30 Tahun belum menikah!
Apakah itu merupakan dosa dan aib besar, siapa juga yang tidak menginginkan untuk menikah.
Nafisha gadis berusia 30 tahun yang sangat beruntung dalam karir, tetapi percintaannya tidak seberuntung karirnya. Usianya yang sudah matang membuat keluarganya khawatir dan kerap kali menjodohkannya. Seperti dikejar usia dan tidak peduli bagaimana perasaan Nafisha yang terkadang orang-orang yang dikenalkan keluarganya kepadanya tidak sesuai dengan apa yang dia mau.
Nafisha harus menjalani hari-harinya dalam tekanan keluarga yang membuatnya tidak nyaman di rumah yang seharusnya menjadi tempat pulangnya setelah kesibukannya di kantor. Belum lagi Nafisha juga mendapat guntingan dari saudara-saudara sepupunya.
Bagaimana Nafisha menjalani semua ini? apakah dia harus menyerah dan menerima perjodohan dari orang tuanya walau laki-laki itu tidak sesuai dengan kriterianya?"
Atau tetap percaya pada sang pencipta bahwa dia akan menemukan jodohnya secepatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2 Julid
Nafisha kembali melanjutkan pekerjaannya dengan beberapa kali memijat kepalanya.
Tok-tok-tok.
Mejanya diketuk membuatnya mengangkat kepala.
"Laporan, ditunggu, Pak Arthur!" ucap Nadien mengingatkan temannya itu.
"Huhhhhh," Nafisha menghela nafas kemudian menyusun laporan tersebut menjadikan satu berkas.
"Ni," ucapnya.
"Kok Aku," ucap Nadien heran.
"Lagi males, sudah antar aja buruan, nanti dimarahi lagi," ucap Nafisha yang memang tampak tidak semangat untuk melakukan apapun.
"Tugas kamu juga," sahut Nadien yang tetap menolak.
"Please menolong teman tidak akan mengurangi kebahagiaan!" tegas Nafisha menekankan yang membuat Nadien menghela nafas.
"Baiklah," ucapnya mengambil dokumen tersebut dengan tersenyum terpaksa dan akhirnya berlalu dari hadapan sahabatnya itu untuk mengantarkan laporan tersebut.
Ting.
Nafisha melihat ponselnya yang masuk notif pesan.
..."Jangan pulang lama-lama, arisan di rumah Tante Sari. Abi dan Umi mengharuskan kamu untuk ikut,"...
Nafisha menghela nafas ketika mendapatkan pesan dari kakaknya untuk mengingatkan jadwal arisan keluarga rutin mereka.
"Arisan tidak berfaedah ujung-ujungnya bergosip sana sini, keluarga dikenal dengan agamis, tetapi tetap saja mengikuti gaya-gaya orang-orang sekarang," ocehannya.
Kakek Nafisha memang seorang tokoh agama yang sangat dikenal dan maka dari itu keluarganya tampak terlihat Islamic, walau Kakak perempuannya juga sebenarnya tidak memakai hijab.
Keluarga Agamis itu ibarat hanya turun menurun, karena sesungguhnya di dalam rumahnya tidak terlalu adem seperti keluarga-keluarga lain pada umumnya yang mungkin terlihat begitu sangat tenang.
*****
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya. Nafisha memasukkan printilan-printilan ke dalam tasnya. Sudah sore hari dan waktunya mengakhiri aktivitasnya di kantor. Seperti biasa gadis 30 tahun itu sangat giat sekali dalam bekerja dan tidak heran karirnya cukup baik dalam dunia kerja.
Tetapi nasib orang memang berbeda-beda, mungkin dalam karir Nafisha sangat beruntung tetapi tidak dalam jodoh mungkin belum memang menemukan orang yang tepat untuk menjadi pendampingnya.
"Ayo!" ajak Nadien sudah berdiri terlebih dahulu dari tempat duduknya mengajak temannya untuk pulang. Nafisha menganggukan kepala.
Keduanya berjalan di Perusahaan yang luas itu.
"Ada acara tidak?" tanya Nafisha.
"Memang kenapa?" tanya Nadien.
"Ayo jalan-jalan sampai jam 10.00 malam," jawab Nafisha.
"Hmmm, sepertinya ada bau-bau yang tidak enak, tiba-tiba saja mengajak jalan-jalan. Ada apa? atau jangan-jangan sedang menghindari keluarga kamu?" tebak Nadien.
"Apalagi jika bukan tentang itu, hari ini arisan keluarga dan aku sangat yakin, aku akan menjadi pembicaraan dan olok-olokan keluarga," jawabnya jujur tidak memiliki semangat sedikitpun.
"Sebenarnya pengen bantuin kamu, tetapi sudah janji terlebih dahulu dengan suami. Jadi maaf Nafisha, kali ini tidak bisa. Maklum saja belum diberikan anak yang membuat kita berdua terus berpacaran yang ingin ngedate setiap malam," ucap Nadien dengan terpaksa menolak ajakan temannya itu.
"Iya-iya yang mau pacaran terus," sahut Nafisha menghela nafas.
Nafisha dan Nadien melewati Denny yang sedang mengepel lantai.
Denny seperti biasa tersenyum. Nafisha juga membalas senyuman itu dengan tipis membuat Nadin mengerutkan dahi.
"Nafisha kamu adalah orang yang paling dekat dengan Denny di kantor. Orang-orang membicarakan kalian punya hubungan spesial," ucap Nadien ketika sudah melewati Denny.
"Mau berapa banyak lagi perkataan orang-orang yang harus aku dengarkan, aku tidak peduli," jawab Nafisha.
"Nafisha, aku tahu kamu saat ini sedang galau dan penuh tekanan tentang kedua orang tua kamu yang mendesak kamu untuk menikah, lingkungan keluarga yang memang masih kolot dengan anak perempuan yang harus menikah pada usia kamu saat ini, kalau tidak akan dicap sebagai perawan tua, tetapi kamu juga berhak memilih dan jangan menurunkan standard karena menyerah," ucap Nadien memberi saran kepada Nafisha.
"Maksudnya?" tanya Nafisha.
"Menikah di usia yang tepat dan seperti usia kamu saat ini, paling tidak harus membuktikan pada orang-orang jika kamu memiliki kriteria yang tidak dimiliki mereka, ya paling tidak suami kamu sederajat dengan kamu atau kalau perlu lebih di atas kamu. Kamu hanya akan menjadi bahan tertawaan jika sampai menikah dengan Denny," ucap Nadien.
"Apaan sih, aku ada Denny itu berteman sejak SMA, kita juga tinggal di lingkungan perumahan yang sama. Kenapa tiba-tiba jadi membicarakan kami berdua dan apa-apaan kamu tiba-tiba membahas tentang status sosial, mau aku menikah dengan OB atau dengan atasan sekalipun atau bahkan dengan pengemis itu urusanku," ucap Nafisha tersinggung dengan kata-kata temannya itu.
"Bukan itu maksudku, tetapi seperti yang aku katakan jangan hanya karena desakan kamu menurunkan standard calon suami," ucap Nadine lagi.
"Sudahlah, aku malas membahas pernikahan," ucap Nafisha yang mempercepatkan langkahnya dan sementara Nadien menghentikan langkahnya.
"Happy Nafisha, maaf aku sudah bicara seperti itu, lain kali kita jalan bersama," teriak Nadine.
"Iya," Nafisha juga menjawab dengan teriakan.
****
Karena tidak punya alasan untuk menolak pertemuan arisan rutinitas keluarganya, akhirnya membuat Nafisha sudah berada di rumah salah satu tantenya yang hanya 30 menit dari rumahnya.
Seperti biasa jika sudah menjadi tempat arisan pasti rumah itu sangat ramai dengan orang dewasa anak muda dan bahkan anak-anak sekalipun.
Nafisha tampak duduk terlihat sibuk bermain handphone, dia juga benar-benar tidak mood dalam acara tersebut.
"Serius kamu sudah dilamar," sepupu Nafisha yang masih muda tampak bercerita di dekat Nafisha.
"Benar dan insyallah kami akan menikah akhir tahun ini," jawabnya.
"Mina, kamu masih 22 tahun dan apa tidak terlalu cepat untuk menikah," ucap salah seseorang.
"Lebih baik cepat menikah daripada terlambat menikah, lagipula calon suamiku sudah menjadi kriteria aku dan untuk apa aku menolaknya jika ingin berhubungan serius, daripada kebanyakan menolak dan nanti tidak ada yang mau melamar," jawabnya.
"Benar juga sih, seperti Kak Nafisha, masa remajanya dipenuhi dengan menolak banyak para lelaki dan lihatlah sampai sekarang belum menikah-nikah, entah laki-laki seperti apa yang dia inginkan," ternyata pembahasan kabar bahagia itu tidak lepas dari gunjingan terhadap Nafisha.
Namanya disebut langsung membuat jari Nafisha berhenti mengetik pada keyboard ponselnya itu dan melihat adik-adik sepupunya itu yang sekarang sedang dimabuk asmara.
"Maaf, Kak," ucap mereka dengan tersenyum yang merasa tidak enak.
Nafisha menghela nafas berdiri dari tempat duduknya dan memilih untuk kemeja dapur melihat makanan daripada mendengarkan ocehan dari sepupunya itu.
"Memang tidak bisa kalau berbicara tanpa menyebut namaku. Apa dia menikah dengan laki-laki kriterianya dan harus membandingkan denganku," oceh Nafisha kesal dan langsung mengambil minum dan satu gelas itu langsung habis di tenggorokannya.
"Nafisha, kamu jangan hanya berdiri disini saja, ayo sana bergabung dengan saudara-saudara kamu dan kamu bisa minta carikan mereka pasangan hidup. Biasanya anak-anak zaman sekarang itu memiliki banyak kenalan," Umi tiba-tiba datang menghampirinya dan ternyata tidak ada bedanya dengan saudaranya.
"Umi bisa tidak jangan membicarakan pernikahan. Nafisha mengikuti arisan ini untuk menghargai keluarga Abi dan bukan untuk ikut perjodohan!" tegas Nafisha.
"Kamu ini kerjanya marah-marah saja. Umi sebagai orang tua hanya mengingatkan saja, bukan hanya kamu saja yang sakit telinga dipertanyakan orang-orang kapan menikah. Umi juga sakit telinga yang terus ditanyakan kapan anak perempuan Umi menikah," ucap Umi Saras.
"Itu lagi yang dibahas," ucapnya langsung meninggalkan Saras. Saras menghela nafas.
Bersambung...
...Author kembali membuat karya terbaru. Para pembaca setia jangan lupa untuk terus membaca dari bab 1 sampai bab akhir, dukungan sekecil apapun yang kalian berikan dapat membangun karya ini. Jangan lupa like, koment, vote dan subscribe yang banyak....
...Terima Kasih untuk pembaca setia.........
tapi aku kok agak takut Agam bakalan balas dendam yaa...dia kan aslinya laki2 begajulan
wanita sholekhah jodohnya pria yg sholeh.nafish gadis yg baik kasihan banget dapet laki2 keong racun hia huaa