Balapan, dugem, judi, merokok sudah menjadi dunia dan rutinitas Alanzo Gilbartan setiap hari. Si ketua geng motor dengan muka ala dewa Yunani dan kekayaan yang lebih. Sombong dan urakan adalah dua dari wataknya. Tidak ada yang boleh membuat masalah, semua harus tunduk, atau ia akan terkena batunya.
Hingga ia bertemu dengan Sheryl, cewek misterius dengan sikap tenang dan senyuman santai yang mengalahkan harga dirinya.
Sheryl membuat masalah saat pertama kali bertemu dengannya. Sheryl memiliki Rahasia yang tak ia tahu.
Saat dirinya dan anggota geng lainnya mencari tahu tentang Sheryl di internet, kejanggalan terjadi. Mereka selalu mendapati #ERROR 404.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayndf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Because Of You
Mulai dari cireng, moci, boba, sampai es doger yang merupakan jajan legendaris di pasaran, telah Alanzo dan Sheryl cicipi. Kini keduanya sedang berada di warung seblak yang katanya merupakan kuliner terenak yang ada di pasar itu. Seorang pria datang membawa nampan.
“Abang pilih yang mana, ceweknya atau seblak? Ceweknya lebih menawan, seblak lebih menggoda! Ihirr!” Pria itu menyodorkan kedua mangkuk seblak lalu memainkan alat yang terbuat dari koin dna bambu.
Sheryl tertawa mendapati itu. Sedangkan Alanzo ingin mengambil satu dari dua mangkuk, tapi pria itu menukarnya dengan mangkuk di hadapan Sheryl. “Kebalek, Mas!”
“Gak ada bedanya, ‘kan?”
“Ada, Mas! Kalo ini, dibuat pake cinta!” tunjuknya pada mangkuk Alanzo. “Kalo ini yang ini dibuat pake kasih sayang!” tunjuknya pada mangkuk Sheryl.
Alanzo mendengus, rasanya ingin mencatok pria berlogat medan itu sampai keriting. “Sama aja, Bego!”
“Beda, Mas! Cinta awalnya pake C, Kasih sayang itu pake K!” Pria itu memperagakan dengan dua jari telunjuk yang kemudian menyati. “Kalo di gabung, jadi CK! Tahu gak, Mas, sinetron di WCTV yang CK CK itu! Yang bapaknya hamil anak adik perempuan emaknya di luar akad! Kasihan kali loh aku!” Pria itu tampak mendramatisir.
“Semerdeka elo-lah!” ucap Alanzo menggelengkan kepalanya budrek. Sheryl mulai menyantap seblak itu setelah tertawa.
Pria pengantar seblak itu menyipitkan mata pada Alanzo. “Kalo diperhatiin, Masnya kok ganteng kali? Kayak pernah lihat aku! Jangan-jangan pemain sinetron yang judulnya ‘Jodohku Tukang Nyuri Celana Dalem Tetangga’ itu ya?”
Alanzo kemudian menatap pria itu yang mulai sadar akan sesuatu. “Ahhh! Dah tahu aku sekarang! Itu! Ketua Gebrastal, ‘kan!” ucapnya membuat Alanzo dan Sheryl saling bertatapan.
“Tau dari mana lo?” tanya Alanzo yang memasukkan sesendok seblak ke mulutnya.
“Awak ini kakaknya Petra! Petra yang anggota Gebrastal!” tunjuknya pada diri sendiri dengan bangga menjadi seorang kakak dari anggota Gebrastal. Pria itu menyalami Alanzo yang sedang mengunyah mekanan. “Nah, itu dia Petra!”
“Kau goda adek aku lagi, kujambak gigi kau? Ngerti kau?” ucap Petra yang baru datang mengancam seseorang yang sedang ketakutan usai menggoda seorang cewek di sebelahnya. Mendengar namanya disebut, Petra mengalihkan pandangan pada abangnya itu lalu mendekat dan melebarkan mata.
“Bos ...?” beonya tak percaya jika ada Alanzo di sini. Setahunya, Alanzo itu bukan tipe orang yang suka diajak ke tempat-tempat ramai dan sederhana seperti ini, anehnya lagi mengajak cewek di sebelahnya. Petra langsung saja mengantupkan kedua tangannya untuk menyalami Alanzo.
“Wah, kehormatan banget Bos bisa mampir ke warung kecil aku!” teriaknya senang bukan main, berusaha mengubah logatnya yang tadi medan menjadi netral.
“Gue gak bakal ke sini kalo gak gara-gara cewek di sebelah gue,” balasnya melirik Sheryl yang malah makan dengan tenang. Alanzo tersenyum miring lalu mengelus rambut Sheryl. “Iya 'kan, Sayang?”
Uhuk! Seketika Sheryl tersedak seblaknya.
***
Alanzo terus mengikuti langkah Sheryl yang mengajaknya ke suatu tempat. Tempat yang katanya merupakan hidden gem yang plot twist untuk pasar bunga seperti ini. Cowok itu mengerutkan kening kala mereka berada di ujung pasar bunga, menampakkan lahan kosong sangat luas yang ditumbuhi rumput peking serta beberapa bunga yang bermekaran, tampak asri dan terawat. Seperti sebuah perkebunan.
Sheryl langsung menariknya, menuju lahan luas yang terdapat sebuah kincir angin di ujung sana. Udara sejuk langsung saja menerpa kulit halus dan rambut cewek itu. Sheryl tersenyum pada Alanzo, sebuah senyuman yang membuat hati Alanzo tenang.
Menghirup udara, kedua remaja itu saling berjalan di atas rumput-rumput yang menggelitik kakinya. Meski terdapat beberapa pedagang bunga keliling, anak-anak kecil yang berlarian, tak mengurangi kesunyian yang tenang di lahan ini.
“Lo mau ambil foto gak?” tanya Sheryl.
Alanzo mengamati sekitar, terdapat cewek yang sedang berfoto dan memegang bunga di sana. “Bentar! Lo harus tunggu gue di sini!” ucapnya sebelum akhirnya pergi dari hadapan Sheryl.
Kurang lebih lima menit Sheryl menunggu, Alanzo masih belum menampakkan batang hidungnya. Cewek itu memutuskan untuk melangkahkan kakinya ke arah barat yang terdapat pagar kayu pembatas. Dari kayu pembatas itu, Sheryl bisa melihat pemandangan kota di bawah sana. Sheryl baru sadar bahwa berjalan ke arah lahan ini memang naik yang berarti ia seperti sedang berada di lembah.
Sebuah buket magnolia yang masih segar dengan tangkai yang panjang tiba-tiba tersodor di sisi kiri Sheryl. Cewek itu menoleh mendapati seseorang yang wajahnya ditutup dengan buket bunga itu. Alanzo menurunkan bunganya, menampakkan senyumnya pada Sheryl.
“Magnolia pink?” Sheryl mengerutkan dahi saat Alanzo memetik salah bunga itu sebelum kemudian menyelipkannya di atas telinga Sheryl.
Alanzo mendekatkan bibir ke telinga Sheryl. Membisikkan sesuatu. “Lo cantik. Jangan dilepas bunganya.” Mendengar itu, tanpa sadar Sheryl tersenyum tipis. “Karena kita lagi di pasar bunga, gak mungkin gue gak kasih lo bunga. Kata orangnya, ini adalah bunga paling spesial di sini.”
Bersama angin yang masih berhembus, Sheryl menerima bunga yang disodorkan oleh Alanzo dengan senang hati. “Jadi?”
“Special flower for special people in my life.”
Rasanya seperti ada kupu-kupu yang menggelitik di perut Sheryl saat mendengarnya. Alanzo menggandeng tangan Sheryl lagi, seolah tidak ingin tangan lentik itu digandeng oleh tangan lain. Netra elang itu menatap ke arah pemandangan kota Jakarta bersama matahari yang sudah di ufuk barat. Indah dan tenang.
“I don’t belive if i can like this place so much,” ungkap Alanzo.
“Lo tahu? Awalnya gue juga kayak lo, tapi semenjak Eros ngajak gue ke sini, gue sadar. Bahagia tuh gak melulu sama hal mewah atau ekstrem, tapi sederhana bisa buat kita seneng,” balas Sheryl yang membuat Alanzo menatap ke arah wajah cantik itu.
Belum sempat Alanzo membalas, suara dering ponsel berhasil menginterupsi keduanya. Alanzo mengamati layar gadget yang juga diamati Sheryl.
Bajingan.
Itu adalah nama kontaknya. Shery juga bisa meliha foto profil sang Penelepon. Dengan rahang mengeras, cowok itu memencet tombol merah.
“Lo namain kontak papa lo pake nama itu?” tanya Sheryl heran. Alanzo menyatukan alisnya.
“Gimana lo bisa tahu ini papa gue?”
“Dari foto profilnya.”
Alanzo kembali memencet tombol merah kala kontak itu kembali menelepon sebelum membuat HP-nya silence. Rasa kebencian dapat Sheryl lihat dari mata Alanzo. Sheryl langsung saja mengelus pundak cowok itu.
“Lo tahu? Gue benci sama dia! Gara-gara dia, gue kehilangan orang yang paling gue sayang! Gara-gara dia dan sejak kejadian itu, gue kehilangan arah! Gue kehilangan apa yang gue mau!”
“Dia bukan bajingan, Alanzo. Dia papa lo yang udah besarin lo,” kata Sheryl pelan. Entah mengapa, hati Alanzo menghangat mendengar suara itu. Suara lembut yang jarang Sheryl keluarkan untuknya.
***