Sehari sebelum Dipta meninggal, ia meminta Liam untuk menikahi Vana, tunangannya.
Liam Mahendra adalah seorang dokter yang memutuskan hubungan bersama kekasih hampir empat tahun mengisi hatinya, ia memilih menepati janji yang ia buat di rumah sakit untuk menikahi Vana, calon istri sahabat baiknya Dipta.
Liam memang tak mencintai Vana, namun setelah menikah akankah bisa merubah perasaannya? Dan benarkah pilihan yang ia ambil memang ditentukan takdir?
Cinta, kecewa dan amarah mengisi penuh cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achakajayes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisa berdamai?
Lima belas menit sebelumnya...
Tadinya Liam mengira mungkin saja Alex tidak berada di tanan, sebab pesan yang ia terima sudah diterimanya lama. Mana mungkin pria pemarah sepertinya bisa sabar menunggu?
Tapi kali ini salah besar!
"Tebakan gua bener, lo pasti dateng", ucap Alex mengetahui kehadiran mantan sahabat di masa lalu.
Sebenarnya pria itu sudah pulang bersama Amira, namun ketika gadis itu pergi ke kantor untuk bekerja, Alex memutuskan menemui orang yang harus ia ajak berbincang.
Tentunya Liam, yang berhadapan dengannya sekarang.
"Mau apa lo?", sahut Liam menggunakan nada serta bahasa tak bersahabat.
Namun, siapa yang mau langsung berbicara pada intinya? Sebelum itu ada hal lain yang lebih baik di bahas..
Waktu yang tepat karena tak ada gangguan dari orang lain seperti Amira, Vana atau sebagai nya..
"Ada beberapa hal, kasih gua lima belas menit buat ngobrol"
Liam mengangguk mesti batinnya malas.
"Pertama... Gua nyesel karena Dipta meninggal, tapi gua sebagai sahabat gak ada di saat itu", pernyataan pertama yang amat mengejutkan..
Liam membisu, dia bisa melihat sisi lain dalam diri Alex yang keras kepala dan selalu mencari masalah.
" Beberapa hari gua kabur dari rumah... Dan gua sempetin ke makam dia. Gua sadar gua salah", sambungnya seraya menghela nafas.
"Dipta waktu sakit pernah nanyain lo... Hampir dia mau nyuruh lo ngajak Amira kesini, tapi gua tahu lo lagi bahagia sama dunia lo", sahut Liam menceritakan apa yang pernah dia dengar dari sisi Dipta.
Waktu itu gua lagi sama Wilona, pacar lo Liam..
Tapi kalau Alex menceritakan aibnya saat ini, akan menjadi perang entah yang keberapa kalinya pasti.. Ia tak mau berakhir sama seperti minggu lalu.
"Dipta juga udah maafin lo waktu itu", ada ketenangan setelah mendengar ucapan Liam.
" Hal kedua yang mau gua omongin, gua hampir tertarik sama istri lo... Pertama kali gua ketemu Vana di kafe lalu dia jadi guru Adam. Dan saat itu gua goda dia"
Liam hampir saja terpancing, namun ia sekuat tenaga menahan rasa cemburu yang meradang.
"Lo apain dia?"
Alex tersenyum, "tenang aja... Gua tau istri lo mahal. Waktu itu Vana juga udah keliatan risih sama gua, jadi... Gua gak mau macem-macem ke dia", raut kesal Liam berubah menjadi tenang kembali.
Harusnya dia percaya Vana tidak akan tertarik pada manusia seperti Alex, kecuali kalau mungkin Dipta masih hidup mungkin dia lah yang akan menghajar Alex habis-habisan.
Tak bisa dipungkiri, tanpa Dipta... Liam tidak akan bertemu Vana. Kenyataan takdir begitu rumit di pahami..
"Bagus.", gumam Liam mampu didengar Alex.
" Yang Terakhir gua mau omongin ke lo... ", dia menjeda sejenak.
" Sorry... Atas segalanya. Gua dulu selalu marah karena apa yang mau gua milikin, bisa lo milikin atau kalau gak Dipta yang berhasil. Tapi sekarang gua sadar... Dan ada orang yang ingetin gua, lo dan Dipta itu sejak awal sahabat gua bukan musuh. Dulu waktu gua terjebak masalah, kalian gak segan bela gua.", tak segan Alex mengulurkan tangan pertanda maaf serta persahabatan. Sama seperti dulu.
Kali ini Liam tak ragu membalas uluran tangan Alex, kalau dia sudah menyesal untuk apa terus menyulut api untuk tetap berkobar? Hal yang kekanakan di usia yang tak muda lagi.
Andai lo ada disini Dipta..
Dahulu Liam tak pernah berpikir bisa damai kembali bersama manusia seperti Alex, jadi... Siapapun yang mengubah nya, dia berterima kasih.
"Kita sahabatan kek dulu, ya? Kalau lo butuh apa-apa panggil aja gua. Dan jangan segan kalau lo butuh temen buat curhat, anggap gua sebagai pengganti Dipta buat jadi temen keluh kesah", sambung Alex tanpa memiliki maksud lain.
Kali ini pria itu tidak bermain-main atas ucapannya, dia sudah memikirkan nya matang ketika di hotel selama berhari-hari.
Sejujurnya wanita yang tadi pagi bersamanya baru ia ajak semalam, setidaknya ada hal lain yang dapat dilakukannya. Tapi justru, Amira lagi yang mengganggu pikirannya..
"Okey, kali ini gua pegang ucapan lo. Tapi kalau lo main-main, gak segan gua ngelakuin hal yang gak akan lo sangka"
Mendengar ancaman lolos dari bibir Liam tentu Alex kenal betul itu adalah ancaman milik Dipta. Mereka berakhir dalam tawa yang menyenangkan.
"Gua juga mau ingetin lo, jaga istri lo itu. Dia terlalu cantik dan menarik."
Liam mendesah lemah, "lo bener.. "
"Oh ya! Karena kita udah sahabatan lagi, curhatan pertama gua... Bokap gua mau gua nikah sama Amira"
"Hah?"
"Tapi Amira gak mau sama gua", sambung Alex dengan raut wajah yang sulit di tebak.
" Kalau lo sendiri?"
Bersambung.