Mempertahankan kebahagiaan pernikahan nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang apa yang telah diusahakan tidak dinikmati sepenuhnya.
“Tetaplah bersama denganku, jauh darimu rasanya setiap napas berhenti perlahan. Aku mampu kehilangan segalanya asal bukan kamu, Sonia.”
_Selamanya Kamu Milikku 2_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Gadis Asing
Lima bulan kemudian...
Seyyal sudah melahirkan seorang bayi perempuan yang dia beri nama Ayla Yarely Razva, sekarang usia bayinya sudah memasuki dua bulan dan anaknya Angel, sudah berusia 8 bulan, si kembar tiga sudah berusia 29 bulan.
Pernikahan Fian akan diadakan dua minggu lagi, semua persiapan dan dekorasi sudah selesai dirancang oleh Sonia dan Sean seminggu yang lalu. Surat-surat dan keperluan untuk menikah lainnya juga sudah selesai diurus oleh Fian dan Naima.
"Bang, kemungkinan besok aku akan pergi ke Desa Munti untuk melakukan survey lokasi," kata Fian, Sonia menatap adik iparnya itu.
"Apa nggak bisa diwakilkan sama orang lain Fian? Kamu bakalan nikah loh dua minggu lagi dan seminggu lagi kita bakalan ke London."
"Nggak bisa Son, ini proyek penting, aku harus turun kelapangan secara langsung."
"Kalo kata orang kan nggak boleh pergi-pergi pas mau nikah begini, nanti adaa aja masalahnya." Sonia mengemukakan kecemasannya pada Fian.
"Kamu tenang aja Son, aku ke sana cuma tiga hari kok, toh desanya nggak terlalu jauh juga kan."
"Lagian proyek yang akan digarap oleh Fian ini sangat besar, kalau dia tidak melihat secara langsung lokasinya, ya akan bermasalah nanti," timpal Sean.
"Apa nggak bisa ditunda? Abis nikah aja survey."
"Kamu tenang aja Sonia, aku akan jaga diri baik-baik kok."
"Ya udah deh, kamu harus sering kabari kami selama di desa itu."
"Iya aman."
Keesokan paginya Fian bersiap untuk berangkat ke lokasi tempat dia survey, Sonia melepas kepergian Fian dengan perasaan sedikit bimbang, dia berdoa agar adik iparnya itu baik-baik saja sampai kembali pulang.
Setelah menempuh perjalanan selama 4 jam, akhirnya Fian sampai di desa Munti, dia langsung terjun ke lokasi untuk survey, melihat kalau lokasi itu sangat bagus untuk proyek yang akan dia kerjakan.
Fian didampingi oleh Hamid, orang kepercayaannya, mereka tinggal di sebuah rumah batu yang bagus namun agak terpencil dari pemukiman warga, di sekitar rumah itu hanya di penuhi ladang jagung.
Karena cuaca sore hari ini begitu bagus, Fian memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar desa dan menikmati keindahan alam yang ada di desa tersebut.
Para penduduk nya sangat ramah dan menerima Fian dengan baik, Fian berjalan menuju ke atas bukit yang memperlihatkan keindahan desa Munti jika dilihat dari atas bukit tersebut.
"Fian." sapa seorang wanita, Fian membalikkan tubuhnya untuk menatap wanita tersebut.
"Vivi, kok kamu di sini?" Wanita itu tersenyum manis pada Fian.
"Ini kan kampung orang tua aku, Fian."
"Bukannya kamu itu di Jakarta ya?"
"Iya, tapi rumah nenek aku di sini, kami kebetulan lagi pulang kampung."
"Ooh."
"Kamu sendiri ngapain ke sini?"
"Aku pergi survey untuk lokasi proyek."
"Oh jadi kamu ya yang beli tanah di sini?"
"Iya tapi belum aku pastikan jadi atau tidaknya, aku masih melihat saja baru." Vivi mengangguk.
"Udah lama ya kita nggak ketemu, kamu juga udah nggak pernah respon aku lagi semenjak terakhir ketemu." Fian memandang lurus ke depan, dia enggan untuk menatap Vivi.
"Ya kan kamu udah nolak aku waktu itu, aku nggak mau aja ganggu kamu." jawab Fian tanpa menatap Vivi.
"Padahal aku kan bilang belum siap, bukan nolak kamu secara langsung Fian, aku juga sering hubungi kamu tapi malah kamu abaikan dan bahkan panggilan aku selalu kamu tolak."
"Lupain aja Vi, semua itu udah berlalu juga kan."
"Iya sih, apa kamu saat ini masih sendiri?"
"Alhamdulillah aku sudah menemukan wanita pilihanku dan kami akan menikah dua minggu lagi."
"Segampang itu ya kamu lupain aku?" Fian tak menjawab lagi, karena dia memang malas untuk bicara dengan Vivi.
"Aku pamit dulu ya Vi, udah mau maghrib." Fian pergi begitu saja meninggalkan Vivi yang saat ini sedang kecewa pada Fian.
...***...
Fian sedang sibuk dengan dokumen kerja yang harus dia selesaikan malam ini, awalnya Fian ke desa itu untuk melihat lokasi proyek yang akan dia garap namun lokasi itu tidak cocok dengannya karena ada seorang gadis dari masa lalu yang ternyata orang desa itu.
Malam ini Hamid diminta oleh Fian untuk mencari makanan, lalu tiba-tiba lampu mati.
"Sial, kenapa pakai acara mati lampu segala sih?" Fian menghidupkan senter dari ponselnya dan berjalan keluar rumah untuk melihat sekring.
Saat membuka pintu, tiba-tiba tubuh Fian dilabrak oleh seorang gadis yang langsung memasuki rumah Fian dengan begitu ketakutan.
"Heh siapa kamu?" teriak Fian, namun gadis itu langsung menarik Fian masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Suasana gelap membuat gadis itu semakin ketakutan, dia bersembunyi bersama Fian di dalam rumah tersebut.
Fian dapat mendengar kalau gadis itu terisak dalam tangisnya, lalu tiba-tiba pintu rumah tersebut digedor dengan kuat oleh tiga orang pria berbaju hitam lengkap dengan penutup wajah hingga Fian tidak bisa mengenali mereka.
Kaca rumah dilempar dengan batu hingga pecah yang mengakibatkan ketakutan luar biasa bagi gadis itu.
"Mending kita sembunyi di dalam kamar saja, jauh lebih aman," ajak Fian yang dibalas anggukan oleh gadis tersebut. Mereka berlari menuju kamar dan mengunci pintu, Fian merasakan degupan kencang di jantungnya.
"Mereka siapa?" Fian bertanya pada gadis tersebut.
"Aku tidak tau, aku tadi diminta untuk datang ke sebuah kebun oleh gadis bernama Vivi lalu tak lama aku dikepung oleh tiga orang berpakaian hitam, mereka membawa senjata tajam, aku sangat takut, aku melihat rumah ini makanya aku langsung ke sini." tuturnya dengan suara terdengar gemetar.
"Vivi? Apa maksudnya memintamu untuk datang ke kebun malam-malam begini?"
"Dia bilang mau menunjukkan sesuatu padaku, aku sendiri tidak tau, karena aku sangat mempercayainya makanya aku datang." Fian mengangguk, dia berniat untuk keluar.
"Tunggulah di sini, aku akan menghadapi mereka."
"Jangan, aku tidak mau kamu kenapa-napa, tetaplah di sini." Fian teringat dengan perkataan kakak iparnya sebelum dia berangkat ke desa itu, dia tidak ingin kalau pernikahannya batal hanya karena hal seperti ini.
"Baiklah, kita tunggu saja sampai aman di sini, sebentar lagi temanku akan datang." Gedoran dan teriakan ketiga pria misterius itu menggema di dalam pendengaran Fian dan gadis itu.
"Bagaimana ini? Kenapa mereka belum pergi juga?" Gadis itu semakin ketakutan, ada sekitar sejam lebih mereka di dalam kamar bersembunyi hingga akhirnya lampu pun menyala menerangi ruangan kamar tersebut.
Fian dapat melihat dengan jelas wajah gadis yang dia tolong itu, begitu juga dengan gadis tersebut.
"Sepertinya mereka sudah tidak ada lagi," kata Fian, mereka keluar dari kamar lalu mengintip keluar dan ternyata memang sudah aman.