agar arah pandangan Fatia tidak ke arah lembah, Eris masih memerlukan beberapa waktu untuk menciptakan momen tersebut.

“Tunggu sebentar lagi” ucap Eris dalam hati.

“Fatia, bagaimana makananya, enak tidak” tanya Eris

“Enak kok, dagingnya empuk, bumbunya juga pas” jawab Fatia sembari mengusap mulutnya dengan tisu

“Apakah kamu masih ingat aku pernah berjanji untuk mengantarmu ke tempat-tempat indah” tanya Eris 

“Iya, aku ingat” jawab Fatia

“Malam ini, aku akan menambahkan satu tempat lagi” ucap Eris 

“Dimana?” Ucap Fatia seakan ingin menoleh ke kanan dan kekiri tapi Eris menghentikannya dengan cara menutup matanya.

“Tunggu, tutup matamu, mari kita berdiri” ucap Eris sembari tetap menutup mata Fatia dengan telapak tanganya.

Kemudian menuntun Fatia keluar dari dalam gazebo berjalan ke tepi lereng bukit.

Dalam pikiran Fatia "apa mungkin tempat ini. Tadi pas datang kan aku sudah melihat semuanya tidak ada yang istimewa sepertinya” ucapnya dalam hati

“Sekarang buka matamu” ucap Eris berbisik dengan bibirnya menempel didaun telinga Fatia

Dengan perlahan Fatia membuka matanya, sebuah pemandangan kota dimalam hari dari atas bukit. 

Kerlap-kerlip lampu dari kejauhan, membentuk bentuk tertentu layaknya ratusan bahkan jutaan kunang-kunang berkumpul menjadi satu. 

Ada yang terpisah membentuk garis-garis lurus kekanan dan ke kekiri bahkan kesegala arah. Ada juga yang terpisah jauh dan terlihat berkedip.

Fatia mendongakkan wajahnya keatas langit, terlihat jutaan bahkan trilyunan bintang bertebaran tidak beraturan.

Ada beberapa yang membentuk pola, terlihat terang diatas langit malam.

Langit terasa begitu dekat, seolah dapat digapai dengan tangan. Ujungnya membulat seolah bertemu dengan bumi diujung tepinya.

Untuk kedua kalinya Fatia tidak dapat menahan air mata menetes di pipinya.

“Eris, kamu… “ Fatia tidak dapat melanjutkan kata-katanya, hanya mampu membenamkan wajahnya dalam dekapan dada Eris yang berdiri di hadapannya.

“kamu ingin bilang, ini sangat indah bukan” ucap Eris

Dengan tetap mendekap erat wajah Fatia di dadanya, sesekali mengelus rambutnya

“Aku juga pernah merasakannya apa yang kamu rasakan saat ini, dulu jauh sebelum hari ini. Dan seketika itu aku berjanji pada diriku sendiri. Jika nanti aku punya kekasih, aku akan membawanya ke tempat ini” ucap Eris melanjutkan

“Hari ini, janjiku hari itu sudah terpenuhi” lagi Eris berkata sambil mengecup kening Fatia

Dengan mendongakkan wajah, Fatia menatap Eris dengan penuh bahagia. 

“Terima kasih, telah membawaku ke tempat ini” jawab Fatia

Keduanya saling menatap dan tersenyum dan tanpa sadar wajah mereka saling mendekat, gejolak yang sama-sama mereka rasakan membawanya pada posisi tersebut. 

Dimana langit penuh bintang seakan menjadi saksi, angin yang berhembus seakan berlari karena iri.

Disaat kedua bibir saling bertemu, saling pagut, saling bergelut, desahan nafas seakan menjadi satu, dalam buaian gairah biru

Aliran darah seakan mendidih di setiap nadi

Jantung berdetak tak terkendali

Hirup dan hembus nafas saling buru untuk berganti

“Eris, aku sangat mencintaimu” satu kalimat dari Fatia yang menandai berakhirnya momen tersebut

“Iya, aku juga sangat mencintaimu” jawab Eris

Keduanya kembali berpelukan, kemudian berjalan masuk ke dalam gazebo.

Mereka duduk di tepian gazebo, kemudian kembali memandangi lembah dimana lampu kota tampak begitu indah

“Kamu lihat yang disana, lampu yang membentuk garis lurus, itu ada jalan raya yang kita lewati saat berangkat” ucap Eris sambil menunjuk ke arah yang dimaksudkan

“Benarkah? Kalau dilihat dari atas ternyata seperti itu bentuknya” jawab Fatia

“Kalau rumah kita kelihatan gak dari sini” tanya Fatia

“Pastinya enggak, karena letaknya disana ada dibukit-bukit itu” jawab Eris sembari menunjuk ke sebuah arah

“Eriiiss… , aku manggilnya sayang atau nama kamu aja ya” tanya Fatia dengan ekspresi manja sambil menyandarkan kepalanya di lengan Eris

“Emmm.. harusnya sayang, tapi takutnya ntar keceplosan saat didepan umum atau di kerjaan. Bisa repot nanti” jawab Eris

“Setelah menikah nanti, baru deh kita bebas manggil sayang” ucap Eris menambahkan

“Emangnya kamu mau menikah sama aku?” Tanya Fatia

“Kebalik, yang nanya gitu harusnya aku” jawab Eris

“Aku mau, kapan kita nikahnya” tanya Fatia bersemangat

“Nih, denger baik-baik ya tuan putri.. menikah itu bukan perkara gampang, kayak pengen beli baju trus datang ke toko pilih-pilih cocok trus bayar. Menikah itu bukan cuman menyatukan dua insan, juga menyatukan dua hati, satu lagi menyatukan dua keluarga. Diantara ketiganya ada satu saja yang tidak terpenuhi maka pernikahan itu akan berjalan tidak seimbang. Jika dilanjutkan biasanya goyah dan hancur ditengah jalan” Eris menceramahi Fatia dengan panjang lebar

“Iya pak guru” jawab Fatia

“Eh, bener loh. Udah banyak contohnya kan” jawab Eris

“Aku gak pengen pernikahanku seperti itu, aku akan berusaha sebisaku agar semua syarat terpenuhi. karena menurutku jalan yang akan aku lalui itu bukan untuk satu atau dua hari, satu tahun atau dua tahun, tapi untuk selamanya sampai akhir hidupku. apapun caranya harus aku lakukan untuk memastikan bahteraku kuat, dan tidak akan mudah goyah saat aku mengarungi perjalanan itu.” ucap Eris yang terlihat serius

Air mata kembali menetes membasahi pipi Fatia, seumur hidupnya belum pernah dia dengar perkataan yang begitu menyentuh hati. 

“Apa aku pantas, untuk kamu perjuangkan seperti itu?” dalam isaknya Fatia bertanya

“iya, nyawaku sebagai jaminannya” jawab Eris 

“Gimana kalau orang tuamu tidak setuju?” Tanya Fatia

“Aku akan meyakinkan mereka, bahwa jalanku hanya aku yang bisa menentukan karena aku yang akan menjalaninya. Aku hanya memerlukan doa dan restu mereka agar perjalananku seimbang di kedua sisi. Orang tuamu, orang tuaku, akan menjadi orang tua kita. Masalahmu, masalahku akan menjadi masalah kita. Masalah orang tuamu, masalah orang tuaku akan menjadi masalah orang tua kita. Itu adalah arti dari pernikahan yang sesungguhnya” ucap Eris 

Perkataan Eris kali ini benar-benar membuat Fatia tidak bisa berkata apa-apa lagi. 

Seakan tidak percaya bahwa ini diucapkan oleh seorang yang baru dikenalnya belum genap sepuluh hari. 

“Mungkin dalam hatimu bertanya, kenapa aku bisa mengatakan semua ini. Akupun juga tidak tahu, selama hidupku baru kali ini aku merasakan perasaan seperti ini” ucap Eris

“Kamu bisa membaca pikiranku?” Tanya Fatia

“Bukan seperti itu, jangankan kamu. Aku sendiri juga bertanya-tanya kenapa aku bisa punya pikiran seperti ini” ucap Eris

“Kamu gak takut aku gak sebaik yang kamu pikirkan” tanya Fatia seakan takut semuanya hanya akan menjadi mimpi yang terlalu tinggi untuk dia miliki.

“Aku akan mencoba memahaminya saat itu terjadi, dan berusaha sebisaku agar perjalanan kita sampai tujuan” ucap Eris

“Apa kamu akan tetap menerimaku, jika tau aku adalah cewek nakal” ucap Fatia sambil menundukan wajahnya

“Jika yang kamu takutkan adalah kamu dimasa lalu, satu jawaban yang bisa aku berikan. Aku bersamamu saat ini dan untuk waktu seterusnya. Jadilah dirimu yang saat ini dan seterusnya seperti ini. Apa yang sudah aku lihat dan rasakan saat bersamamu adalah hal yang ingin tetap aku rasakan seterusnya sampai akhir tujuan. yang kita perlu lakukan saat ini adalah saling percaya, kita jalani ini semua seperti air mengalir saja” ucap Eris sambil mengelus rambut Fatia dengan lembut

“Semoga kita bisa melalui semuanya” ucap Fatia

“Harus yakin dong” ucap Eris sambil menggenggam erat tangan Fatia

“Ngomong-ngomong udah jam berapa ini, ayo pulang nanti kemaleman” ucap Eris sambil melihat jam ditanganya yang sudah menunjukan jam sembilan malam.

Fatia hanya mengangguk, kemudian mereka melangkah ke arah bangunan utama. Selesai membayar, kemudian bergegas untuk pulang.

Sepanjang perjalanan tidak banyak obrolan yang terjadi, karena jalanan gelap, kanan kiri hutan, dan udara dingin menusuk tulang.

Sehingga Fatia hanya bisa memeluk erat tubuh Eris dan memejamkan mata, membuatnya merasa jauh lebih nyaman.

1
Astarestya
/Sob/
Astarestya
/Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!