Hubungan manis antara Nisa dan Arman hancur akibat sebuah kesalahpahaman semata. Arman menuduh Nisa mewarisi sifat ibunya yang berprofesi sebagai pelacur.
Puncaknya setelah Nisa mengalami kecelakaan dan kehilangan calon buah hati mereka. Demi cintanya untuk Arman, Nisa rela dimadu. Sayangnya Arman menginginkan sebuah perceraian.
Sanggupkah Nisa hidup tanpa Arman? Lantas, berhasilkah Abiyyu mengejar cinta Nisa yang namanya selalu ia sebut dalam setiap doanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaisar Biru Perak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 OTW Ketemu Mama & Papa
"Selamat pagi, sayang!" Suara lembut Abiyyu membangunkan Nisa pagi itu.
Perlahan, Nisa membuka mata. Semua baik-baik saja sampai Nisa menyadari dirinya tertidur di kasur Abiyyu.
"Astaga?" Nisa segera duduk. Melihat ke dinding untuk melihat jam berapa sekarang. "Kamu yang memindahkanku?"
Dia pun menoleh ke arah Abiyyu yang sedang duduk di samping ranjang. Tepatnya, di kursi tempat dirinya tertidur semalam.
Matanya yang besar membulat sempurna melihat Abiyyu sudah mandi. Tetesan air bahkan menetes dari rambutnya yang masih setengah basah.
"A-apa yang kamu lakukan?" Suara Nisa bergetar, sementara tangannya memegang selimut erat-erat. "Kenapa kamu sudah mandi?"
"Aku?" Dahi Abiyyu mengkerut mendengar pertanyaan itu. Sementara tangannya menunjuk dirinya sendiri. "Badanku lengket, jadi aku,-"
"Kamu tidak berbuat mesum padaku, kan?" potong Nisa.
Raut wajahnya terlihat kesal. Wanita itu sepertinya mencurigai Abiyyu sudah melakukan hal tak senonoh padanya hanya karena melihat pria itu sudah mandi pagi-pagi sekali.
"Nis, tolong jangan bercanda!" Abiyyu memijit kening sembari mengingat kejadian semalam.
Tak ada yang dia lakukan selain memandangi Nisa. Bahkan meskipun sangat gemas padanya, Abiyyu lebih memilih memeluk serta mencium guling sebagai pelampiasan.
Selain itu, sebenarnya Hanum pulang semalam. Wanita itu menarik telinga Abiyyu saat melihat anaknya dan Nisa berada dalam satu ranjang. Hanum juga meminta Abiyyu tidur di sofa, bukan di kamar.
"Ayolah, aku bukan pria seperti itu." Abiyyu membela diri. Lalu bangkit dan duduknya. "Lagipula, aku tidak mungkin melakukan itu saat kamu datang bulan, kan?"
"Darimana kamu tahu aku sedang datang bulan?" Satu alis Nisa terangkat ke atas. Kali ini dia benar-benar kesal. "Kenapa kamu melakukan itu padaku? Inikah balasanmu setelah aku merawatmu sepanjang malam?"
Nisa pun menyambar guling dan menggunakannya untuk memukul Abiyyu berkali-kali.
"Astaga, Nisa?" Abiyyu menepis guling itu dan menjelaskan, "Kamu sendiri yang memberitahuku kalau kamu sedang datang bulan!"
"Benarkah?" Nisa pun menghentikan ayunan gulingnya dan memeluk guling itu.
Setelah diingat-ingat, apa yang Abiyyu katakan memang benar. Dia sempat mengeluh sakit perut sehingga Abiyyu membelikan minuman khusus wanita untuknya.
"Ah, maaf!" Nisa memalingkan wajahnya. Tak berani melihat Abiyyu karena malu. "Aku lupa soal itu."
"Tidak masalah." Abiyyu pun mendekat. Lalu mencondongkan tubuhnya dan menatap Nisa dari jarak dekat. "Kamu pasti lelah merawatku semalaman."
Pria itu tersenyum manis, sementara tangannya yang kekar mengusap kepala Nisa. Diperlakukan seperti itu, wajah Nisa pun memerah.
Dan semakin memerah saat Abiyyu memberikan sebuah kecupan untuknya sembari berkata, "Terimakasih!"
"Abiyyu!" Nisa berteriak. Tak lupa mendorong tubuh Abiyyu meskipun tubuh pria itu tak bergeser sedikitpun. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya.
Mendengar teriakan Nisa, Hanum yang saat itu baru bangun pun bergegas menghampiri mereka.
"Sayang?" Setelah pintu di buka, Hanum memperhatikan Abiyyu dan Nisa. Abiyyu masih berdiri di tempatnya sementara Nisa menahan Abiyyu agar tidak mendekat lagi. "Apa yang terjadi? Kenapa kamu berteriak?"
"Tante?" Nisa menoleh ke arah pintu, lalu melihat Abiyyu yang masih berdiri sangat dekat dengannya. "Dia baru saja menciumku!"
"A-apa?" Hanum memelotot. "M-menciummu?"
Ya Tuhan. Hanum mematung di tempatnya berdiri. Dia bahkan tidak tahu harus bagaimana. Bingung apakah aduan Nisa barusan adalah berita baik atau berita buruk.
Tapi, itu masih belum cukup. Karena Abiyyu pun ikut-ikutan mengadu. "Ma, bukankah Nisa harus bertanggungjawab?"
"K-kenapa?" Jantung Hanum mulai berdebar tak karuan. "Memangnya apa yang Nisa lakukan sampai dia harus bertanggungjawab?"
"Nisa mengganti pakaianku semalam!" Abiyyu memasang wajah memelas. "Anakmu ini sudah ternoda!"
"A-aku t-tidak!" Nisa menyembunyikan wajahnya di balik guling. "Aku tidak melihat apapun, kok!"
Padahal, faktanya tidak seperti itu. Nisa sempat melihat ABS pria itu dan tak sengaja melihat sebuah tahi lalat di punggungnya yang putih bersih.
"Jadi, bagaimana sekarang?" Hanum mendekati mereka berdua dan bertanya, " Haruskah aku memanggil penghulu untuk menikahkan kalian sekarang?"
"Iya, harus!" jawab Abiyyu.
"Tidak, Tante!" tolak Nisa.
.
.
.
Beberapa jam kemudian ...
"Maaf, ya, Nis?" Hanum tak henti-hentinya meminta maaf. "Tante juga nggak tahu kenapa Abiyyu berani mencium kamu. Padahal, Abiyyu nggak pernah seperti itu sebelumnya."
Di dalam mobil itu, Hanum mulai bercerita. Menceritakan kebiasaan Abiyyu saat didekati para gadis. Jangankan mencium. Merespon saja tidak. Makanya Hanum sendiri kaget saat Nisa mengadu kalau Abiyyu menciumnya tadi.
"Nggak apa-apa, Tante!" Nisa tersenyum canggung. Malu, karena Hanum masih membahas hal memalukan pagi tadi.
"Ngomong-ngomong, kita mau kemana?" Nisa melihat sebuah bingkisan yang Hanum bawa. Sebuah bingkisan berisi buah-buahan segar dan terlihat sangat menggoda.
"Kita mau ke rumah Nyonya Hanni." Hanum tersenyum kecil. "Kamu mungkin pernah mendengar namanya, tapi belum pernah bertemu dengannya, kan?"
Nisa pun mengangguk. Jelas Nisa tahu karena nama Hanni sering disebut. "Apa beliau sedang sakit?"
"Iya." Hanum mengangguk. "Seminggu ini beliau kurang sehat. Sementara suaminya jarang pulang karena ada hal penting yang sedang dia urus."
Mendengar cerita itu, Nisa pun kembali mengangguk. Tapi, dia penasaran. Kenapa Hanum membawanya pergi menemui orang itu.
Hanum mungkin dekat dengannya, tapi tidak dengan dirinya. Ragu, Nisa pun memutuskan untuk tidak ikut.
"Tante?" Nisa memanggil Hanum dengan suara pelan. "Nisa turun di sini aja boleh, nggak?"
"Kenapa?" tanya Hanum.
"Itu ... " Nisa menggaruk pipinya. "Karena Nisa nggak kenal sama Nyonya Hanni. Nisa nggak usah ikut, ya?"
"Tapi Nyonya Hanni pengen ketemu sama kamu!" kata Hanum.
"Ketemu sama Nisa?" Nisa memelotot. Tahu konglomerat itu ingin bertemu dengannya, Nisa merasa keder juga.
Beruntung Hanum segera menjelaskan kenapa Hanni ingin bertemu dengannya. Karena kalau tidak, keringat dingin pasti sudah membasahi sekujur tubuh Nisa sekarang.
"Jadi, tante pernah cerita kalau Abiyyu punya teman dekat, namanya Nisa. Hanum tersenyum canggung. Tidak yakin apakah harus menceritakan hal ini pada Nisa.
"Lalu?" tanya Nisa.
"Sejak saat itu, Nyonya Hanni sering tanya-tanya soal kamu. Dan beliau pengen ketemu sama kamu," jawab Hanum.
"Tante?" Nisa mulai berprasangka buruk. "Apa Nyonya Hanni punya anak perempuan?"
"Punya." Hanum terdiam sebentar. Lalu menenangkan Nisa yang wajahnya mulai memucat. "Tapi kamu tenang saja. Abiyyu sudah bilang nggak mau jadi menantunya."
Mendengar jawaban itu, Nisa seolah merasakan beban berat jatuh di pundaknya. Pikirannya mulai membayangkan yang tidak-tidak.
Kenapa wanita itu ingin bertemu dengannya? Mungkinkah Hanni akan meminta Nisa menjauhi Abiyyu seperti cerita dalam novel?
"Ya Tuhan, aku gugup sekarang!" batin Nisa.
***