kehampaan dan kesempurnaan, ada seorang siswa SMP yang hidup dengan perlahan menuju masa depan yang tidak diketahui,"hm, dunia lain?hahaha , Hmm bagaimana kalau membangun sebuah organisasi sendiri, sepertinya menarik, namanya... TCG?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mult Azham, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEMUNGKINAN 2
Laila tersentak. “!!”
Dia memandangi sekelilingnya yang tiba-tiba berubah—langit retak, tanah bergeser, dan waktu terasa berhenti.
“Laila, apa yang kamu lakukan?”
Suara itu muncul tiba-tiba.
Laila menoleh ke arah cahaya yang tak memiliki bentuk. “Siapa kamu? Bagaimana kamu tahu namaku?”
“Panggil saja aku Penolong... hehe,” jawab cahaya itu sambil berputar pelan di udara.
Penolong melanjutkan “Aku tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Dunia ini—berubah dalam sepersekian detik. Dan anak ini…”
Cahaya itu berputar-putar mengelilingi tubuh Azam, yang kini membeku—terputus sepenuhnya dari waktu.
“Sepertinya... fenomena ini terjadi karena keberadaannya.”
Laila Zafira memiringkan kepalanya, bingung. “Apa yang sebenarnya terjadi? Aku ingat sedang bertarung dengannya… tapi kenapa kamu ikut campur?”
“Hei, Laila,” suara itu terdengar ringan namun menggema, “apa kamu sadar kalau kamu tidak membuka mulutmu saat berbicara denganku?”
Refleks, Laila menyentuh bibirnya. Hatinya berdesir.
“Apa...? Kenapa...? Hei, kamu yang katanya penolong. Kalau begitu, bisakah kamu hilangkan kekuatan ini?”
Cahaya itu mulai mengelilingi tubuh Laila, perlahan—seolah sedang menganalisis sesuatu.
Cahaya itu tampak bergetar, nadanya berubah.
“Ini… aneh. Seharusnya di domain ini, aku bisa menciptakan kehendakku sesuka hati. Tapi entah kenapa… aku tak bisa membatalkan kekuatan aneh ini.”
Laila tiba-tiba menyeringai, meremehkan.
“Heh… bilang saja kamu lemah.”
“Lemah, katamu?”
Suaranya menggema. Seketika, tubuh Laila membeku. Matanya membelalak. Ada sesuatu… yang jauh melampaui apa pun yang pernah ia rasakan.
[6. Omniversal Paragon]
—Ranah yang tak dapat dipahami oleh manusia—
Suara sistem bergema di seluruh area. Tak berasal dari langit, tanah, atau benda apa pun. Hanya... ada.
Dengan gerakan cepat dan tak menentu, cahaya itu tampak bingung, mencari-cari dari mana suara itu berasal.
“Siapa… siapa kamu?”
(Aku makhluk kecil yang berada di tangan Host.)
Host?
Laila dan si Penolong spontan menoleh ke arah Azam di waktu yang sama.
“…Maksudmu… dia?” Mereka berdua memiliki pertanyaan yang sama.
(Iya.)
“Kalau begitu…” suara Laila mulai berat, “berarti kamu yang membuatku seperti ini?”
(Tidak. Itu kekuatan yang tidak diketahui.)
“Kalau dunia yang kacau ini?”
(Tidak. Itu kekuatan yang tidak diketahui.)
“Lalu maksudmu… orang kecil yang kau sebut ‘Host’ itu yang melakukannya?”
(Itu kekuatan yang tidak diketahui.)
Hening.
Satu kalimat muncul di benak Penolong. ‘Jelas-jelas suara ini jauh lebih kuat dariku… tapi bahkan dia pun tidak tahu kekuatan apa ini’
Penolong mendekati Laila. “Sepertinya… tak ada yang bisa menyembuhkanmu kecuali dia,”.
“Apa maksudmu?!?” Laila gelisah, langkahnya mundur setengah tanpa sadar.
“Mungkin,” lanjut Penolong, “kau harus menyenangkan hatinya. Meski jujur saja… aku ragu kau mampu.”
Laila mengepalkan tangannya, mengernyit. “Lalu… apa ada cara lain selain itu?”
Penolong diam sejenak sebelum menjawab datar, “Pertanyaan bodoh. Tentu saja tidak ada.”
Laila menunduk sesaat, lalu mengangkat wajahnya.
“…Baiklah.”
Penolong tampak seperti mengangguk, cahayanya naik turun.
“Bagus,” katanya, suaranya sedikit lebih ringan. “Dan soal kehancuran dunia ini… sepertinya terjadi karena perubahan eksistensi dan takdir"
Laila memiringkan kepalanya, satu alisnya terangkat.
"Iya... takdir besi yang awalnya keras, tiba-tiba mencair. Begitu satu takdir berubah, yang lainnya pun ikut terpengaruh.”
Laila mengerutkan kening, “Jadi maksudmu… orang seumuranku ini—dia memiliki kekuatan sebesar itu?”
Penolong berputar perlahan di udara, menjawab, "Aku tidak tahu. Yang pasti... kejadian ini berkaitan dengannya. Atau mungkin juga... itu ulah suara tadi, meskipun dia tidak mengakuinya.'"
Penolong mulai melayang mengelilingi tubuh Azam, tujuh kali, dengan gerakan yang lambat dan teratur.
“Hm…” gumamnya, suaranya dalam dan datar.
“Mungkin… aku harus mulai mengotak-atik memori dunia.”
Ia lalu meluncur perlahan, kembali ke sisi Laila.
“Ada apa?” tanya Laila, sedikit curiga.
Penolong berhenti di udara.
“Kalau aku melakukan ini… ingatanmu juga akan terhapus, Laila.”
“Apa? Aku tidak mau pikiranku diotak-atik”
Penolong melanjutkan dengan nada datar.
“Memang bukan itu niatku. kalau aku melakukannya… kau pasti akan mengulang semuanya lagi. Lagi dan lagi.
Dan… jujur saja, aku sedikit takut dengan anak ini.”
Penolong seperti menatap tubuh Azam yang membeku. Lalu lanjut bertanya “Bukankah semua ini terjadi karena kau menyerangnya?”
Laila terdiam sejenak. "Tapi... tubuhnya sekarang lagi berhenti bergerak, kan?".
“Ya…” jawab Penolong, pelan.
“Tapi firasatku buruk akan hal itu.
Seolah… Bahkan jika aku menyerangnya sekarang, sesuatu yang lebih buruk…akan terjadi.”
Penolong berputar perlahan. “Jadi… aku harus mencari cara yang tidak mengancam baginya."
Laila sudah mulai sedikit kesal mendengar ocehan Penolong "jadi? Bagaimana juga?"
"Kamu... suara yang tadi muncul," kata si Penolong.
(Ya?)
“Bisakah kamu membantuku?”
(Tidak bisa.)
“Kenapa?”
(Karena anda tidak memiliki Point ST.)
Penolong terdiam sejenak.
‘Point ST? Apaan lagi itu?’
(MENJELASKAN..)
......................
......................
“Hmm, rumit juga. Gimana kalau aku berhutang dulu? Nanti kamu berikan saja tugas apa pun,” ucap si Penolong sambil melayang pelan.
(Tidak bisa.)
"Hey, ayolah! Apa kamu tidak mau membantu Tuan ini?" Penolong mengelilingi tubuh Azam yang membeku.
(Memproses informasi "Tuan"... "Host".)
(Aku tidak merasa Host dalam kondisi berbahaya.)
"Ah, benar juga,"
"Aku terpaksa menggunakan itu," kata Penolong pelan.
Penolong perlahan melayang mendekati Laila.
"Laila, bersiaplah. Kamu mungkin akan bisa melihatku nanti."
"Apa maksudmu?" tanya Laila, kebingungan terlihat jelas di wajahnya.
Penolong menjauh
Tiba-tiba, kekuatan Penolong melonjak drastis. Cahayanya berkedip tak menentu, dan udara mendadak menjadi lebih berat, menyesakkan siapa pun yang berada di dekatnya.
"Ugh… Aku tidak menyangka akan melakukan ini seumur hidupku," keluh Penolong, tubuhnya—Cahaya—gemetar karena tekanan yang luar biasa. "Kekuatan ini… sulit dikendalikan…"
[Sistem Dunia – Peringatan Tingkat Bahaya Tinggi]
Metode Aktivasi: Pengorbanan Inti Kehidupan
Deskripsi: Subjek telah membakar sebagian inti eksistensinya. Efek: Peningkatan kekuatan ekstrem dalam waktu terbatas. Konsekuensi...
"Baiklah. Pertama, padatkan kembali besinya," ujar Penolong, suaranya terdengar serius dan penuh perhitungan. "Setelah itu, hilangkan semua ancaman terhadap pemilik tubuh ini. Dan ubah sedikit ingatan dunia... agar dunia tak lagi mengenali Laila sebagai ancaman."
"Masalahnya, apa kira-kira bentuk pertolongan Laila Zafira..." Penolong termenung sejenak. "Ah! Tinggal korbankan seseorang saja... Tapi siapa?"
"Hmm, aku harus memilih orang yang telah bertaubat dari perbuatan masa lalunya. Kalau aku menggunakan orang jahat sungguhan, takutnya malah akan mengacaukan takdir penderitaan bagi orang lain. Tapi selain orang yang bertaubat—juga yang akan mati... sungguh, kriteria ini sangat sulit."
................
......................
Dia sudah mencarinya dimana-mana tetapi tetap tidak menemukan korban yang cocok.
"Aish? Yang benar saja, tidak ketemu-ketemu," kata Penolong, kesal pada dirinya sendiri. Ia berhenti sejenak dan memandang ke sekitar. "Hoo, akhirnya ketemu juga. Ternyata tidak jauh dari tempat kejadian, ngapain aku keliling dunia dari tadi?" Ia menghela napas panjang, merasa bodoh karena telah mencari begitu lama.
Penolong melangkah cepat mendekati sosok yang ia cari. Di depannya, seorang pria tergeletak tak bergerak. "Ini dia... Khalil Aziel," ucapnya sambil melayang, memandangi tubuh di depannya yang terbaring di atas kasur.
Penolong mengubah dirinya dari bentuk cahaya menjadi tubuh manusia, bersinar dengan warna kuning keemasan.
Maafkan aku, terpaksa membuatmu mengalami ini,' katanya, dengan gerakan lembut menyentuh dahi Khalil. "Hehe, ini memang takdir yang berat," tambahnya, menyadari bahwa apa yang akan terjadi tidak bisa dihindari.
Dengan tubuh Khalil Aziel di hadapannya, Penolong merasakan bahwa ia kini memiliki kesempatan untuk memperbaiki takdir yang telah rusak. Kriteria pengorbanan yang cocok akhirnya ditemukan.
Dengan hati-hati, ia mulai menata ulang energi dunia, menyiapkan segalanya, mengembalikan Laila dan Azam ke tempat semula.
"Sudah, sekarang kriteria-nya sudah terpenuhi," Segalanya kini bergantung pada tindakan terakhir yang akan membentuk masa depan dunia.
Penolong memandang sekeliling dengan ketegangan di wajahnya. Dunia ini terasa sangat kompleks, dan saat ini dia harus hati-hati mengendalikan aliran takdir yang begitu rapuh.
"Emm... ini sudah benar, kan?" gumamnya pada diri sendiri sambil memeriksa jalur-jalur takdir di sekelilingnya. Tali-tali takdir itu tampak begitu banyak dan rumit, saling bersilangan, tarik-menarik satu sama lain. Satu kesalahan kecil saja... bisa membawa kehancuran bagi dunia.
Perlahan, ia menempatkan tubuh Khalil Aziel di belakang Azam, memastikan semuanya tepat sesuai dengan rencana.
"Baik, sekarang... jalur jarumnya," Penolong memeriksa jalur jarum yang seharusnya mengarah ke Khalil Aziel, tepat di belakang Azam. “Harus hati-hati. Jangan sampai jalur ini menarik tali takdir yang lain.”
"Emm ini sudah benar kan?.." Matanya melintas pada sebuah tali takdir merah yang bergerak tak teratur. "tali takdir merah ini ngapain disini, potong."
Penolong menghela napas, ragu-ragu, memeriksa kembali dengan seksama. 'Kenapa sistem dunia ini begitu rumit?, aku masih ragu melakukan ini', "oh Haj, tolong jangan menyulitkan aku." katanya dengan penuh kekhawatiran, mencoba menenangkan diri.
Dia mengarahkan perhatiannya pada Laila dan Azam, tubuh mereka yang beku karena waktu kini bergerak kembali.