Genre : Misteri, Thriller, Psikologis, Supranatural
Sinopsis :
Setelah suaminya meninggal didalam kecelakaan yang tragis. Elysia berusaha menjalani kehidupan nya kembali. Namun, semuanya berubah ketika ia mulai melihat bayangannya bertingkah aneh dan bergerak sendiri, berbisik saat ia sendiri, bahkan menulis pesan di cermin kamar mandinya.
Awalnya Elysia hanya mengira bahwa itu halusinasi nya saja akibat trauma yang mendalam. Tapi ketika bayangan itu mulai mengungkapkan rahasia yang hanya diketahui oleh suaminya, dia mulai mempertanyakan semuanya. Apakah dia kehilangan akal sehatnya ataukah ada sesuatu yang jauh lebih gelap yang sedang berusaha kuat untuk berkomunikasi dengannya.
Saat Elysia menggali hal tersebut lebih dalam dia menunjukkan catatan rahasia yang ditinghalkan oleh mendiang suaminya. Sebuah pesan samar yang mengarah pada sebuah rumah tua dipinggiran kota. Disanalah ia menemukan bahwa suaminya tidak mati dalam kecelakaan biasa. Akan kah Alena mendekati jawabnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azka Maftuhah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 - DI BALIK BAYANGAN
Elysia terdiam di tempatnya.
Dunia di sekelilingnya begitu asing. Ia tidak lagi berada di rumah tua itu. Dinding yang mengelilinginya berwarna gelap, nyaris seperti kabut yang berputar-putar dalam bayangan. Udara terasa dingin, menusuk hingga ke tulangnya.
Di mana ini?
Ia berusaha mengatur napasnya, mencoba memahami apa yang terjadi. Baru saja ia dan Satrio berusaha keluar dari rumah tua, lalu sesuatu menariknya ke dalam… sesuatu yang bukan dunia nyata.
Tapi di mana Satrio?
"Satrio?" Alana memanggil, suaranya bergema panjang, seakan menembus ruang hampa.
Tidak ada jawaban.
Ia mencoba melangkah, tapi lantai di bawahnya terasa aneh. Seperti kaca, tapi juga seperti air yang beku. Refleksi dirinya terlihat di bawah sana, tapi—
Bayangannya bergerak sendiri.
Jantungnya mencelos. Ia menelan ludah, menahan diri untuk tidak mundur. Namun, bayangan itu perlahan menegakkan kepalanya… dan tersenyum.
Senyum yang tidak seharusnya ada di wajahnya.
“Kau akhirnya sampai di sini, Elysia…”
Suara itu… bukan miliknya.
Elysia membeku, matanya membelalak. Itu adalah suaranya, tapi lebih serak, lebih dalam, dan terdengar seperti ada sesuatu yang berbisik di baliknya.
"Siapa kau?" suaranya hampir tak keluar.
Bayangan itu tidak menjawab. Ia hanya berdiri di bawah sana, menatap Elysia dengan mata kosong yang hitam pekat.
Tiba-tiba, dari bayangan di bawah kakinya, tangan-tangan hitam mulai merangkak naik.
Elysia menjerit dan mundur dengan panik. Namun, sebelum ia bisa lari, sesuatu mencengkeram pergelangan kakinya!
"Lepaskan aku!"
Tangan hitam itu mencengkram semakin erat. Elysia meronta, mencoba menarik kakinya, tapi kekuatannya terlalu besar. Ia terseret ke bawah, tubuhnya hampir jatuh ke dalam bayangan yang berputar seperti pusaran air yang gelap.
Tidak! Aku harus keluar dari sini!
Dengan sisa tenaga, ia mengayunkan kakinya sekuat tenaga, menghantam tangan itu. Sentuhannya terasa dingin, seperti es yang menyengat kulitnya. Namun, serangan itu cukup untuk membuat genggaman tangan itu melemah.
Elysia segera menarik kakinya dan melompat mundur. Ia terjatuh ke lantai, terengah-engah.
Tangan-tangan hitam itu menghilang… tapi suara tawa kecil menggema di udara.
"Ini baru permulaan, Elysia."
Elysia mendongak dengan napas tersengal. Bayangan dirinya masih berdiri di bawah sana, tetapi kini mulai memudar—seakan ia hanya refleksi yang muncul dari dimensi lain.
Lalu, dalam sekejap, semuanya menjadi hening.
Saat Elysia mengangkat kepalanya, dunia di sekelilingnya berubah. Bayangan yang pekat tadi menghilang, digantikan oleh cahaya putih yang menyilaukan.
Ia kini berdiri di sebuah ruangan luas, dengan pilar-pilar tinggi yang menjulang ke langit-langit yang tak terlihat. Lantainya berkilauan seperti kristal, dan di depannya, terdapat sebuah cermin besar.
Tapi cermin ini berbeda.
Tidak ada refleksi di dalamnya.
Elysia berjalan mendekat, matanya meneliti permukaan kaca yang begitu jernih. Tangannya perlahan terangkat, hampir menyentuh permukaannya—
“Jangan sentuh.”
Sebuah suara menghentikannya.
Elysia terkejut dan langsung berbalik.
Di sana, berdiri seorang wanita misterius.
Wanita itu mengenakan gaun panjang berwarna perak yang tampak berkilauan. Rambutnya hitam pekat, matanya tajam, dan kulitnya pucat seakan tidak pernah terkena cahaya matahari.
Alana menatapnya dengan waspada. "Siapa kau?"
Wanita itu tidak menjawab. Ia hanya menatap Elysia dalam-dalam, lalu berbisik, “Kau sudah terlalu jauh masuk ke dunia ini.”
Jantung Elysia berdebar semakin kencang. "Dunia ini? Apa maksudmu?"
Wanita itu menghembuskan napas dengan pelan. "Bayangan tidak seharusnya hidup dengan caranya sendiri. Namun ada sesuatu yang telah merubahnya. Dan kamu… telah menjelajahi area yang seharusnya tidak kau masuki."
Elysia semakin merasa bingung. "Apa yang telah terjadi padaku? Kenapa aku bisa berada di sini?"
Wanita itu menatapnya intens, lalu mengucapkan dengan nada misterius, "Karena Edric."
Elysia terkejut. "Apa?"
Wanita itu mendekat perlahan. "Suamimu... dia menemukan sesuatu yang tak seharusnya dia temukan. Dan itu menjadikannya... bagian dari dunia ini."
Dunia Elysia seolah bergetar di bawahnya. "Apa maksudmu? Edric sudah tiada! Aku melihatnya!"
Wanita itu memandangnya dalam-dalam, kemudian berkata lembut, "Apa kau benar-benar yakin?"
Elysia merasa sesak di dadanya.
Apakah aku yakin?
Dia teringat pemakaman Edric. Peti yang diturunkan ke dalam tanah. Namun… ada yang terasa tidak benar.
Suaranya menggigil saat ia bertanya, "Apa… yang sebenarnya terjadi pada Edric?"
Wanita itu terdiam sejenak, lalu mengarahkan pandangannya ke cermin besar di samping mereka. "Jawabannya ada di sana."
Elysia menoleh ke arah cermin yang tadi hampir disentuhnya. Sekarang, permukaannya mulai bergetar—seperti air beriak.
Lalu, tiba-tiba…
Sebuah bayangan muncul di dalamnya.
Seseorang berdiri di balik kaca.
Seseorang yang sangat dikenal olehnya.
Mata Elysia membelalak pada sosok itu.
Edric.
Namun ada yang aneh.
Kulitnya tampak lebih pucat, matanya lebih cenderung gelap… dan ia tersenyum.
Bukan senyum lembut yang biasa Edric tampilkan. Melainkan senyum yang tak seharusnya terlihat di wajahnya.
Elysia mundur, tubuhnya bergetar. "Itu… bukan Edric…"
Wanita di sampingnya berbisik, "Itu bukan Edric yang kau kenali."
Saat itu juga, suara Edric terdengar dari belakang cermin.
"Elysia… kamu sudah terlalu dekat. Tinggalkan tempat ini, sebelum terlambat."
Suaranya bergema di udara. Namun sebelum Elysia sempat bereaksi—
Cermin itu meledak!
BRAAK!
Pecahan kaca beterbangan ke segala arah. Elysia menjerit sambil menutupi wajahnya. Udara di sekelilingnya berubah drastis, seperti angin yang menyeretnya menuju kegelapan.
Dunia di sekelilingnya mulai ambruk.
Saat Elysia membuka matanya, ia tidak lagi berada di ruangan terang sebelumnya.
Ia terbaring di atas lantai kayu yang dingin. Nafasnya tidak teratur, dan tubuhnya bergetar.
Matanya berkeliling, ia kembali ke…
Rumah tuanya.
Namun ada perbedaan.
Semua cermin di rumah itu telah hancur berkeping-keping.
Dan yang lebih menakutkan…
Bayangannya di antara pecahan kaca itu sedang menatapnya.
Dan kali ini…
Bayangan itu mulai berbicara.
"Waktumu hampir berakhir, Elysia."
---BERSAMBUNG---