NovelToon NovelToon
TamaSora (Friend With Benefits)

TamaSora (Friend With Benefits)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / One Night Stand / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Kantor / Office Romance
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Mima

"Cinta ini tak pernah punya nama... tapi juga tak pernah benar-benar pergi."

Sora tahu sejak awal, hubungannya dengan Tama tak akan berakhir bahagia. Sebagai atasannya, Tama tak pernah menjanjikan apa-apa—kecuali hari-hari penuh gairah.

Dan segalanya semakin kacau saat Tama tiba-tiba menggandeng wanita lain—Giselle, anak baru yang bahkan belum sebulan bergabung di tim mereka. Hancur dan merasa dikhianati, Sora memutuskan menjauh... tanpa tahu bahwa semuanya hanyalah sandiwara.

Tama punya misi. Dan hanya dengan mendekati Giselle, dia bisa menemukan kunci untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman dalam bayang-bayang.

Namun di tengah kebohongan dan intrik kantor, cinta yang selama ini ditekan mulai menuntut untuk diakui. Bisakah kebenaran menyatukan mereka kembali? Atau justru menghancurkan keduanya untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ternyata pemberani.

Tama setegah berlari keluar dari aula, meninggalkan anak-anak yang mulai beberes juga. Sudah pasti mereka ingin ikut mengantar Sora ke rumah sakit.

“Gatal banget,” ringis Sora, tak kuasa menahan rasa gatal yang sudah menjalar ke seluruh tubuh.

“Sabar ya, sayang? Gue bakal ngebut.” Tama mengeluarkan mobilnya dari area parkir aula. Untung saja tadi dia kepikiran untuk memindahkan mobil dari parkiran depan ke tempat ini. Seperti biasa, Sora dia pangku di atas paha, persis seperti malam dia menemukan gadis itu terkunci di toilet kantor.

“Panass.”

Tama mengatur suhu AC sampai yang paling dingin. Semoga saja mereka berdua tidak masuk angin setelah ini.

“Mendingan?” tanyanya.

Sora hanya mengangguk. Entah sejak kapan gadis itu menangis, Tama tidak sadar.

“Sakit banget ya? Maafin gue. Harusnya gue jagain lo, Ra.” Kalimat penyesalan itu terlontar dari mulut Tama. Tentang alergi Sora, hanya Tama lah yang tau. Bahkan Kayla pun baru tau malam ini. Seharusnya Tama tidak membiarkan Sora terlalu jauh dari jangkauannya.

Tidak ada respon apapun dari gadis yang menolak untuk mengalungkan tangan ke lehernya. Sora memeluk dirinya sendiri. Dan Tama harus menekan kuat-kuat rasa sakit di dada. Rasa takut itu kembali datang. Misinya akan selesai dalam beberapa hari ke depan. Tapi mungkinkah Sora masih berkenan kembali kepadanya?

“Sora....” Tama memanggil di tengah kecepatan mobil yang cukup tinggi.

“Lo fokus nyetir aja.”

“Gue kangen.”

“Kali ini apa lagi? Lo udah siapin berapa kondom buat malam ini?” tembak Sora tanpa basa-basi. Dia sudah tidak percaya dengan kata cinta dan kata rindu dari laki-laki ini. Setiap kali dia mengucapkannya, mereka selalu berujung bertengkar karena Sora tidak bersedia diajak berhubungan badan.

“Apa gue sejelek itu di mata lo?”

“Gue bicara fakta. By the way bisa kita diam aja? Tenggorokan gue sakit.”

Sora bisa merasakan dada Tama bergerak naik turun. Laki-laki itu menghirup udara sebanyak mungkin, kemudian dilepas secara perlahan. Dia marah? Sudah pasti. Bukankah hanya itu yang bisa dia lakukan akhir-akhir ini? Marah karena gairahnya tidak tersalurkan. Ujung-ujungnya merembet ke urusan kantor yang terkesan dibesar-besarkan. Sora sudah terbiasa.

Sadar Sora sedang dalam mood yang tidak baik, Tama memilih untuk bungkam. Untungnya perjalanan menuju rumah sakit tidak sampai sepuluh menit. Jadi, dia tidak harus berlama-lama berada dalam perang batin bersama perempuan itu.

“Kita akan observasi lagi satu jam dari sekarang. Jadi, Ibu Sora harus tinggal di sini dulu.” Dokter memberi penjelasan singkat setelah memberikan obat lewat suntikan.

“Baik, Dok. Ada kamar kosong kan, Dok?”

“Biar di sini aja.” Sora memotong. Dia tidak ingin berduaan dengan Tama di dalam kamar rawat inap. Udah paling benar di IGD aja. Walau tiap kasur dipisah tirai, tapi setidaknya di sini banyak orang. Jadi, laki-laki ini tidak akan mungkin melakukan sesuatu kepadanya.

“Bentar lagi anak-anak datang. Nggak enak ngeganggu pasien yang lain, Ra.”

“Suruh masuk satu-satu aja. Atau suruh jangan datang sekalian. Toh di sini bentar doang, cuma satu jam.”

Tama kembali menarik napas. Selama berbicara, Sora tidak berkenan melihat kedua matanya. Sejak tadipun perempuan itu tidak pernah menyebut namanya. Seperti berbicara dengan orang asing saja.

“Kita ikuti kemauan pasien saja, Pak. Kenyamanan pasien adalah yang paling utama.” Untungnya dokter memihak kepada Sora. Jadi, wacana memesan kamar itu harus dibatalkan. Hufff... padahal Tama sangat ingin ada privasi.

“Lo mau minum apa? Gue mau beli kopi di vending machine.”

“Nggak usah, makasih,” jawab Sora yang baru saja membalikkan tubuhnya, memunggungi Tama. Tentu saja setelah dokter pergi.

“Gue tanya baik-baik. Bisa jawab baik-baik juga?”

“Lo pulang aja. Makasih udah nganterin. Satu jam lagi gue pulang naik taksi.”

Darah di seluruh tubuh Tama seakan naik ke ubun-ubun. Perempuan ini kembali menguji kesabarannya. Apa sih maunya?

“Mau lo apa, Sora Abigail?” Tama berjalan ke sisi kasur yang satunya agar bisa melihat wajah perempuan itu.

“Berhenti pura-pura baik. Ngeri gue liatnya. Marah, mengejek, memaki, menyindir, itu lebih cocok sama lo.” Sora menjawab dengan sangat tenang, dengan kedua mata yang terpejam. Dia sudah sangat siap apabila setelah ini ada bagian tubuhnya yang dicekal, dicekik, bahkan ditampar mungkin? Ingat kan? Tama yang sekarang sudah sangat berbeda dengan Tama yang dia kenal dulu.

Sementara itu hati Tama justru terkoyak. Kata-kata pedas yang sengaja dituduhkan Sora bagaikan belati yang menusuk dirinya sampai ribuan kali. Sungguh, masih adakah harapan untuk mereka berdua?

Laki-laki itu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi. Dia butuh udara segar. Biasanya, berdekatan dengan Sora adalah hal yang selalu membuatnya bahagia. Bahkan sudah bertahun-tahun lamanya dia menganggap gadis itu sebagai sumber oksigen untuknya. Tapi belakangan ini yang dia dapati hanyalah sesak.

“Gimana Sora, Tam?” Anak-anak baru sampai saat dia keluar dari ruang IGD. Julian, Kayla, Axel, Jo, Friska dan Fabian saja.

“Dia di dalam. Kalau mau masuk, satu-satu aja. Biar nggak ganggu yang lain.” Tama menjawab dengan lesu. Kali ini dia tidak bisa menyembunyikannya. Mungkin karena belum makan malam juga.

“Lo mau ke mana?” tanya Julian, setelah Kayla masuk.

“Mau beli kopi. Kalian mau? Biar sekalian gue beliin.”

“Gue temani lo.” Julian tau kembarannya ini butuh teman.

“Gue juga.” Axel dan Jo taunya ingin ikut juga. Jadilah yang tersisa Friska dan Fabian.

Di dalam bilik Sora.

“Ra....” Kayla mendapati sahabatnya itu sedang menangis dalam diam. Bentol di leher dan tangannya sudah mulai menghilang. “Maafin gue ya? Gue nggak tau kalau lo ada alergi.” Kayla benar-benar menyesal sampai ingin menangis.

“Nggak apa-apa, Kay. Salah gue juga nggak baca komposisinya dulu. Padahal biasanya gue selalu aware sama apa yang gue makan.” Sora berusaha tersenyum. Sisa air mata masih tampak jelas di ceruk batang hidungnya.

“Lo kenapa nangis? Tama marahin lo lagi?” tebak Kayla. Mustahil nangis karena alerginya kan? Juga wajah lesu Tama tadi, seperti sebelas dua belas dengan kondisi Sora sekarang.

Sora menggeleng. “Gue suruh dia pulang. Gue muak, Kay. Gue udah nggak bisa bedain dia baik beneran atau karena ada maunya. Gue nggak tau, setelah nolongin gue, dia akan minta apa lagi.”

“Maksud lo apa, sayang? Memangnya Tama minta apa ke lo?” Sebenarnya Kayla dan anak-anak yang lain sudah lama ingin tau alasan di balik kacaunya hubungan kedua anak manusia ini. Mungkinkah sekarang dia akan menemukan jawabannya?

Dan jawaban Sora yang diucapkan perempuan itu dengan sangat pelan, bahkan terkesan hanya memberi isyarat lewat gerakan mulut, membuat Kayla geleng-geleng kepala.

ML. Making love, alias bercinta. Jadi... Tama pindah dari apartemen karena egonya terluka. Ajakan bercintanya selalu ditolak oleh Sora dengan segala macam alasan. Itu pulalah yang membuat dia menjadi dingin kepada gadis itu di kantor. Membesar-besarkan masalah yang tidak terlalu penting, hanya supaya bisa menekan Sora dan melampiaskan amarahnya.

“Childish banget.” Kayla kehabisan kata-kata.

“Gue udah nggak kenal dia lagi, Kay. Sekarang, apapun yang dia lakukan, gue nganggapnya hanya karena lagi pengen badan gue aja. “

Biasanya Kayla akan memberi masukan lain agar Sora bisa berpikir dari banyak sudut pandang. Tapi kali ini dia merasa tidak ingin ikut campur. Ini murni urusan pribadi Sora dan Tama. Jadi, dia mengangguk saja, tanda memahami perasaan gadis itu.

“Lo ke sini bawa mobil sendiri, Kay? Atau nebeng sama Julian?”

“Tadi kita nebeng ke Julian semua, Ra. Biar cepet. Kenapa? Lo mau pulang bareng kita?”

Sora langsung mengangguk. “Masih muat nggak ya? Tadi gue udah bilang ke dia bakalan naik taksi. Tapi pasti bakal dicegat. Kalau bareng kalian, harusnya dia nggak berhak ngelarang.”

“Nanti si Axel sama si Jo gue ungsiin ke mobil dia. Aman. Lo tenang aja ya?”

Setelah Kayla, berganti Friska yang masuk. Kemudian kembali ke Kayla lagi. Anak laki-laki bilang akan menunggu di luar saja, karena dokter akan observasi sebentar lagi.

“Sudah boleh pulang ya, Bu. Jangan lupa semua obatnya diminum sampai habis.” Akhirnya dokter menyimpulkan kalau Sora sudah baik-baik saja dan sudah bisa pulang.

“Terima kasih, Dokter.” Sora dan Kayla sama-sama lega. Setelah dokter pergi, Kayla membantu Sora turun dari kasur. Tas Sora juga sudah ada di pundak Kayla yang lain. Keduanya keluar dari IGD dan menghampiri anak-anak yang sudah menunggu di luar.

“Hei, Ra...” Julian, Axel, Jo dan Fabian menyapa.

Tidak ada Tama. Ke mana dia?

“Maaf udah ngerepotin kalian.” Sora tersenyum lembut. Entah apa jadinya dia tanpa orang-orang ini. Di saat hubungannya dan Tama sedang hancur seperti sekarang, dia sangat bersyukur masih ada Kayla, Julian dan yang lainnya yang bersedia menjadi temannya.

“Santai aja, Ra. Kita pasti khawatir bangetlah sama lo. Tadi anak-anak yang lain nggak bisa ikut. Nitip salam aja katanya.”

“Iya, Ra. Udah pada ngucapin juga di grup kantor.” Jo menimpali ucapan Julian barusan.

“Hah? Udah sampai ke grup kantor aja?” Sora geleng-geleng kepala. Pastilah ada yang bahas siapa yang membawanya ke rumah sakit. Iya kan?

“Oh iya, Jul. Sora mau nebeng mobil lo, boleh? Biar si Axel sama si Jo nebeng di mobil Tama.” Kayla mengutarakan permintaan Sora tadi.

“Iya. Tadi si Tama udah pesenin juga, nitip Sora ke kita.”

Sora langsung bisa mengartikan kalau Tama sudah pulang duluan.

Baguslah.

“Oh? Dia udah pulang? Trus, kita muat nggak di mobil lo?” lanjut Kayla.

“Muatlah. Kita kan badannya kecil-kecil. Jadi muatlah bertiga di belakang.” Axel menunjuk dirinya, Jo dan Fabian. Jadi, Friska, Kayla dan Sora bisa duduk di sebelah Julian dan di tengah.

“Oh, jadi maksudnya badan kita gede?” Friska melayangkan pukulan kecil di legan Axel. Mereka tertawa-tawa sambil berjalan menuju lobi rumah sakit.

***

Sora penasaran dan sudah tidak sabar ingin membaca isi chat grup kantor. Semoga saja tidak ada yang membahas Tama. Soalnya Giselle ada di dalam grup yang sama. Dia tidak ingin ada yang memancing keributan lagi.

“Tenang aja, Ra... kita tau kok apa yang boleh dan yang nggak boleh kita lakukan.” Ternyata Julian sadar saat perempuan itu menghela napas lega, setelah selesai membaca pesan dari atas sampai ke bawah.

“Gue nggak mau Giselle makin marah ke gue.”

“Emang dia pernah marah ke lo?” Jo bertanya dari belakang. Friska dan Kayla yang duduk di tengah pun langsung memasang telinga.

“Sebenarnya dia pernah ajak gue bicara.”

“Hah?!” Semua kompak terkejut.

“Gimana gimana? Kok lo nggak pernah cerita?” Tubuh Kayla sudah condong ke depan.

“Lo semua ingat nggak kejadian pas Tama salah sebut nama Giselle jadi nama gue? Yang menjadi awal kebencian Giselle ke kita semua?”

“Oh ingat-ingat. Yang si Julian nggak masuk karena habis ditonjok si Tama kan?” Kayla langsung ingat. “Gue ingat banget kita lagi video call sama Julian, pas si Giselle lagi bahas kerjaan sama si Tama. Trus tiba-tiba si Giselle nanya, mas dengerin aku nggak sih? Yang itu kan?” Kayla sambil sempat menirukan cara bicara Giselle.

“Oh ingat gue. Yang habis itu si Tama latah jawab iya Ra? Iya kan? Gendeng emang itu anak.” Jo menimpali. Julian yang saat itu memang sedang absen, hanya bisa mendengar saja.

“Nah, sebelum itu kan gue ke pantry buat ngisi tumbler. Dia kayaknya sengaja ngikutin gue. Ya... dia bilangin deh tuh, dari A sampai Z. Dia bilang kalau dia risih anak-anak kantor masih sering kait-kaitkan gue sama Tama. Dia juga bilang nggak ngerti kenapa semua orang seperti mengagung-agungkan mba Sora, padahal dia nggak lihat ada yang spesial dari gue. Dan yang terpenting, udah jelas kalau dialah pacarnya si Tama, tapi kenapa yang orang ingat malah mba Sora, mba Sora dan mba Sora. Entah dia bilang apa lagi, gue lupa. Intinya dia nggak suka pacarnya masih sering dikait-kaitkan ke gue.”

“Kurang ajar juga itu anak. Berani banget.” Kayla speechless.

“Seriusan dia berani bilang gitu ke lo?” Julian juga sampai terheran-heran.

“Eh satu lagi. Dia bilang gini.” Sora berdehem kecil, karena dia akan menirukan cara bicara Giselle lagi. “Aku tau banget kok Mba, anak-anak AR itu nggak ada yang suka sama aku. Tapi aku nggak apa-apa. Selama mas Tama ada dipihakku, aku nggak masalah. Padahal, bukan nggak bisa loh ya, aku minta tolong ke om Rahmat biar kalian baik sama aku. Pokoknya gue lupa persisnya dia bilang apa, tapi intinya kayak gitu.”

“Hah? Bener-bener! Kecil-kecil cabe rawit juga itu anak! Emosi gue!” Si Jo sudah kepanasan.

“Trus lo jawab apa, Ra? Kalau gue jadi lo, gue jambak itu rambutnya.” Friska yang bukan anak AR aja ikut geram.

“Gue nggak ladenin sih, Fris. Ya, gue taulah anak seumuran dia itu emang lagi labil-labilnya. Masih mencari jati diri. Butuh diakui, butuh validasi. Gue iya-iyain aja. Walau habis itu tetap down karena ngerasa direndahin banget.”

“Kenapa lo nggak cerita sih, Raaa? Biar kita kulitin rame-rame itu anak.”

“Sebagai pacarnya Tama, apa yang dia bilang bener sih, Kay. Lo juga tau kan, dari awal mereka pacaran gue udah jaga jarak. Gue paling anti ada affair sama cowok yang udah punya pacar. Tapi si Tama aja yang nggak tau diri. Gue sampai minta bantuan lo berdua untuk cariin apartemen baru, karena kunci apartemen gue digandain sama dia supaya dia bebas keluar masuk unit gue.”

“Dia itu kenapa sih ya? Kalau sebenarnya cinta sama lo, kenapa masih macarin si Giselle coba?”

Pertanyaan Friska membuat anak-anak AR sempat terdiam sejenak. Hanya merekalah yang tau tentang misi Tama. Tidak boleh ada yang tau sampai misi itu selesai dan membuahkan hasil.

“Lagi puber kali.” Julian menjawab dengan bercanda. Hanya itulah jawaban yang terlintas di dalam kepalanya.

“Telat banget pubernya,” sahut Friska lagi.

“Nggak cuma pubernya yang telat, Fris. Mikirnya juga telat,” ejek Jo sambil tertawa kencang. Alhasil yang lain pun ikut menertawakan Tama yang sama sekali tidak ada di sana.

“Eh, out of topic dulu nih.” Fabian yang sejak tadi tak bersuara tiba-tiba muncul ke permukaan. “Kan kontrak pacaran lo berdua udah kelar. Kira-kira gue bisa maju nggak, Ra?” tanyanya dengan nada bercanda, bahkan setengah tertawa.

“Ada gila-gilanya ya lo, Fab! Udah liat si Julian kayak gimana selama satu bulan terakhir. Dua kali dibikin babak belur dia sama si Tama! Lo mau kayak gitu?” Friska menunjuk-nunjuk Fabian dari kursi tengah.

“Habisnya gue udah kelamaan jomblo nih! Lo mau nggak sama gue?”

***

Hai guysss.

Jangan lupa follow sosmed author yaaa. IG, TT, FB dan YT usernamenya sama : authormamamima. Di sana aku bikin video-video yang relate sama isi bab gitu guyss, biar makin dapat feelnya. Kalian pasti suka. Di follow yaaa. Thank youu. 😉😉😉

1
Risma Waty
Semoga Julian punya hati yang tulus
Risma Waty
Tama, gas pollllll apalagi sudah halal begini ☺
Risma Waty
Kayla pinter juga nih ngeles dari pertanyaan Sora
Risma Waty
Ternyata mamanya Julian bukan mama kandung Tama.
Teh Fufah
masa d parkiran gk d bawa ngamar hahahaha
Risma Waty
Ya udah, gitu keluarga Tama nyampe, langsung aja dinikahkan tuh Tama & Sora. 😃
Risma Waty
Kayla dengan Julian aja kali ya 😄
Teh Fufah
pulang k jkarta sora langsung d kurung nihhh
Risma Waty
Manda.. siasat loe ketauan tuh sama tante Sora 😃
Teh Fufah
hmmmm legaaaa
Risma Waty
Kisahnya natural... ada juga seperti ini di dunia nyata.
Risma Waty
Semoga tidak ada lagi halangan buat Sora dan Tama bersatu
Teh Fufah
jempol tuk fahri
Jeng Ining
ketika Tuhan telah mentakdirkan berjodoh pasti Tuhan jg sudh menyiapkan jalan yg benar dn baik utk bersatu
Jeng Ining
udh sbegini gimana pemikiran Giselle ya🤔
Teh Fufah
cerita nya bsgus, cma mungkin author ny lun trknal d nt yaaaa
Mama Mima: Bantu share yah kakkk. hihiiiii. Terima kasih kakakkk
total 1 replies
Jeng Ining
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/ ada yg kebakaran tp gada apinya
Jeng Ining
nah ini dpt bgt feelnya tnpa typo nama, kita kek masuk beneran diantara mreka, terimakasih Kak, mdh²an ga cm updte 1 bab ya 🙏😁✌️
Asri setyo Prihatin
Luar biasa
Mama Mima
Terima kasih masukannya, Kakk. Padahal aku udah double check teruss. Ada aja yang kelolosan. Heuu... 🙏🏻🥹
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!