tentang seorang anak yang lahir dari seorang ibu, yang ditinggalkan oleh sang suaminya sejak dari dalam kandungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jordi Vandanu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Leni dan Diva Pergi Umroh.
Leni terlihat begitu sumringah menyambut para tetangga yang berkunjung. Dua hari lagi mereka akan pergi umroh. Sama travel yang cukup ternama. Sebuah mobil a*la warna merah pun sudah terparkir di halaman depan rumah. Candra menambahkan uang dp untuk Deva membeli mobil itu, dan cicilan selama 4 tahun, Deva yang akan membayar.
"selamat ya bu Leni, Diva.. Akhirnya berangkat umroh juga. Semoga lancar ibadahnya. " kata tetangganya.
"ya harus dong bu. "
"kenapa gak bareng sama bu Ros dan pak rt saja kemaren bu Leni? "
"nggaklah bu, ini travel terbaik di kota ini, beda sama yang mereka pakai. " jawab Leni pongah. Para tetangga hanya mengangguk, tak berkomentar lagi. Koper sengaja mereka taruh di tengah. Hingga ibu ibu tetangga dapat melihatnya.
"sebut nama kami disana nanti ya bu, biar kami dapat panggilan kesana juga. "
Leni tertawa geli.
"kesana gak butuh panggilan bu, kesana butuh uang yang banyak. " jawab Leni. Tetangganya terdiam. Biasanya orang yang umroh kalau diminta mendoakan, jawabnya Insya Allah ya? Ini jawabnya begitu.
Setelah tamu tamunya pulang, Diva menatap remeh bawaan para tetangganya itu. Ada yang bawa beras, minyak goreng dan amplop yang isi paling banyaknya 50 ribu. Itu pun titipan pak rt pada keluarganya.
"apaan sih nih orang orang, bawa ini segala. " omel Diva. Leni tak berkomentar, di satukannya beras beras itu ke dalam 1 karung. Minyak goreng sekitar 4 kilogram serta uang yang tak lebih dari 400 ribu.
"lumayan untuk sangu dan bahan makanan bapak dirumah. " ucap Leni santai.
Dan dua hari kemudian Leni dan Diva berangkat.
Dirumah megah Melati. Putra datang dengan membawa kedua orangtuanya. Dan disambut hangat oleh Melati dan Yudi.
"apa kabar pak Jiro, bu Dini... " sapa Yudi, sambil menyalami. Dan Dini cipika cipiki sama Melati.
"kabar baik pak Yud, bu Mel. Waaah.. Gak nyangka ya kita bertemu lagi di waktu terbaik ini. " kata Jiro.
"ayo kita langsung ke ruang makan saja, kita isi lambung kita dulu, baru kita tempur membicarakan kedua anak kita. " ajak Melati bercanda. Jiro dan Dini mengikuti, begitu juga Putra dan Dika. Melati dan Yudi sangat kenal baik dengan Jiro dan Dini. Jiro adalah pemilik armada bus terbesar di negeri ini, sedangkan Dini pengusaha pakaian yang butiknya bertebaran dimana mana. Tapi Putra tak berminat melanjutkan usaha kedua orangtuanya. Putra memilih bidang lain untuk usahanya, untuk sementara Putra dan Yogi bekerja di perusahaan Yudi. Tapi mereka juga punya usaha lainnya.
Makan malam berlangsung hangat dan kekeluargaan, sesekali tawa riang terdengar.
"kita bicarakan tentang anak anak kita ya bu Dini, pak Jiro. " kata Yudi memulai.. Mereka sudah duduk di ruang keluarga nan luas dan hangat itu.
Melati menggenggam jemari Yudi yang mendadak dingin.
"pak Jiro dan bu Dini.. Dian adalah anak saya dengan Diana, istri saya yang lain......... "
Mengalir lah semua cerita tentang Dian dari mulut Yudi, berkali kali Yudi menghela nafas, berkali kali pula Melati mengusap punggungnya. Teryata, pemilik perusahaan berpuluh puluh cabang ini, gugup juga kalau sudah menyangkut masa lalu.
"begitulah pak, saya tak ingin hal ini menjadi masalah di keluarga mereka di kemudian hari, mungkin pak Jiro dan bu Dini bisa mengambil keputusan di awal awal ini, karena untuk saat ini dan ke depannya, kebahagian Dian adalah prioritas hidup kami semua. " ucap Yudi. Tak ada reaksi terkejut dari kedua orangtua Putra. Malah mereka tersenyum bahagia.
"pak Yudi, bu Melati, cerita anda persis sama dengan yang Putra ceritakan pada kami. Buat kami? Tak masalah kok. Pun misalnya Dian bukan anak kalian, saya akan tetap menerima Dian sebagai menantu kami. " ucap Dini, lalu memeluk bahu Melati.
"Dian itu bukan masa lalu pak Yudi, dia adalah anak beliau, anak bu Melati.. apa ada alasan buat kami menolaknya? " tanya Jiro. Terdengar helaan nafas lega dari semua yang ada dalam ruangan itu.
"saya tak ingin hal ini besok, menjadi senjata untuk memojokkan anak saya kalau kebetulan mereka ada masalah. " kata Yudi.
"Insya Allah tidak akan pernah ada hal seperti itu yah, Putra janji.. Bisa di gorok Dika Putra nanti, berani mengecewakan adeknya. " jawab Putra cepat.
Semua tertawa.
"kami akan segera ke Turki, untuk membicarakan ini sama Dian ya bu Dini, atau bu Dini dan pak Jiro mau ikut? "
"boleh juga itu bu Mel, kapan? Ada yang gak sabaran lo. " goda Dini. Putra hanya mendengus saja.
"habis bulan ini, kita rembukan lagi ya, kita cari waktu yang tepat buat ke sana. " jawab Melati.
Semua terlihat bahagia siang itu.
Deva pergi ke salon dengan mobil barunya.
"waaah keren sekali Va, jadi juga temanku ini beli mobil, aku kira omong doang. " kata Inong, teman kerja Deva.
"ya jadi dong mbak Nong, tuuh udah ada.. Hehe.. Bapak yang nambahin dpnya. " jawab Deva.
"iya ya.. Kamu benar benar bertekad kuat ya Va, rajin menabung, sampai benar tercapai, salut aku. " kata Imel, teman Deva yang lain.
"Alhamdulillah saja Mel, mbak Nong... Nanti aku ajak jalan jalan yaa. "
"beneran Va? "
Deva mengangguk.
"asyikkkk!! " seru Imel dan Inong bertepuk tangan. Pada dasarnya Deva adalah anak baik, dia dulu pernah diajar mengaji sama nek Ijah, cuma Leni dan Diva banyak mengajarkan hal yang kurang baik pada Deva, karena itu kadang Deva bertingkah seenaknya dan malas mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Deva juga pandai bergaul, disalon ini semua menyukai Deva. Dia tak pernah menjelekkan orang lain.
Nun jauh disana.
Ketika rombongan pak rt sudah menyelesaikan semua rangkaian ibadahnya, Leni dan Diva sudah separuh jalan. Mereka benar benar membuat jemaah lain geleng geleng kepala melihat kelakuan ibu dan anak itu.
Sibuk mencari spot berfoto saja. Lalu mengupload ke media sosial milik mereka. Meski sudah di tegur sama pimpinan umroh, mereka akan diam sebentar, tapi tak lama mulai lagi, hingga tak ada yang peduli lagi.
Dan ketika diberi waktu untuk membeli oleh oleh, jangan ditanya kerempongan mereka berdua. Kalau tak diingatkan ada bayaran kelebihan bagasi, mungkin mereka semakin kalap berbelanja oleh oleh.
"ish.. Kenapa sih pakai dibatasi segala, padahal mama masih banyak yang mau dibeli. " omel Leni, ketika mereka sudah dalam kamar.
"iya ya ma, ada ada saja, padahal duit kita punya, kita kan bayar tiket pesawat juga. " sambut Diva. Lalu dia membuka hpnya. Matanya terbelalak melihat video yang barusan dikirim oleh Deva.
"astagaaa! " seru Diva sambil menutup mulut.
Leni mendekat.