Mahesa Sura yang telah menunggu puluhan tahun untuk membalas dendam, dengan cepat mengayunkan pedang nya ke leher Kebo Panoleh. Dendam kesumat puluhan tahun yang ia simpan puluhan tahun akhirnya terselesaikan dengan terpenggalnya kepala Kebo Panoleh, kepala gerombolan perampok yang sangat meresahkan wilayah Keling.
Sebagai pendekar yang dibesarkan oleh beberapa dedengkot golongan hitam, Mahesa Sura menguasai kemampuan beladiri tinggi. Karena hal itu pula, perangai Mahesa Sura benar-benar buas dan sadis. Ia tak segan-segan menghabisi musuh yang ia anggap membahayakan keselamatan orang banyak.
Berbekal sepucuk nawala dan secarik kain merah bersulam benang emas, Mahesa Sura berpetualang mencari keberadaan orang tuanya ditemani oleh Tunggak yang setia mengikutinya. Berbagai permasalahan menghadang langkah Mahesa Sura, termasuk masalah cinta Rara Larasati putri dari Bhre Lodaya.
Bagaimana kisah Mahesa Sura menemukan keberadaan orang tuanya sekaligus membalas dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Titipan Dendam Lama ( bagian 3 )
Mata Ki Layang Pandulu menatap tajam ke arah Mahesa Sura. Ia memperhatikan baju wulung yang dikenakan pendekar muda itu. Samar-samar beberapa waktu belakangan ini ia mendengar bahwa di dunia persilatan muncul seorang pendekar muda berilmu tinggi dengan mengenakan baju berwarna wulung. Ia sedikit banyak tertarik untuk menjajal kemampuan pendekar yang mendapat julukan Si Iblis Wulung itu dan belum ada kesempatan.
"Kau Si Iblis Wulung? ", tanya Ki Layang Pandulu segera.
" Memangnya apa peduli mu, Jenggot Kambing?!
Kau sudah ikut campur urusan ku dengan Dewi Upas. Minggirlah, jika kau masih ingin hidup esok hari ", balas Mahesa Sura acuh tak acuh.
Omongan pedas Mahesa Sura baru saja benar-benar membuat Ki Layang Pandulu marah besar. Sebagai salah satu dedengkot dunia persilatan dari golongan hitam, Ki Layang Pandulu alias Pendekar Tongkat Pencabut Roh tak pernah mengalami penghinaan seperti ini. Siapapun orang yang bertemu dengan nya selalu menaruh hormat baik kawan ataupun lawan karena Ki Layang Pandulu terkenal tidak pandang bulu dalam menghadapi ancaman musuh.
"Bocah kurang ajar!!! Bosan hidup kau rupanya..!! "
Setelah menggeram buas sedemikian rupa, Ki Layang Pandulu segera memutar tongkat berwarna hitam dengan gagang berbentuk tengkorak kepala manusia. Inilah Tongkat Pencabut Roh, sebuah senjata sakti yang memiliki daya linuwih luar biasa. Konon kabarnya jika ada yang terkena satu gebukan tongkat ini saja, dipastikan bahwa orang itu akan pergi menemui Sang Hyang Yamadipati.
Gelombang angin tajam bersliweran mengikuti putaran Tongkat Pencabut Roh. Dua lobang mata tengkorak manusia pada tongkat itu memancarkan cahaya merah yang menakutkan.
Segera setelah itu, Ki Layang Pandulu segera meloncat ke arah Mahesa Sura sembari mengayunkan tongkatnya.
Whhhhuuuuuuugghhh!
Menyadari bahwa senjata lawannya bukan senjata biasa, Mahesa Sura dengan gesit menghindar. Melihat lawannya lolos dari sergapan nya, Ki Layang Pandulu mendengus dan kembali memburu Mahesa Sura dengan serangan-serangan mautnya. Pertarungan sengit pun berlangsung antara mereka.
Sodokan dan gebukan Tongkat Pencabut Roh milik Ki Layang Pandulu terus mengincar titik titik vital di tubuh Si Iblis Wulung. Pengalamannya sebagai pendekar yang malang melintang di dunia persilatan, memiliki kelebihan dalam menghadapi musuh. Mahesa Sura menghadapi tantangan dari lawan yang tergolong tangguh.
Whhhhuuuuuuugghhh pllaaaakkk...
Bllllaaaaaaaaarrrrr..!!!!
Mahesa Sura dan Ki Layang Pandulu sama-sama terdorong mundur usai mereka beradu serangan. Keduanya tersurut mundur pada jarak yang sama : 3 tombak!.
'Bajingan tua ini tangguh juga. Aku tidak mau gegabah', batin Mahesa Sura.
Mulut Mahesa Sura seketika komat-kamit merapal mantra sembari memusatkan tenaga dalam pada telapak tangan kanannya. Cahaya merah kehitam-hitaman berpendar terang di telapak tangan karena diikuti hawa panas yang menyengat.
'Hah?! Ajian Tapak Iblis Neraka?! Bocah ini murid Si Keparat Kidang Basuki. Aku harus berhati-hati..! ', membatin Ki Layang Pandulu sembari menancapkan Tongkat Pencabut Roh ke tanah.
Bhhhuuuuummmmmm!!!!
Seketika tanah bergetar usai dihantam ujung Tongkat Pencabut Roh. Tanah menjadi retak dan menjalar cepat ke arah Mahesa Sura. Ini membuat Mahesa Sura langsung terperosok ke dalam tanah.
Dengan cepat Ki Layang Pandulu mencabut Tongkat Pencabut Roh nya dan tanah pun langsung menutup kembali, mengubur Mahesa Sura hidup-hidup. Seringai lebar langsung terukir pada wajah tua lelaki berbaju abu-abu itu.
"Mampus kau bocah sialan..!! ", umpat Ki Layang Pandulu sembari berbalik arah ke tempat Dewi Upas yang masih duduk bersila memulihkan diri.
Belum genap 10 langkah ia meninggalkan tempatnya berdiri, Dewi Upas melihat sesuatu bergerak ke arah Ki Layang Pandulu.
" Kakang Layang Pandulu, di belakang mu..!!! ", teriak Dewi Upas lantang.
Ki Layang Pandulu segera berbalik arah dan melihat sebuah gerakan dalam tanah bergerak cepat ke arah nya. Lelaki tua berjanggut panjang itu cepat menjejak tanah dengan keras hingga tubuhnya melenting tinggi ke udara. Dari atas ia dengan cepat mengayunkan tongkatnya ke arah gerakan tanah ini.
Whhhhuuuuuuugghhh whhhhuuuuuuugghhh whhhhuuuuuuugghhh whhhhuuuuuuugghhh!!!
Empat gelombang cahaya merah dari Tongkat Pencabut Roh dengan cepat menghantam ke arah gerakan di tanah. Dan..
Bllllaaaaaaaaarrrrr bllllaaaaaaaaarrrrr bllllaaaaaaaaarrrrr blllllaaaaaaammmmm!!!
Empat ledakan keras beruntun terdengar. Menciptakan asap dan debu beterbangan ke udara yang menghalangi pandangan mata semua orang. Ki Layang Pandulu berusaha keras untuk melihat ke arah bawah meskipun debu yang beterbangan membuat jarak pandangnya menjadi terbatas.
Tiba-tiba...
Whhhuuuuusssshh..!!!
Sebuah bayangan wulung melesat cepat ke arah Ki Layang Pandulu dari dalam kumpulan debu dan asap dan langsung mengayunkan telapak tangan nya yang bersinar merah kehitam-hitaman.
Ki Layang Pandulu terkejut bukan main dengan serangan cepat ini dan segera menggunakan Tongkat Pencabut Roh nya untuk bertahan.
Blllllaaaaaaammmmm!!!
Aaaaaarrrrrrrrrgggghhhhhh..!!!
Tubuh Ki Layang Pandulu mencelat jauh ke belakang dan jatuh menghujam tanah dengan keras. Lelaki tua berjanggut panjang itu langsung muntah darah segar. Sedangkan si bayangan wulung yang tak lain adalah Mahesa Sura mendarat dengan perlahan 4 tombak jaraknya dari tempatnya berada.
"Masih mau lanjut, Kakek Tua?! ", ucap Mahesa Sura setelah melihat Ki Layang Pandulu bangkit dari tempatnya meskipun dengan sedikit sempoyongan.
Phhhuuuuuuuiiiiiiihhhhhh..!!
" Jangan jumawa, bocah tengik! Aku masih belum kalah..!! ", teriak Ki Layang Pandulu sambil mengusap sisa darah di sudut bibirnya. Dia segera menyalurkan tenaga dalam nya pada Tongkat Pencabut Roh hingga cahaya merah kembali memancar dari batang hitam nya. Mahesa Sura mendengus geram.
" Tua bangka keras kepala!! Aku semula ingin mengampuni nyawa mu tetapi kau benar-benar membuat ku kesal..!! "
Mahesa Sura segera mencabut pedang pendek yang ada di pinggang nya. Bilah hitam Pedang Nagapasa terlihat begitu menakutkan ditimpa sinar matahari. Apalagi setelah Mahesa Sura menyalurkan tenaga dalam nya, membuat bilah hitam Pedang Nagapasa memancarkan cahaya merah kehitaman.
Setelah itu Mahesa Sura menjejak tanah dengan keras yang membuat tubuh nya melesat cepat seperti kilat ke arah Ki Layang Pandulu. Setelah itu Mahesa Sura memegang gagang pedang dengan kedua tangannya dan langsung mengayunkan nya ke arah Ki Layang Pandulu. Lelaki tua ini cepat memegang tongkat dengan kedua tangannya untuk bertahan dari gempuran musuh.
Hiyyyaaaaaaaaattttttttt....
Thhhrrraaaaaanngggg blllllaaaaaaammmmm!!!!
Tongkat Pencabut Roh terpotong menjadi dua bagian dan ujung Pedang Nagapasa langsung memotong separuh tubuh Ki Layang Pandulu dari dahi hingga ke perutnya. Darah segar muncrat ke arah Mahesa Sura sebelum Ki Layang Pandulu roboh bersimbah darah. Dia tewas tanpa sempat berteriak lagi.
Usai menghabisi nyawa Ki Layang Pandulu, Mahesa Sura segera menoleh ke arah Dewi Upas yang mulai ketakutan. Dia tahu bahwa Mahesa Sura tidak akan melepaskannya. Memaksakan diri untuk melanjutkan pertarungan juga dia sudah pasti kalah. Ki Layang Pandulu saja tidak mampu menghadapi orang ini apalagi dia yang sudah luka parah. Tetapi harga dirinya sebagai pendekar memaksanya untuk bangkit kembali meskipun dengan putus asa.
"Bocah, jangan terlalu besar kepala! Sekalipun aku harus mati, maka ku pastikan kamu menemani ku di neraka! "
Dewi Upas segera menotok jalan darahnya sembari memusatkan sisa-sisa tenaga dalamnya. Hal ini membuat tubuhnya membesar dan terus membesar dengan warna merah seperti tomat matang.
Dewi Kipas Besi yang baru selesai menghabisi nyawa Dewani, terkejut melihat perubahan fisik Dewi Upas.
"Anak muda, hati-hati! Perempuan itu ingin meledakkan dirinya..!! "
Mahesa Sura mengangguk mengerti dan segera bergerak menjauh dari Dewi Upas. Dia segera menuju ke arah Tunggak. Dewi Kipas Besi menyambar tubuh Cendani yang luka diikuti oleh Ranti yang baru menghabisi musuh. Pusparini lebih dulu menyusul Mahesa Sura begitu sang majikannya bergerak.
"Cepat berlindung, Nggak! Berbahaya..!!! ", teriak Mahesa Sura yang membuat Tunggak langsung kaget hingga kacang goreng nya jatuh berserakan. Dia masih sempat mengumpulkan beberapa kacang goreng sebelum Mahesa Sura membawanya berlindung dibalik pohon besar.
Haaaaaarrrrrrggggghhhhh...
Dhhhuuuuuaaaaaaaaaarrrrrrrr!!!!!
Ledakan maha dahsyat terdengar dari tempat Dewi Upas. Suaranya bahkan terdengar hingga jarak ribuan tombak. Asap tebal dan debu membumbung tinggi ke udara. Saat asap dan debu mereda, sebuah pemandangan mengerikan terlihat.
Sebagian besar Lembah Seribu Bunga hancur berantakan. Ratusan ribu bunga rata dengan tanah. Sedangkan tempat Dewi Upas berada tercipta lobang hampir setombak dalamnya dengan lebar dua tombak. Jika diperhatikan dengan seksama, ribuan potongan daging kecil-kecil tersebar luas ke seluruh penjuru Lembah Seribu Bunga. Ini adalah daging tubuh Dewi Upas yang meledakkan dirinya.
Melihat ini, Mahesa Sura menghela nafas panjang sembari berkata,
"Guru Nini Rengganis, akhirnya kau bisa sedikit tenang di alam kubur mu. Percayalah aku akan terus memburu,
Orang yang mencelakai mu! "