Hati wanita mana yang tidak akan hancur melihat sang suami sedang melakukan hubungan suami istri dengan perempuan lain di ruang kerjanya. Wanita itu bernama Sofia, istri dari Rico yang sudah dinikahi selama enam tahun namun belum diberi keturunan.
Sofia tidak pernah menyangka jika sang suami yang selama ini selalu bersikap baik, lembut dan romantis ternyata dia tega mengkhianatinya.
Apakah Sofia bisa mempertahankan rumah tangganya yang sudah ternoda...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Tidak bisa melupakan
Viviana terus berjalan menuju ke kamarnya kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Viviana berendam di bath up yang dipenuhi busa. Bayangan Viviana kembali pada kejadian tadi malam bersama Marchel.
"Oh My God... Kenapa jadi terbayang dia terus sih..." Viviana mengacak- acak rambutnya.
"Baby...kamu ngapain sih, mandinya lama banget. Kamu nggak papa kan...?" terdengar suara Rico dari luar sambil mengetuk- ketuk pintu kamar mandi.
"I..iya..." sahut Viviana.
Viviana lalu bangun dari bath up kemudian mengambil handuk dan keluar dari kamar mandi.
Sementara itu Rico menunggu Viviana di luar kamar mandi merasa khawatir karena Viviana lama sekali di dalam sana. Tak lama pintu kamar mandi terbuka dari dalam.
"Baby..." ucap Rico.
Viviana lalu keluar dari kamar mandi tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Rico.
"Baby, tolong maafkan aku soal tadi malam. Aku benar- benar nggak sengaja baby..." Rico meraih tangan Viviana.
Viviana menatap wajah Rico beberapa saat. Tiba- tiba Viviana merasa bersalah karena dia telah mengkhianati Rico.
"Baby... Kamu mau memaafkan aku kan, please baby maafin aku ya..." ucap Rico.
Viviana tersenyum pada Rico.
"Iya, aku juga minta maaf ya..." sahut Viviana.
Rico lalu memeluk Viviana.
"Maafkan aku baby..." ucap Viviana.
Rico lalu melepaskan pelukannya kemudian memegang kedua lengan Viviana dan menatap wajahnya dalam- dalam.
"Nggak... Kamu nggak salah. Aku paham kenapa tadi malam kamu pergi dari rumah. Itu karena aku yang salah..." ucap Rico sambil menyelipkan rambut Viviana ke belakang telinga.
Viviana pun menatap mata Rico, padahal tadi dia minta maaf bukan karena masalah dia pergi tidak pamit sama Rico. Tapi dia minta maaf karema dia sudah tidur dengan laki- laki lain.
"Tadi malam kamu nginep di mana...?" tanya Rico.
"Ngi...nginep di... Ah iya di rumah Sarah..." jawab Viviana.
"Oh..." sahut Rico.
"Aku benar- benar khawatir baby. Sekali lagi maafin aku ya..." ucap Rico. Viviana pun mengangguk.
"Kamu sudah sarapan...?" tanya Rico, dan Viviana menggelengkan kepala.
"Aku ambilkan sarapan ya..." ucap Rico.
"Nggak... Nanti saja... Aku mau tidur dulu, aku ngantuk..." sahut Viviana.
Rico pun tersenyum.
"Tadi malam kamu nggak tidur ya...? Kamu pasti begadang kan, sama Sarah..." tanya Rico sambil mencolek hidung Viviana.
"I..iya..."
"Ya udah kamu tidur aja, nanti kalau lapar kamu tinggal panggil bi Iyam untuk bawakan makanan ke kamar..." ucap Rico. Viviana pun mengangguk.
"Aku ke kantor dulu ya..." sambung Rico.
"Iya baby..."
Rico mengecup kening Viviana lalu pergi ke kantor. Rico mengendarai mobilnya membelah jalanan raya menuju ke kantor. Namun di tengah jalan dia memutar balik arah kendaraannya. Iya, Rico akan pergi ke rumah orang tua Sofia. Rico ingin menemui Sofia untuk menanyakan soal kehamilannya.
Tak lama kemudian Rico sampai di rumah bu Rahma. Rico menekan bel pintu. Tak lama keluarlah bu Rahma.
"Rico..." ucap bu Rahma.
"Assalamualaikum bu..." ucap Rico.
"Waalaikumsalam..." jawab bu Rahma dengan wajah yang menampilkan ketidaksukaannya kepada Rico.
"Ada apa kamu ke sini lagi...?" tanya bu Rahma.
"Saya mau ketemu Sofia bu..." jawab Rico.
"Sofia tidak ada..." jawab bu Rahma.
"Bu... Saya mohon, tolong ijinkan saya buat ketemu Sofia..."
"Saya kan sudah bilang sama kamu kalau Sofia tidak ada di rumah. Kamu lihat sendiri kan, mobilnya tidak ada..." bu Rahma menunjuk garasi mobil yang kosong.
Rico menghela nafas. Dia percaya kalau Sofia tidak ada di ruamh.
"Lalu Sofia ada di mana bu...?" tanya Rico.
"Dia kerja..." jawab bu Rahma.
"Sofia kerja...? Kerja di mana...?"
"Kamu tidak perlu tahu Sofia kerja di mana Rico..." sahut bu Rahma.
"Tapi saya perlu tahu bu, saya tidak mau Sofia kerja..." ucap Rico.
Bu Rahma menatap kesal pada Rico yang sok ngatur. Padahal harusnya Rico sadar kalau dia sudah bukan siapa- siapanya Sofia lagi.
"Apa kamu lupa kalau kamu sudah bukan suaminya lagi. Jadi kamu tidak perlu mengatur Sofia. Dia mau kerja kek, mau apa kek, itu urusan dia, kamu tidak berhak melarang..." ucap bu Rahma dengan tegas.
"Tapi Sofia adalah ibu dari calon anakku bu..." sahut Rico.
"A...apa...?"
"Iya bu, saya sudah tahu semuanya. Saya tahu kalau Sofia sedang mengandung anakku..." sambung Rico.
"Kamu tahu dari siapa Rico...?"
"Tidak penting saya tahu dari siapa bu, yang jelas, saya punya hak atas anak itu. Dan saya akan bertanggung jawab soal anak itu. Tolong bu jangan biarkan Sofia kerja lagi. Saya tidak mau dia capek dan akan mempengaruhi pertumbuhan calon anak kami..." jawab Rico.
"Biar saya yang akan menanggung semua kebutuhan Sofia dan juga calon anak kami bu..." sambung Rico.
Bu Rahma terdiam tidak bisa menjawab apa- apa lagi. Iya, apa yang dikatakan oleh Rico benar. Walaupun mereka berdua sudah bukan suami istri lagi, tapi tetap saja anak di dalam kandungan Sofia adalah anak Rico. Bu Rahma tahu bahwa Rico mempunyai hak dan kewajiban atas calon anak tersebut.
"Bu, tolong ijinkan saya untuk ketemu dan bicara sama Sofia..." ucap Rico.
"Iya, kamu bisa datang malam nanti ketika Sofia sudah pulang kerja ..." jawab bu Rahma.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Setelah Rico pamit pulang ,Bu Rahma lalu menghubungi Sofia dan memberitahu bahwa Rico baru saja dari rumah.
"Apa bu, mas Rico tahu kalau tahu hamil...?" tanya Sofia lewat sambungan telpon.
"Tapi tahu dari siapa bu...?"
Sofia menghela nafas panjang, dia benar- benar khawatir jika mantan suaminya akan berbuat tidak baik padanya, misalnya dia akan merebut anaknya jika dia sudah lahir.
"Ya udah deh bu, nanti kita bicara lagi di rumah ya..." ucap Sofia sambil memijit keningnya.
"Tok..tok..." pintu ruang kerja diketuk.
Seorang OB masuk ke ruang kerja Sofia membawakan makanan untuknya.
"Permisi bu Sofia, ini makanan bu Sofia datang..." OB memberikan satu kotak berisi makanan.
Iya, seperti biasa, OB tersebut membawakan makanan pesanan Satria untuk Sofia dengan mengatasnamakan makanan untuk karyawan hamil dari perusahaan.
"Silahkan bu Sofia..." ucap OB.
"Terima kasih bang Mail..."
Iya, selama Sofia hamil, setiap hari dia mendapat makanan sehat dari kantor. Iya, dan ini adalah ide dari Satria. Dia ingin kandungan Sofia sehat dengan makanan khusus ibu hamil. Dan tentu saja hingga saat ini Sofia belum tahu jika makanan yang dia makan setiap hari adalah pemberian dari Satria.
Sofia lalu makan makanan tersebut dengan lahap.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Malam hari pun tiba, namun Rico yang sudah siap untuk pergi ke rumah bu Rahma untuk menemui Sofia harus mengurungkan niatnya karena dia tiba- tiba mendapat telpon dari bi Iyam yang mengatakan jika bu Irma sedang menangis kesakitan karena penyakitnya. Rico pun bergegas pulang ke rumah.
"Mah..." ucap Rico begitu sampai di kamar sang mama.
"Rico...hik...hik... Sakit sekali..." bu Irma menangis.
"Tahan ya mah tahan... Mama sudah minum obat...?" tanya Rico begitu sedih karena sang mama kelihatan begitu menderita
"Sudah... Tapi obat itu seperti tidak ada gunanya lagi buat mama. Obat itu tidak bisa meredakan rasa nyeri. Sepertinya mama mau mati Rico...hik...hik..."
"Mahh... Mama jangan bicara seperti itu dong mah, nggak baik..." sahut Rico.
"Kita ke rumah sakit saja ya mah..." ujar Rico.
"Nggak mau Rico, paling ujung- ujungnya mama harus menjalani operasi, mama tidak mau Rico, mama takut.. Hik..hik..." sahut bu Irma.
"Kenapa harus takut, kalau operasi bisa membuat mama sembuh..." tanya Rico.
"Pokoknya mama tidak mau operasi. Titik...!'' jawab bu Irma.
Rico menghela nafas panjang, tidak tahu harus bicara apa lagi dengan sang mama. Tiga puluh menit kemudian rasa sakit yang dirasakan oleh bu Irma mereda, dan bu Irma pun bisa tidur dengan nyenyak. Rico bisa bernafas lega. Dia pun lalu menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.
Sampai di kamar Rico melihat Viviana yang sedang memainkan ponselnya di atas tempat tidur.
"Baby, kamu belum tidur...?" tanya Rico lalu duduk di samping Viviana.
"Belum ngantuk..." jawab Viviana sambil fokus pada ponselnya.
"Kamu sudah makan...?" tanya Rico sambil melepaskan kancing kemejanya.
"Udah..." jawab Viviana tetap cuek pada rico.
Rico menghela nafas panjang, dia merasa Viviana masih kesal padanya karena masalah tadi malam.
Rico lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai dari kamar mandi dan memakai baju tidur, Rico bergabung dengan Viviana naik ke tempat tidur.
Rico memeluk tubuh Viviana. Iya , dia ingin menebus kesalahannya tadi malam. Malam ini mereka bercinta penuh gairah. Namun Viviana merasakan ada yang berbeda. Iya, kali ini pikirannya tidak fokus pada Rico melainkan teringat terus dengan Marchel.
Bahkan dia sama sekali tidak merasakan kepuasan seperti biasanya karena hati dan pikirannya tidak ada di tempat itu melainkan ada di tempat lain.
Setelah selesai melakukan pergulatan yang cukup panjang dan Rico sudah mencapai puncaknya, sedangkan Viviana tidak merasakan apapun selain rasa lelah. Viviana langsung mendorong tubuh Rico.Dan Rico pun menjatuhkan diri di samping Viviana dan langsung tertidur pulas.
Viviana menutup wajahnya.
"Oh My God kenapa aku jadi kayak gini sih..." batin Viviana yang tidak bisa mengusir bayangan Marchel dari pikirannya.
Tiba- tiba ponsel Viviana berbunyi menandakan pesan masuk. Viviana langsung mengambil ponselnya dan membuka pesan tersebut.
"Vi, loe lagi ngapain...?"
Ternyata itu pesan dari Marchel orang yang sedang dia pikirkan. Viviana menghela nafas panjang sebelum dia membalas pesan dari Marchel.
"Kamu belum tidur...?" masuk pesan satu lagi dari Marchel.
"Belum..." jawab Viviana.
"Suamimu sudah tidur...?"
"Sudah...''
"Vi.."
"Apa..."
"Gue nggak bisa tidur..."
"Kenapa...?"
"Ingat terus.."
"Inget apa...?"
"Ingat yang tadi malam kita lakukan..."
Viviana menutup mulutnya dengan telapak tangannya begitu membaca pesan dari Marchel.Hatinya begitu berdebar- debar. Viviana lalu menoleh ke arah Rico yang sudah tidur dengan nyenyak hingga terdengar dengkuran halus.
"Vi, apa loe juga masih selalu mengingat kejadian malam itu...?"
Viviana tidak membalas pertanyaan Marchel.
"Vi ,kenapa loe nggak jawab pertanyaan gue ...?"
Viviana lalu meletakkan ponselnya di kasur. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Viviana ingin sekali menjawab pesan dari Marchel dan mengatakan bahwa dia juga selalu mengingat peristiwa malam itu dan ingin mengulanginya lagi. Tapi di sisi lain di tidak mau mengkhianati Rico.
"Vi, apa loe benar- benar sama sekali tidak ingat apa yang sudah kita lakukan bersama...? Gue tahu loe mabuk , tapi loe masih sedikit sadar kan Vi, gue tahu itu. Loe sangat menikmatinya juga kan...? Please Vi, kita ketemu malam ini ya. Gue butuh loe Vi, gue tunggu malam ini di apartemen gue...." kembali pesan masuk dari Marchel.
Lagi- lagi Viviana hanya membacanya saja. Viviana menyibakkan rambutnya ke belakang, dia bingung antara ingin pergi menemui Marchel atau tidak.
Tiba- tiba ponselnya berdering, menandakan panggilan masuk. Dan nama Marchel tertulis di layar ponselnya.
Viviana terus memandangi ponselnya yang berdering. Dengan keberanian, akhirnya dia mengangkat panggilan dari Marchel.
"Ha...halo..." ucap Viviana dengan suara pelan takut membangunkan Rico yang sedang tidur di sebelahnya.
"Vi, akhirnya loe angkat telpon gue . Vi, gue tanya sama loe, loe masih mengingat kejadian kemarin malam Vi...? Please Vi jawab pertanyaan gue, apa perasaan loe sama seperti gue...?" tanya Marchel.
"Gu...gue..." ucap Viviana tidak bisa melanjutkan kata- katanya.
"Kenapa Vi, perasaan loe sama seperti gue juga kan Vi...? Loe juga menginginkannya lagi kan Vi sama seperti gue...?" tanya Marcel.
"E..nggak... gu..gue sudah melupakannya, gue sudah bilang sama loe kan Marchel, apa yang kita lakukan adalah kesalahan besar. Gue sudah punya suami. Gue mohon loe tidak usah menghubungi gue lagi, dan loe tidak usah ingat- ingat lagi kejadian malam itu..." ucap Viviana dengan suara bergetar.
Iya, apa yang dikatakan oleh Viviana berbanding terbalik dengan apa yang di rasakan.
"Loe bohong Vi... Loe bohong... Gue tahu loe bohong Vi... Gue yakin itu... Gue yakin perasaan loe sama kayak gue...loe hanya tidak mau mengakuinya saja...." sahut Marchel.
Viviana lalu memutus sambungan telponnya secara sepihak. Dia sudah tidak tahan lagi mendengar perkataan Marchel . Apa yang Marchel katakan semua benar. Namun lagi- lagi Viviana tidak bisa mengakuinya karena di hatinya masih ada Rico. Viviana menjambak rambutnya sendiri karena pusing dengan keadaan yang sedang dia hadapi.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Keesokan harinya setelah Rico berangkat ke kantor, Viviana bertemu dengan Sarah dan Gina di kafe biasa. Sebelumnya dia bercerita melalui sambungan telpon pada kedua sahabatnya itu bahwa dirinya sedang galau.
"Apa sih Vi yang bikin loe galau...?" tanya Gina.
Viviana menjambak rambutnya dengan kedua tangannya. Sarah dan Gina saling pandang tidak mengerti apa yang sedang menimpa sahabatnya itu.
"Gue benar- benar bingung Sar.. Gin..." jawab Viviana.
"Iya, tapi apa yang bikin loe bingung...?" tanya Sarah.
Viviana menarik nafas lalu menceritakan apa yang terjadi kemarin malam bersama Marchel di apartemennya. Dia juga menceritakan bahwa tadi malam Marcel menelponnya dan mengatakan jika dia tidak bisa melupakan kejadian malam itu dan dia ingin mengulanginya lagi.
"Hah...? Serius loe Vi...?" Sarah dan Gina kaget.
Viviana mengangguk pelan.
"Trus kenapa loe nggak mau mengakui kalau loe juga punya perasaan yang sama pada Marchel...?" tanya Sarah.
"Gila kali loe, trus gimana sama mas Rico, gue merasa bersalah banget karena gue udah mengkhianatinya..." sahut Viviana.
"Ngapain loe mikirin laki loe. Lagian laki loe juga belum tentu cinta sama loe, buktinya kemarin loe bilang dia nyebut nama mantan istrinya waktu lagi main sama loe..." ucap Sarah.
"Benar Vi, apa yang dibilang sama Sarah..." sahut Gina.
"Udah sih, kalau loe emang suka sama Marchel loe lanjutkan saja hubungan loe sama dia, lagian Marcel nggak keberatan dengan posisi loe yang udah punya laki..." ucap Sarah.
"Iya Vi, istilahnya sambil menyelam minum, loe bisa dapat dua- duanya..." sahut Gina.
"Oya Vi, ngomong- ngomong, gimana rasanya main sama Marchel...? Pasti mantap banget ya, kalau di lihat dari ukuran tubuhnya yang tinggi besar, kayaknya ITUNYA juga ukurannya nggak main- main deh....?" tanya Gina.
"Yeee... Elo..." Sarah menoyor kepala Gina.
"Iihh.. Nanya doang..." Gina pengusap- usap kepalanya.
"Loe benar Gina, karena hal itulah yang bikin gue nggak bisa melupakan kejadian malam itu..." jawab Viviana.
"Hah...? Serius.... Aaahhh ... Mau juga dong ngerasain punya dia ...." sahut Gina
"Kamu ini..." kali ini Sarah memukul lengan Gina.
"Iiih sakit tahu..." ucap Gina kesal.
"Sukurin..." jawab Sarah.
Bersambung...
vivian.... hidupmu hnya bikin org sengsara... knapa g km aja yg koit...