SUDAH TERBIT CETAK
Cinta bertepuk sebelah tangan Anja mempertemukannya dengan Cakra, siswa paling berandal di sekolah.
Hati yang terluka bertemu dengan apatis masa depan akhirnya berujung pada satu kesalahan besar.
Namun masalah sesungguhnya bukanlah hamil di usia 18 tahun. Tetapi kenyataan bahwa Cakra adalah anak panglima gerakan separatis bersenjata yang hampir membuat papa Anja terbunuh dalam operasi penumpasan gabungan ABRI/Polri belasan tahun silam.
Beautifully Painful.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Butiran Debu (2)
Dipa
---------
Ia bukannya tak tahu ada yang berubah dengan diri Anja, tapi ia mencoba untuk mengabaikannya dan tak terlalu ikut campur. Meski harus diakui, jauh di dasar hatinya ada rasa sayang untuk Anja. Karena biar bagaimanapun, mereka tumbuh besar di lingkungan yang sama, dengan dua keluarga yang bersahabat dekat dan saling mengenal dengan baik.
Namun -menurutnya- cukup berhenti di rasa sayang seperti layaknya dari kakak ke adik, atau dari sesama sahabat, atau dari orang yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
Karena kini ia telah memiliki Tiara, girl of his dream. Meski sempat berpura-pura setuju untuk memutuskan Tiara di hadapan Anja, namun pada kenyataannya ia tak bisa. Ia benar-benar telah jatuh dalam cinta. Tiara jelas gadis yang selalu diimpikannya selama ini. So sorry.
Tapi satu informasi random dari Aldi, membuatnya kembali berpikir tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan Anja. Apakah seperti yang selama ini ia pikirkan? Atau ini hanya kekhawatiran berlebihnya saja?
"Gue sebenernya masih nggak yakin nih, Dip. Cuman curiga aja," ujar Aldi yang sengaja menghampirinya di Perpustakaan saat jam kosong.
"Kenapa?"
"Di malam final West Region, gue kan lanjut hang out tuh sama anak-anak ramean. Nggak sengaja lihat Cakra masuk ke hotel sama cewek."
"Apa hubungannya sama gue?!"
"Karena ceweknya mirip banget sama Anja."
"Serius lo?!" ia mengernyit. "Jangan ngaco lo!"
"Emang waktu itu gelap sih, trus si Varrat juga bawanya lagi kenceng. Cuman gue yakin banget itu Anja. Rambutnya sih yang bikin gue ngeh. Meski rada basah kayak habis kehujanan."
Waktu kelas X Aldi memang sempat menyatakan cinta pada Anja meski langsung ditolak mentah-mentah. Jadi, tak heran kalau Aldi bisa notice hal sekecil apapun yang menyangkut tentang Anja. Seperti model rambut misalnya.
Dan gerutuan Yasser di sela-sela pengambilan gambar year end film project membuatnya kembali teringat informasi random dari Aldi yang sebenarnya telah ia lupakan.
"Ah, brengsek si Cakra! Kebanyakan bikin salah nggak penting!"
"Mahal-mahal gua bayar, hasilnya kek ta i gini!"
"Pasti gara-gara cewek nih, jadi error' begini! Kacau! Kacau!"
Apakah ini kebetulan yang aneh atau memang petunjuk bagi dirinya? Karena di project tersebut, Anja jelas-jelas menjadi pemeran utama, sedangkan Cakra adalah kameraman. Dengan mereka berdua yang saling bergantian silih berganti membuat kesalahan sendiri yang amat sangat tak penting.
Seriously?
Sekali lagi, meski ia tak mencintai Anja seperti layaknya definisi cinta seorang pria kepada wanita. Namun mengetahui fakta bahwa kemungkinan besar Cakra sedang menarget Anja, membuatnya tak bisa terima. Karena Anja jelas bukan levelnya Cakra yang begajulan nggak jelas. Dan Anja jelas pantas mendapat cowok yang jauh lebih baik dari Cakra. Ia sangat yakin itu.
Semua fakta mengejutkan ini kemudian mulai mendorongnya untuk menjadi stalker dadakan. Dengan mengikuti setiap gerak gerik Cakra di sekolah. Dan yeah, menyebalkan memang ketika akhirnya ia mengetahui lewat mata kepala sendiri, jika Cakra sering memperhatikan Anja dari kejauhan. Cakra juga kerap melempar senyum simpul, yang meski tak pernah Anja sadari namun ia tahu pasti arti dari senyuman tersebut. Hell yeah tentu saja, senyum yang pernah ia lakukan saat melihat Tiara melintas. Senyuman orang yang sedang jatuh cinta. Damned!
Dan yang paling membuatnya tak habis pikir dan merasa yakin harus segera bertindak adalah, jaket yang dipakai Anja saat pulang ke rumah setelah semalaman menghilang usai final West Region sama persis dengan jaket yang sering dipakai Cakra. How come?
Ia mencoba mengkonfrontasi langsung kepada Cakra, tapi tak pernah memperoleh jawaban pasti. Ya, tentu saja, bertanya tentang, "Itu jaket lo?!" jelas sangat aneh dan terdengar menyebalkan bagi semua orang meski bukan Cakra sekalipun. Meski demikian, ia semakin yakin 100% jika pagi itu Anja memang memakai jaket milik Cakra. Double damned!
Jadi ketika hari Senin pagi untuk pertama kalinya Anja tak masuk sekolah tanpa keterangan. Yang menurut penuturan Bi Enok, Anja sedang tidur di rumah sakit menunggui Om Yuwono yang masuk ICU. Namun ketika sore hari ia mengantar Bunda menjenguk ke rumah sakit, Mama Anja justru mengatakan jika Anja sedang istirahat di rumah. Sesuatu yang buruk mendadak melintas di kepala.
Namun masih bisa diredam. Mungkin Anja memang tidur di rumah sakit, hanya saja saat ia datang, Anja belum sampai ke rumah sakit. Atau bisa jadi Anja sudah berada di rumah. Hanya ia yang tak mengetahuinya. Think positively.
Tapi ketika hari Selasa pagi, Anja tak kunjung kelihatan batang hidungnya baik di rumah maupun di sekolah, ia merasa perlu melakukan sesuatu.
"Cakra mana?!" tanyanya pada Lukman yang kebetulan sedang berdiri di depan pintu kelas XII IPA6, kelas Cakra.
"Tahu," Lukman mengangkat bahu. Yang langsung disahut oleh Nidia dari bangku paling depan, "Cakra dari kemarin nggak masuk."
"Kenapa??"
"Biasa lah....bolos. Kayak nggak tahu dia aja," jawab Nidia sambil mencibir.
Ini jelas bukan cuma kebetulan jika mereka berdua, Anja dan Cakra sama-sama tak masuk sekolah tanpa keterangan. Ini jelas fakta yang harus ditindak lanjuti. Karena menjadi fakta paling mencengangkan dan mengejutkan yang semakin memperjelas situasi bahwa mereka berdua, Anja dan Cakra, memang saling berhubungan satu sama lain. Sialan!
Seumur hidup ia takkan pernah rela Anja didekati oleh cowok brengsek macam Cakra. Tak akan pernah.
Dan ketika ia masih kebingungan untuk mulai mencari keberadaan Anja dari mana dulu. Apakah dari rumah sakit tempat Om Yuwono dirawat, atau mencari alamat rumah Cakra, atau darimana? Mas Tama tiba-tiba datang ke rumah.
"Dari hari Senin Anja nggak masuk sekolah," jawabnya ketika Mas Tama bertanya.
"Saya nanya ke orang rumah, kata Bi Enok lagi tidur di rumah sakit. Tapi pas saya ke rumah sakit, Tante Niar bilang, Anja lagi istirahat di rumah."
"Dan sampai sekarang saya nggak bisa menghubungi nomor Anja."
Begitu mendengar penuturannya, Mas Tama langsung pamit pulang sambil tak lupa menepuk bahunya, "Makasih, Dip."
Ia tak pernah tahu apa yang terjadi pada malam itu, otaknya masih berpikir keras esok pagi akan melakukan langkah signifikan apa untuk menemukan Anja. Tapi tiba-tiba pagi ini, Bunda memintanya untuk menemani Anja,
"Kata Tama, Anja sakit, tolong temani ya Dip. Kamu hari ini ijin dulu nggak usah masuk sekolah."
------------
Selama satu jam terakhir ia hanya bisa memandangi wajah pucat Anja yang sedang tertidur nyenyak. Setelah tadi sempat diperiksa oleh dokter dan mendapat terapi cairan infus.
Anja yang malang. Berwajah pucat dan lelah. Dengan tulang pipi menonjol yang membuatnya terlihat semakin mungil. Ia bahkan baru menyadari jika Anja menjadi sangat kurus dibanding terakhir kali ia mengingatnya.
Apa yang terjadi Anja? Apakah Cakra telah menyakitimu? Karena jika benar, ia takkan segan-segan untuk membuat perhitungan dengan berandal sialan itu. Karena aku sayang sama kamu, Anja. Kamu adalah adik yang tak pernah dilahirkan oleh Bunda. Kamu adikku. Adikku tersayang.
***
Tama
Hari Sabtu malam, ia sedang memantau sebuah operasi penting dan tengah menanti laporan dari anggotanya di lapangan, yang sedang melakukan penggerebekan terhadap hampir 90 orang dan 45 oknum perguruan silat persatuan putra sakti (PSPS) yang terlibat dalam kasus penganiayaan dan pengerusakan harta benda milik warga dari dua desa di Situbondo, ketika tiba-tiba ponsel pribadinya bergetar tanda ada panggilan masuk.
Mama?
"Tama, kamu lagi dimana?"
"Di lapangan. Kenapa Ma?"
Sedetik kemudian di seberang sana mulai terdengar suara Mama yang terisak.
Wah, ada apa nih? Terakhir kali Mama meneleponnya sambil terisak adalah ketika Anja nekat coba-coba membawa mobil baru milik Papa yang siangnya baru diantar oleh pihak dealer, tapi kemudian Anja justru menabrak pagar pembatas jalan di depan kompleks perumahan tempat orangtuanya tinggal.
Sementara di saat bersamaan, ponsel dinasnya juga menggelepar-gelepar dengan nama Sigit terpampang di layar, ketua tim Buser operasi kali ini. Ia sempat bimbang harus memilih yang mana, ketika dengan sendirinya mengatakan, "Maaf, Ma, aku harus ke lokasi. Nanti kutelepon balik ya Ma. Oke Ma?"
Dan langsung memutuskan sambungan telepon dari Mama, lengkap dengan menonaktifkan ponsel pribadinya.
"Ya?" kemudian memutuskan mengangkat panggilan dari Sigit.
"Aman terkendali. Menunggu perintah selanjutnya!"
Hingga Minggu siang ia masih berada di Situbondo untuk berkoordinasi dengan jajaran terkait, Kapolres dan penyidik Satreskrim (Satuan Reserse Kriminal) Resor Situbondo perihal diamankannya ratusan orang yang terlibat langsung dalam bentrokan dua desa di Situbondo dini hari kemarin.
Dan masih menunggu perkembangan lebih lanjut, karena disinyalir terdapat puluhan warga lain dari luar daerah (Bondowoso dan Jember) yang juga terlibat dalam aksi perusakan pada bentrokan kemarin.
Hingga membuatnya lupa untuk menelepon balik Mama. Baru pada Minggu malam, dalam perjalanan pulang dari Situbondo menuju Surabaya, ketika ia berniat menghubungi Mama, Sada lebih dulu menelpon.
"Papa stroke," begitu kata adiknya tersebut.
"Tadi sempat ada kemajuan dan hampir pindah ke ruang perawatan. Tapi barusan aku jalan ke bandara, Mama nelepon, katanya Papa kena serangan kedua, jadi masih harus di ICU."
Ia menghela napas, "Oke," kemudian berpikir sejenak. "Kamu bisa pulang lagi kapan? Biar kita gantian. Aku lagi banyak kasus yang nggak bisa ditinggalin."
Sada menyanggupi untuk pulang ke Jakarta lagi hari Kamis. Maka ia memutuskan untuk datang pada hari Selasa, usai rilis resmi kasus bentrok dua desa yang cukup menyita perhatian publik yang kini sedang ditanganinya.
"Ada satu masalah lagi," ujar Sada ketika ia pikir pembicaraan mereka telah selesai.
"Apa?"
"Anja."
"Kenapa lagi?!"
Sada terdengar menghembuskan napas panjang, sebelum akhirnya berkata, "Hamil."
"Brengsek!" teriakannya bahkan membuat Erik, stafnya yang sedang mengemudikan kendaraan terkejut.
"Ada masalah lagi Mas?" tanya Erik ingin tahu. Kondisi di lapangan tadi memang cukup memanas karena berhubungan dengan ratusan warga dari dua desa yang berbeda.
Namun ia hanya memberi isyarat untuk menyuruh Erik agar diam dan tak ikut campur.
"Siapa?!"
"Kayaknya teman sekolahnya."
"Anak PB?"
"Mungkin, nggak sempat nanya-nanya. Keburu kuhajar."
Ia menghembuskan napas kesal sambil menggelengkan kepala, "Mama udah tahu?"
"Gila apa?! Belum lah. Ini aku baru dikasih tahu dokter waktu di rumah sakit gara-gara Anja pingsan."
"Jangan sampai Mama tahu sebelum semuanya beres!"
"Pasti."
"Aku nggak mau nanti malah dua-duanya yang sakit."
"Setuju."
"Weekend ini kita bisa ketemu?"
"Bisa. Jum'at sore Dara sama anak-anak berangkat duluan. Aku nyusul Sabtunya."
"Oke, kita ketemu di rumah."
Hingga Senin siang ia masih disibukkan dengan rilis resmi kasus kekerasan massal di Situbondo bersama Kabid Humas, Kabid Propam (profesi dan pengamanan) dengan didampingi oleh Kapolres. Yang telah menetapkan 90 orang dan 45 oknum PSPS sebagai tersangka. Namun 11 diantaranya dikembalikan kepada orangtua, tidak dilakukan penahanan, karena masih di bawah umur.
Hari Selasa pagi ia masih berkoordinasi dengan pihak terkait karena setelah proses penyidikan berlangsung ternyata ada pengembangan kasus.
Setelah yakin telah merampungkan seluruh tugasnya, Selasa sore barulah ia bisa terbang ke Jakarta. Langsung menuju ke rumah sakit, dan merasa sangat menyesal karena tak bisa langsung pulang ketika Mama menelepon.
"Kata dokter kalau tersumbat pembuluh darah, kemungkinan sembuhnya lebih besar. Lha ini tapi Papamu kok malah kena serangan lagi, ini gimana?" Mama langsung menangis menubruknya.
Ia yang tak sanggup melihat pria gagah idola seumur hidupnya terbaring lemah di ruang ICU langsung membuang pandangan kearah lain dan hanya bisa mengusap punggung Mama secara perlahan.
"Kemarin Mas Puguh sama istrinya nengok kesini," ujar Mama menceritakan sahabat Papa mereka selama masih aktif berdinas itu.
"Katanya mesti cepet-cepet dibawa ke Singapur sebelum terlambat. Lha ini gimana?"
"Mama tiga hari disini nggak bisa mikir apa-apa."
Ia mengangguk-angguk mengerti, "Iya, Ma. Nanti aku diskusi sama Sada gimana baiknya."
"Mama nggak usah mikir apa-apa," ujarnya mencoba menenangkan.
"Nggak usah mikir gimana?" protes Mama. "Orang sehat, segar bugar tiba-tiba lemes nggak bisa ngapa-ngapain itu gimana ceritanya?! Ya pasti Mama mikirin Papamu."
"Iya, Ma, iya," ia kembali mengusap-usap punggung Mama.
"Mama mau pulang dulu biar bisa istirahat sebentar di rumah?" tawarnya.
Tapi Mama menggeleng, "Mama mau nemenin Papamu disini. Mama nggak mau kalau nanti Papa bangun, tapi malah nggak ada disini."
Ia kembali mengangguk mengerti, tak diragukan lagi kehangatan hubungan kedua orangtuanya. Terlebih di saat salah satu sedang menderita sakit seperti sekarang ini, ikatan hati dan cinta mereka berdua yang amat kuat benar-benar terasa.
"Aku mau ke rumah dulu, nengokin Anja," ia berusaha memancing, apakah Mama memang benar-benar belum tahu tentang keadaan Anja.
"Iya, kasihan adikmu nggak ada yang merhatiin," jawab Mama. "Kemarin juga sempet pingsan disini. Mama sampai khawatir."
"Makanya Mama suruh buat istirahat di rumah aja. Nggak usah kesini," lanjut Mama.
"Pingsan kenapa Ma?"
"Sada bilang, kata dokter kecapekan," jawab Mama lagi tenang. Berarti memang Mama benar-benar belum tahu kondisi Anja. Masih aman.
"Mungkin karena aktivitas yang padat. Udah mau UN banyak pengayaan sama TO (try out)."
"Oke," sekarang ia harus segera bertemu Anja untuk menyelesaikan masalah. "Mama mau dibawain apa kalau aku kesini lagi?"
Dari rumah sakit ia langsung menuju ke rumah. Dan terkejut demi mendapati Anja sudah tiga hari tak berada di rumah.
"Kemana?!"
"Lho, kata Neng Anja waktu itu mau tidur di rumah sakit nungguin Bapak di ruang ICU," jawab Bi Enok dengan wajah bingung.
"Memang Neng Anja nggak ada di rumah sakit, Mas?" tanya Bi Enok semakin bingung.
Ini ada yang nggak bener nih.
Namun sebelum bertindak, ia lebih dulu menemui Dipa. Karena Dipa pasti tahu apa yang sedang dilakukan oleh Anja atau bahkan mungkin mengetahui keberadaan Anja saat ini.
Tapi jawaban Dipa justru semakin membuatnya meradang, dua hari tak masuk sekolah tanpa keterangan? Kemana gerangan perginya adik kecil yang manja itu?
Ini jelas kesalahan besar. Anja tak mungkin berbuat senekat ini. Pasti ada pengaruh buruk dari orang lain. Dan yang paling mungkin mempengaruhi Anja saat ini adalah...
"Kalau boleh kubilang Mas," sergah Dipa ketika ia pamit pulang.
"Kenapa?"
Dengan wajah ragu yang diliputi kekhawatiran, Dipa sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Ada temen yang bilang, pernah lihat Anja sama Cakra di...."
Begitu keluar dari rumah Dipa, ia langsung menghubungi Sada, "Siapa nama cowok brengsek itu?!"
"Kenapa?" Sada justru balik bertanya. "Sempat kenalan tapi lupa."
"Anja nggak ada di rumah sejak hari Minggu."
"Brengsek!" umpat Sada berapi-api. "Minggu sore kita masih ngobrol sebelum kuhajar ABG sialan itu!"
"Cakra?" tanyanya mencoba mengkonfirmasi info dari Dipa tadi.
"Nah itu!" suara Sada terdengar lega. "Cakra!"
Berarti Anja pergi dari rumah sekitar hari Minggu petang, bersamaan dengan Sada yang kembali terbang ke Jogja. Dengan demikian, sampai hari ini terhitung Anja tak diketahui keberadaannya sudah lebih dari 2 x 24 jam. Brengsek!
Ia takkan memaafkan siapapun yang berbuat buruk terhadap Anja. Siapapun!
Tanpa berpikir ia langsung menghubungi Gigih, teman seangkatannya ketika menempuh pendidikan di Akpol dulu, yang kini bertugas sebagai Kapolres Metro Jakarta daerah tempat tinggal kedua orangtuanya.
"Lu bisa tolongin gua?"
"Bisa!"
Bukan hal sulit bagi mereka untuk menemukan cecunguk macam Cakra. Dan entah kebetulan apa yang sedang menanunginya, karena malam ini ada operasi penggrebekan DPO (daftar pencarian orang) narkoba tak jauh dari tempat dimana disinyalir Anja berada.
"Nanti anak-anak mampir," pungkas Gigih meyakinkannya.
Dan, disinilah ia, menyaksikan bagaimana anggota Gigih membekuk cecunguk kecil yang telah melarikan Anja. Namun baru saja ia merasa lega karena berhasil memeluk Anja, dalam sekejap berubah menjadi kekhawatiran karena adik kecilnya itu justru jatuh dalam pelukan, alias pingsan.
"Anja??"
udah aku wakilin tuh Ja 🤭🤭