Cassanova Pencabut Nyawa

Ailen kembali ke kamarnya untuk merebahkan diri di ranjang. Tubuhnya benar-benar lelah setelah bergadang semalaman di sekitar apartemen Kathrine. Mata Ailen hampir terpejam ketika Alvin menerobos masuk ke kamarnya untuk berpamitan.

“Ma! Aku berangkat sekolah dulu yah?”

Ailen terpaksa bangun dan menemui Alvin. “Hati-hati di jalan yah? Belajar yang rajin dan jangan suka berantem sama teman!”

“Oke, Ma. Mama sakit?”

Ailen langsung menggerayangi wajahnya. “Memangnya kenapa? Kok kamu nanya kaya gitu?”

“Wajah mama kelihatan pucat. Mata Mama juga kaya panda.”

“Oh haha.. ini karena semalam mama kurang tidur. Tapi mama ngga sakit kok. Kamu tenang aja yah?”

“Aku akan segera pulang supaya nanti bisa bantuin kerjaan mama. Dengan begitu mama ngga perlu bergadang sampai malam lagi.”

Ailen mengelus kepala Alvin dengan lembut. “Baiklah anak pintar. Makasih yah udah perhatian sama mama. Udah buruan berangkat gih! Ntar telat loh..”

Nada kemudian mengantar Alvin berangkat dengan mobil dan sopir pribadinya.

Setelah Alvin berangkat, Ailen menyempatkan diri mengecek ponselnya dan ponsel Tom. Tepat seperti yang Rendi katakan sebelumnya, ada banyak panggilan tak terjawab yang masuk ke ponsel Tom yang kebanyakan adalah panggilan internasional. Tapi seperti biasa, tak satupun dari nomor telpon itu yang diberi nama oleh Tom.

“Kebiasaan buruk!” rutuk Ailen. “Bagaimana bisa dia menghafal nomor telpon sebanyak itu?”

Ailen memasukkan tanggal lahirnya sebagai kata sandi untuk membuka ponsel Tom lalu memeriksa daftar panggilan tak terjawab yang ada di sana.

“Kenapa banyak sekali? Pasti ada yang penting.”

Ailen menekan nomor yang memecahkan rekor jumlah panggilan tak terjawab paling banyak tadi malam. Lalu sebuah suara seorang pria terdengar di ujung telpon.

“Halo?”

“Halo?”

“Apakah ini benar ponsel Tuan Tom?”

“Iya benar. Dia sedang ada urusan penting, jadi ia menitipkan ponselnya sama saya.”

“Saya Arnold, project manager D’Track Investment. Dan kalau saya tidak salah tebak, anda pasti Nona Ai.”

“Bagaimana anda tahu?”

“Tuan Tom bukan tipe orang yang akan mudah mempercayai orang lain, apalagi sampai menitipkan barang pribadinya kepada sembarang orang. Kalau itu bisa berada di tangan anda, maka orang itu pasti Nona Ai, satu-satunya orang yang paling dipercaya dan banyak dibicarakan oleh Tuan Tom.”

‘Apa? Tom mempercayaiku? Dia juga sering membicarakanku kepada teman-temannya di Berlin?’

“Anda pasti salah. Tom memang orang yang tidak pernah bisa tidak membicarakan wanita. Jadi wajar kalau dia pernah menyebut nama saya sesekali.”

“Tidak benar. Tuan memang suka bersama wanita, tapi satu-satunya wanita yang sering Tuan sebut namanya dan bicarakan dengan orang lain hanya Nona Ai. Tidak ada yang lain.”

‘Benarkah?’

Wajah Ailen tiba-tiba saja menghangat mendengar penuturan pria diujung telpon.

“Nona, apa anda masih bisa mendengar saya?”

“Ah.. iya tentu saja. Silakan bicara!”

“Ada hal penting yang ingin saya sampaikan kepad Tuan. Bisakah Nona membantu saya?”

“Silakan katakan saja. Setelah ini saya akan langsung menemui dan menyampaikannya kepada Tom.”

Pria itu mengatakan semua yang ingin is sampaikan kepada Tom secara detail kepada Ailen, berharap agar tidak ada satu informasi pun yang Ailen lewatkan.

“Apa separah itu?” tanya Ailen cemas.

“Anda tenang saja, Nona. Tuan pasti punya jalan keluarnya.”

“Baiklah, saya akan pergi sekarang juga.”

“terima kasih, Nona. Mohon sampaikan salam dan informasi saya kepada Tuan.”

“Baiklah.”

Ailen memutuskan untuk mengurungkan niatnya untuk tidur. Ia bergegas mandi dan bersiap untuk pergi ke kantor polisi menemui Tom.

******************

“Ah Nyonya Harrison sudah tiba untuk menjemput anda, Tuan Tom.” Ujar seorang petugas polisi ketika melihat Ailen masuk ke ruang introgasi.

Petugas polisi itu kemudian bangun dari duduknya dan meninggalkan Tom dan Ailen berdua saja di sana.

“Apa yang sudah kamu lakukan?” todong Tom setelah sang polisi pergi.

“Apa maksud kamu?”

“Jangan berlagak bodoh! Kamu pasti sudah melakukan banyak hal sampai mereka memutuskan untuk menutup kasus ini sebagai kasus bunuh diri.” Tom kemudian merebut ponselnya dari Ailen, membuka mesin pencari dan menunjukkan sebuah berita terbaru kepada Ailen. “Lihatlah! Ayah Kath sampai mengeluarkan penyataan resmi dan rela meminta maaf secara langsung karena telah mencemarkan nama baik keluarga Harrison.”

“Bukankah itu bagus? Kamu bisa lolos dan membersihkan nama kamu sekaligus.”

“Apa?! Apa sejauh ini kamu hanya memikirkan bagaimana aku bisa keluar dari jebakan ini? bukankah aku sudah menolakmu menjadi kuasa hukum, tapi kenapa kamu masih saja mencampuri urusanku?” maki Tom dengan suara kian meninggi.

“Aku hanya berusaha menyelamatkanmu.”

“Cih.. kamu ngga berubah. Selalu saja egois dan tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Ayah Kath adalah seorang pejabat dan kematian Kath masih belum jelas. Tapi kamu malah mengacaukan semuanya, membuat pelaku aslinya lolos dan memaksa keluarga Kath yang seharusnya menjadi korban yang patut didukung dan dihormati, justru merendahkan harga diri mereka di hadapan publik seperti itu. Anda memang pengacara yang sangat hebat, Nyonya. Selamat!”

‘Apa? Kenapa malah jadi seperti ini? kenapa dia marah seolah aku adalah pelakunya padahal aku hanya berniat untuk membantunya?’

“Tunggu Tom! Tunggu!!” Ailen bergegas mengejar langkah Tom yang sudah meninggalkan ruang introgasi begitu saja.

*******************************