Awalnya Erina Jasmin di tuduh mencuri dompet milik pelanggan di kafe di mana dia bekerja. Dia di laporkan oleh manajer kafe dan di pecat oleh atasannya. Erina kesal karena di tuduh mencuri dompet milik pelanggan yang ternyata Erika Gladys perempuan pemilik dompet itu.
Alih-alih tidak di laporkan pada polisi, Erina di tawari sebuah kesepakatan untuk menjadi istri pengganti seorang kaya. Dia awalnya menolak, tapi karena Erika Gladys menawarkan uang banyak untuk membantunya membiayai ibunya dalam pengobatan di rumah sakit.
Karena wajah Erina Jasmin dan Erika Gladys sangatlah mirip bagai di pinang di belah dua. Maka misi yang di tugaskan Erika pada Erina pun di jalankan, menjadi seorang istri dari Kenzio Pahlevi Abraham. Lalu, apa intrik masalah yang akan di hadapi oleh Erina setelah menjadi istri pengganti Erika yang hidupnya memang untuk bersenang-senang saja dengan beberapa selingkuhannya.
Dan apakah Erina dan Erika sebenarnya saudara kembar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummi asya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Mata-Mata
Satu bulan lebih Ken hanya tidur di ruang kerjanya karena marah pada Erika istrinya, tapi Erina diam saja tanpa bertanya atau mendekati laki-laki itu. Baginya sangat menguntungkannya karena tidak harus tidur dalam satu ranjang. Dan itu yang membuat Ken semakin marah padanya karena Erina tidak menenangkannya ketika marah.
Tita, gadis pembantu yang selalu memberikan informasi tentang kehidupan dan sikap serta tingkah laku di rumah besar itu pun menghampiri Erina.
"Nyonya, anda kelihatannya tenang sekali dengan tuan Ken," kata Tita.
"Kenapa?" tanya Erina.
"Kok nyonya bertanya kenapa sih? Nyonya apa tidak merasa kalau tuan Ken itu marah sama nyonya? Setiap hari tuan Ken tidur di ruang kerjanya," kata Tita membuat Erina mengerutkan dahinya, heran kenapa Tita begitu memperhatikan apa yang di lakukan oleh Ken.
"Tita, apa kamu mata-mata?" tanya Erina, Tita tersenyum lebar.
"Saya kan mata-mata anda nyonya, kan nyonya sendiri yang bilang untuk memata-matai tuan Ken," ucap Tita lagi dengan tersipu.
Erina memegangi dahinya, kenapa bisa Erika menyuruh Tita jadi mata-matanya. Pantas saja gadis itu selalu dekat dengannya dan memberikan banyak informasi tentang Ken dan keluarganya
Tapi, itu sebenarnya menguntungkan dirinya dengan karena gadis muda itu selalu memberitahunya apa pun masalah yang ada di rumah itu termasuk Nadia.
"Ya baiklah, terima kasih kamu jadi mata-mataku Tita. Untuk saat ini berhentilah memata-matai suamiku." kata Erina.
"Ya tapi nyonya, apakah anda tidak mau menenangkan hati tuan Ken? Saya lihat tuan Ken sekarang sering sekali pulang larut malam," ucap Tita.
"Ya ya, aku akan menenangkan suamiku. Kamu tenang saja Tita, dan tolong bawakan aku air susu hangat. Oh tidak perlu, mungkin aku akan mengambilnya sendiri. Sekarang kamu boleh keluar," ucap Erina.
Bibir Tita di majukan sedikit, dia menatap majikan palsunya lalu mengangguk. Setelahnya dia pun keluar dari kamar Erika.
Erina menarik napas panjang, kembali memijit kepalanya yang sedikit pusing. Sebenarnya dia tidak banyak melakukan sesuatu di rumah itu, dia bingung harus melakukan apa karena uang yang di berikan Erika padanya tidaklah banyak.
Dia hanya bisa menggunakan pakaian Erika yang pantas untuknya. Erina bangkit dari duduknya, tiba-tiba berpikir tentang ucapan Tita.
"Tuan Ken marah padaku?"
_
Malam hari, seperti biasa Ken akan masuk ke dalam ruang kerjanya setelah mengambil baju dari kamarnya. Dia tidak berbicara pada Erina di dalam kamar, dan gadis itu hanya memperhatikan apa yang di lakukan Ken tersebut.
"Mau tidur di ruang kerja lagi?" tanya Erina pada Ken ketika laki-laki itu berjalan keluar.
"Ya," singkat Ken menjawab.
"Apaa..., kamu marah?" tanya Erina.
"Marah? Kamu tidak menyadari kalau aku marah padamu?" Ken balik bertanya menoleh pada Erina dan menatapnya datar.
Erina diam, dia membalas tatapan Ken yang datar lalu menunduk. Dia berusaha untuk bersikap tenang lalu berjalan mendekat pada Ken.
"Maafkan aku," ucap Erina setelah berdiri tepat di depan Ken.
"Hanya maaf? Kamu tidak mau menjelaskan kenapa dua bulan lebih kamu pergi?"
Erina bingung untuk menjelaskannya, dia diam mencari jawaban yang masuk akal untuk di berikan pada Ken.
"Sudahlah, kamu selalu seperti itu. Tidak pernah mendengarkan ucapanku," kata Ken lalu berbalik.
Tapi Erina hendak menarik tangannya untuk mencegahnya pergi. Namun dia tidak kuasa karena memang itu memang salahnya. bulan, salah Erika.
"Aku tidak akan mengulanginya lagi," ucap Erina ketika Ken sudah keluar.
Dia menarik napas panjang lalu berbalik dan berjalan menuju ranjangnya. Dia tidak tahu harus bagaimana menenangkan suami dari Erika itu.
"Haish, kenapa aku harus mengurus suami orang sih? Dia marah pada istrinya, dan aku bukan istrinya," ucap Erina menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Baru menghadapi Ken sesaat saja dia kebingungan, bagaimana jika terus-terusan berhadapan dan meladeni laki-laki itu?
Sementara itu, di ruang kerja.
Ken duduk di kursi kerjanya menghadap laptopnya. Tangannya serius memainkan keyboard laptop, tapi pikirannya melayang pada Erika. Dia berpikir selama sebulan ini istrinya tidak pernah membujuknya atau merayunya setelah pulang dari liburannya.
Bahkan menggodanya saja tidak pernah, apa sebenarnya yang di pikirkan istrinya.
"Dia terlalu dingin setelah pulang dari liburan itu, apa dia memikirkan orang lain?" ucap Ken, matanya masih menatap layar laptop.
Punggungnya bersandar di sandaran kursinya, tangannya di belakang kepala. Pandangannya ke langit-langit ruang kerjanya, hanya berwarna putih. Pikirannya masih tertuju pada istrinya, rasa rindu dan marah tumbuh di hatinya.
Dia ingin memeluk Erika dan mencumbunya, tapi rasa kesal dan marahnya karena istrinya itu tidak seperti biasanya. Membujuknya bahkan menggodanya, setelah itu akan terjadi sesuatu yang romantis dan bergairah.
Erika sangat tahu cara menyenangkannya, tapi sekarang setelah pulang dari liburan perempuan itu bersikap biasa saja dan bahkan tidak pernah merayunya lagi, apa lagi menggodanya.
"Haruskan aku yang lebih dulu mendekatinya?" gumamnya.
Tatapannya masih ke langit-langit ruangan, bibirnya bergumam kecil lalu matanya terpejam. Tiba-tiba hatinya tergerak untuk pergi ke kamarnya, dia merasa ingin sekali menemui istrinya yang sudah tiga bulan lebih tidak melakukan hal yang romantis dan bergairah.
Setelah berpikir lama, dia bangkit dari duduknya lalu keluar dari ruang kerja. Berjalan cepat menuju tangga, menaiki tangga dengan penuh semangat. Setelah sampai di depan kamarnya dia menarik napas panjang dan menarik handel pintu.
Berjalan masuk ke dalam, tampak Erina sedang terbaring di ranjangnya. Dia mendekat secara pelan, menatap wajah perempuan yang sedang tidur dengan tenang.
"Erika, kamu sudah tidur?"
_
_
******
bagaimana kl mereka jatuh hati...
sampai kapan bs menghindar dr hubungan suami istri?
ato Nadia?