NovelToon NovelToon
Kemarau Menggigil

Kemarau Menggigil

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Berbaikan / Mengubah Takdir / Bullying dan Balas Dendam / Slice of Life
Popularitas:14.1k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Ayah, aku butuh selimut untuk tubuhku yang penuh keringat. Kipas angin tua milik bunda hanya mengirimkan flu rindu. Sebab sisa kehangatan karena pelukan raga gemuknya masih terasa. Tak termakan waktu. Aku tak menyalahkan siapa pun. Termasuk kau yang tidak dapat menampakkan secuil kasih sayang untukku. Setidaknya, aku hanya ingin melepuhkan rasa sakit. Di bawah terik. Menjelma gurun tanpa rintik gerimis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 31

Dapatkah kita menyelesaikan hari, tanpa air mata lagi kali ini?

...----------------...

Jalan raya yang ramai. Kendaraan lalu-lalang. Aku menghamburkan sendu di antara polusi. Perutku keroncongan. Namun tidak ada rupiah yang aku bawa. Terik hinggap. Menghasilkan silau tanpa tempat teduh. Suara klakson bersahut-sahutan. Tubuhku berpeluh deras. Dengan seragam sekolah yang tidak pernah dilepas sejak pagi. Lagi dan lagi, adu mulut terjadi antara aku dan ayah. Aku mendapatinya sudah ada di rumah ketika aku baru pulang sekolah. Dengan begitu, ia bisa langsung melampiaskan karena sepatuku membawakan pasir-pasir pada lantai teras yang sedang dipelnya. Ya, memang salahku. Biarlah. Karena di sekolah aku kesal sekali dengan Flo. Ditambah tidak sengaja bertabrakan dengan Teguh di kantin. Lalu melihat wajah Filya di lapangan. Lengkap sudah tidak orang pembawa muram itu. Aku langsung membanting tas dan ke luar dari rumah setelah pertengkaran dengan ayah.

Tidak. Aku tidak berniat jadi gelandangan lagi. Teringat kehidupan yang jauh lebih keras daripada kehidupanku di rumah. Dio sialan. Remaja tak punya otak. Ia mengambil HP-ku. Untungnya, Rasen berbaik hati memberikan sebuah HP lamanya yang masih berfungsi. Tidak penting juga isinya. Sebab tidak ada foto ibu di dalamnya.

Aku berhenti di depan sebuah toko kue. Bukan karena makanan-makanan manis yang ada di dalamnya, melainkan karena ada seorang pria dewasa dan seorang gadis yang tengah adu mulut di depan toko itu. Ah, seperti melihat diri sendiri. Mungkin sedikit berbeda denganku. Sebab ayah gadis itu tampak lebih sabar. Lebih banyak ocehan yang terlempar dari mulut si gadis.

Sesaat, aku hendak melanjutkan perjalanan. Namun, tiba-tiba gadis itu mengeluarkan sesuatu dari totebag putih dan menggenggam sebungkus roti. Tanpa ampun, ia mengeluarkan roti dari bungkusnya dan menyuapi paksa roti itu ke mulut ayahnya. Oh astaga. Hatiku perih melihatnya. Tidak rama orang di depan toko itu hanya seorang tukang parkir yang fokus pada ponsel. Adegan yang pernah dilakukan ayah padaku. Menyabet rasa pedih tak terkira. Namun, rasa sakit itu luruh seketika setelah melihat kelakuan gadis itu kepada ayahnya. Nyatanya, itu jauh lebih menyesakkan dada.

Kakiku begitu gatal untuk tidak menghampiri. Pria itu sama sekali tidak melawan. Ia hanya berusaha melepaskan tangan anaknya tanpa menyakiti. Adegan menyedihkan macam apa ini? Sungguh kejam dan tidak pantas dilakukan terhadap orang tua. Sekali pun aku juga bukan anak yang baik untuk ayahku.

Tanpa ampun, aku menjambak rambut gadis itu. Juga merebut roti dan memaksanya untuk memakan itu. Dengan segera, si pria mendorong tubuhku dengan keras hingga terjatuh. Hei, aku hanya sedang membantu. Aku membelanya!

"Siapa kamu! Menyingkir dari anakku!" pekiknya dengan wajah merah. Padahal, ia tidak terlihat semarah itu saat disakiti oleh anaknya.

Mendengar kegaduhan tambahan, tukang parkir tiba-tiba sudah ada di antara kami sembari meniup peluitnya.

"Gila, lo! Nggak kenal juga. Main jambak orang aja!" tegas si gadis seraya merapikan rambut bercat pirangnya yang kusut olehku.

"Heh, jangan ribut di depan toko orang! Nanti saya juga yang dimarahin!" celetuk si tukang parkir telat datang ini.

"Kalian semua yang gila! Lo cewek nggak tahu diri! Lo pria bodoh! Dan lo tukang parkir nggak berguna!" ketusku dengan menunjuk satu persatu dari mereka.

"Pergi dari sini. Mengganggu ketertiban umum saja!" tegas tukang parkir sambil mendorongku, walaupun tidak sekeras dorongan pria itu.

Ah, sialnya. Mengapa lagi-lagi aku yang menjadi seorang penjahat di sini. Manusia aneh. Mana mungkin ia bersikap berbeda walaupun ia seorang ayah. Kenapa ayah tidak sesabar pria ini dan membelaku penuh kesadaran ketika ada orang lain yang mencoba menyakitiku. Kacau! Dunia ini memang kacau! Hidupku lebih kacau! Hancurkan saja semuanya! Sial. Ini menjengkelkan.

...****************...

Apanya yang menangisiku? Apanya yang penuh rasa khawatir ketika aku menghilang selama satu minggu. Malam harinya, aku pulang dan mendapati pintu sudah dikunci. Aku yakin ayah masih belum tidur sebab masih terlalu awal dari jam tidurnya yang biasa.

Gelap mendekap lentera harap yang redup. Padam menjadi angkara gulita pekat tanpa cercah cahaya. Aku dirudung sunyi berkepanjangan. Sebab segala bising bahagia tertinggal di masa kecilku.

Aku tidak bisa menghubungi siapa pun. Tidak juga Rasen. Sebab aku HP-ku ada di kamar. Tidak tersisa apa pun di sini. Selain diriku sendiri. Yang termangu merenungi semua jalan hidup yang rumpang bak jalanan dekat pemakanan umum.

Hujan hendak turun. Aku melemaskan gengsi. Untuk raga mungilku yang tidak kuat gigil. Di depan pintu rumah ibu Nala. Di sanalah aku berdiri selama beberapa menit tanpa suara.

Hingga pada akhirnya aku mengayunkan telapak tangan yang terkepal untuk mengetuk benda berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu dan telah dicat berwarna coklat itu.

Tok tok tok...

Seorang lelaki berusia dua puluhan tahun terlihat di bingkai pintu setelah membukanya. Tatapan heran bersanding tidak ramah terlihat. Ialah anak ibu Nala yang belum menikah. Kedua terakhir dari lima bersaudara. Ia masih kuliah. Sedangkan si bungsu satu tahun di atasku dan menempuh pendidikan di bangku pesantren.

"Ada apa?" tanyanya malas.

"Ada ibu Nala?"

Belum sempat dipanggil, wanita itu sudah terlihat dan hendak menuju depan bingkai pintu dekat anaknya.

Gigi bergemeletuk sebab dingin tidak kuasa tertahan lagi. Tanpa basa-basi, ibu Nala menarik lenganku dan menutup pintu rapat-rapat. Meninggalkan anaknya yang terlihat kebingungan itu.

"Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu," ujarku.

Kami telah berada di ruang tengah dan duduk di sofa. Berdua dengan ibu Nala. Anaknya yang tadi melintas. Tanpa menengok sedikit pun. Aku tahu bahwa ia tidak suka melihatku ada di sini. Seorang perempuan nakal dan tidak tahu sopan-santun malah seenaknya menumpang.

"Ada apa, Dainty?" Bu Nala bertanya.

"Aku kabur dari rumah dari siang sampai tadi baru pulang. Tapi ayah mengunci pintu. Aku hendak tidur di teras tapi hujan malah turun. Aku mudah menggigil dan tidak kuat terhadapnya," jawabku sedikit kaku.

Tatapan bu Nala begitu iba. Ia menggenggam tanganku yang dingin.

Si bungsu terlihat melintas dengan membawa sebuah buku tebal. Aku bahkan tidak tahu sejak kapan ia di sini setelah beberapa lama mengendap di pesantren dan jarang sekali pulang. Tatapannya sama dengan sang kakak yang tidak suka melihatku berada di sini. Semua anak ibu Nala laki-laki.

"Kami tidak punya ruangan kosong. Maukah kamu tidur di sofa ini saja?" tanyanya.

Aku mengangguk tanpa berpikir.

"Tunggu sebentar," ujarnya sambil berlalu.

Tak lama sayup-sayup suara terdengar. Ialah suara ibu Nala dengan anak bungsunya.

"Nggak mau, Bu. Jangan kasih dia minjem selimut. Jangan! Kenapa dia tidur di sini! Jangan nyari masalah deh!" ucap si anak bungsu bu Nala.

Ah, ia pasti sengaja bersuara kencang seperti itu agar aku mendengarnya.

Tanpa rasa takut, aku berjalan ke arah sumber suara. Untuk apa? Tentu saja untuk memanaskan suasana.

"Aku denger, kok. Sok banget. Siapa juga yang berharap bisa numpang di sini." Aku berkata.

Ekspresinya sedikit terkejut melihat kedatanganku.

Aku langsung berlari menuju pintu dan ke luar dari rumah itu.

1
Selfi Azna
pada kemana yang lain
Selfi Azna
MasyaAllah
_capt.sonyn°°
kak ini beneran tamat ??? lanjut dong kakkkk novelnya bagus bangetttttt
Selfi Azna
mungkin bapaknya cerai sama ibunya,, truss jd pelampiasan
Chira Amaive: Bukan cerai, tp meninggal ibunya 😭
total 1 replies
melting_harmony
Luar biasa
Zackee syah
bagus banget kak novel nyaaa...
Chira Amaive: Thank youuuu
total 1 replies
Zackee syah
lanjut kak
Ichinose
barter, aku like punya kamu, kamu like punya aku
Chira Amaive: okeyyyyy
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!