NovelToon NovelToon
MANTAN TENTARA BAYARAN: IDENTITAS ASLINYA SEORANG MILIARDER

MANTAN TENTARA BAYARAN: IDENTITAS ASLINYA SEORANG MILIARDER

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Mata-mata/Agen / Trauma masa lalu / Action / Romantis / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: BRAXX

Mereka memanggilnya Reaper.

Sebuah nama yang dibisikkan dengan rasa takut di zona perang, pasar gelap, dan lingkaran dunia bawah.

Bagi dunia, dia adalah sosok bayangan—tentara bayaran tanpa wajah yang tidak meninggalkan jejak selain mayat di belakangnya.

Bagi musuh-musuhnya, dia adalah vonis mati.

Bagi saudara seperjuangannya di The Veil, dia adalah keluarga.

Namun bagi dirinya sendiri... dia hanyalah pria yang dihantui masa lalu, mencari kenangan yang dicuri oleh suara tembakan dan asap.

Setelah misi sempurna jauh di Provinsi Timur, Reaper kembali ke markas rahasia di tengah hutan yang telah ia sebut rumah selama enam belas tahun. Namun kemenangan itu tak berlangsung lama. Ayah angkatnya, sang komandan, memberikan perintah yang tak terduga:

“Itu adalah misi terakhirmu.”

Kini, Reaper—nama aslinya James Brooks—harus melangkah keluar dari bayang-bayang perang menuju dunia yang tak pernah ia kenal. Dipandu hanya oleh surat yang telah lusuh, sepotong ingatan yang memudar, dan sua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TIGA TAHUN LALU

Tiga tahun yang lalu… Di suatu tempat di dalam wilayah Ocimex…

"Reaper, target terlihat. Sayap selatan. Bergerak masuk."

Suara itu terdengar pelan di earphone-nya.

Tanpa sepatah kata pun, dia melompat.

Tali itu mengayunkannya seperti bandul melintasi halaman terbuka. Angin berdesir keras di telinganya, lalu—bruk—dia menembus jendela lantai tiga yang retak tanpa suara.

Dia mendarat ringan, sepatu botnya menyentuh ubin tua, pisau sudah di tangan.

Satu napas. Satu detak jantung.

Seorang penjaga berbelok di sudut. Bilah itu menembus lehernya, dan James menurunkan tubuh itu tanpa suara.

Dia bergerak seperti bayangan. Para penjaga lenyap satu per satu, suara mereka tenggelam oleh baja dan sarung tangan kulit. Tidak ada alarm. Tidak ada kekacauan. Hanya Reaper di antara mereka.

"Target baru saja memasuki ruangan utama. Sisi timur."

James menyesuaikan tali kekangnya, lalu mendekati pintu berukir di ujung lorong. Ketukan lembut.

Langkah kaki.

Pintu terbuka, dan pada saat itu juga, dia menyerang.

Pisau itu menembus tenggorokan pria besar berjas linen putih. Jemarinya yang ternoda abu cerutu bergetar sebelum tubuhnya roboh ke kursi di belakangnya. Pria itu hanya sempat menatap kosong sebelum nyawanya pergi. Darah mengalir di atas karpet beludru.

"Target terbunuh."

James menghela napas pelan, melangkah melewati mayat itu.

"Kerja bagus, Reaper," suara di earphone-nya kembali terdengar, kini lebih ringan. "Saatnya kembali."

Namun ketika dia berbalik, sesuatu bergerak.

James melangkah melewati tubuh itu, mengelap pisaunya di jas sutra sang korban, lalu meraih radionya.

"Reaper, evakuasi—"

Klik.

Dia memutus sambungan.

Ada yang tidak beres.

Suara gemerisik lembut di balik tirai beludru. Bukan karena angin—tapi karena getaran tubuh manusia. Dia bergerak pelan, pisau siap di tangan—lalu menarik tirai itu dengan cepat.

Di baliknya duduk seorang gadis—tangannya terikat, mulutnya disumpal, matanya terbuka lebar penuh ketakutan.

Dia bukan orang Ocimex—kulitnya lebih pucat, wajahnya cantik, bibirnya bergetar. Pakaiannya robek di bahu, rambutnya kusut, kotor, dan berlumur air mata kering. Mungkin remaja akhir yang berumur dua puluhan.

James berlutut di depannya, menurunkan pisaunya.

Namun gadis itu tetap meringkuk ketakutan.

Dengan lembut, dia melepaskan lakban di mulut gadis itu.

Lalu dia berkata dengan suara pecah."T-tolong... aku bukan salah satu dari mereka... aku diculik dari hostel... mereka... menjual kami... tolong..."

James meneliti ruangan. Tidak ada kamera. Tidak ada langkah kaki. Tidak ada waktu.

Dia memotong tali yang mengikat pergelangan tangan dan kaki gadis itu. Kulitnya merah dan lecet.

"Aku tidak bisa membawamu bersamaku," katanya pelan, sambil mengeluarkan kartu hitam kecil dari kantong tersembunyi. "Aku tidak diizinkan membawa siapa pun kembali."

Dia menekan kartu itu ke tangan gadis itu.

"Hubungi nomor ini. Namanya Paula. Dia akan mengantarmu pulang. Aman. Diam. Tanpa pertanyaan."

Gadis itu menatap kartu itu, lalu menatapnya.

"Mengapa... mengapa kau menolongku?"

James terdiam, pertanyaan itu menghantamnya dengan cara yang tak dia duga.

"Aku tidak tahu," jawabnya jujur. Lalu dia menyelipkan segepok uang ke telapak tangan gadis itu. "Ini cukup sampai Paula menjemputmu."

Mata gadis itu berkaca-kaca saat menggenggam kartu dan uang itu. "Terima kasih..."

Dia sudah setengah jalan menuju jendela yang pecah. Dia menoleh sekali.

Gadis itu duduk di bawah cahaya bulan, memeluk dirinya erat di antara pecahan kaca dan noda darah.

Dan kemudian dia menghilang ke dalam malam.

...

Masa kini — Toko Perhiasan Mewah, Pusat Kota

Keheningan menyapu toko. Semua kepala menoleh ke arah pintu masuk.

Pintu kaca otomatis terbuka dengan desis lembut—dan masuklah seorang wanita yang kehadirannya seketika mengubah suasana ruangan.

Dia mencuri perhatian.

Tinggi, anggun, dan mengenakan jumpsuit putih tanpa bahu yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Rambut panjangnya terurai lembut di punggung, kulitnya berkilau di bawah cahaya. Anting berlian berkilau di telinganya. Tatapannya—tajam dan berwarna amber—menyapu ruangan sampai berhenti padanya.

Camila.

Seruan kecil dan bisikan cepat terdengar di seluruh ruangan.

"Itu bukan Camila, kan?"

"Astaga, itu benar-benar dia..."

"Tunggu, Camila yang itu? Dari Jasper Global?"

"Dia wajah setengah merek di kota ini!"

"Dia memanggilnya bos?!"

Camila bukan selebritas biasa. Dia bintang yang sedang naik daun—idola dengan video tari, pertunjukan langsung, dan wawancara berani yang memikat seluruh internet. Anak muda memujanya. Majalah menjulukinya “Badai yang Tersenyum.” Permata Jasper Global—terkenal bukan hanya karena kecantikan dan bakatnya, tapi juga karena auranya yang misterius. Tanpa skandal. Tanpa cela. Tak tersentuh.

Namun kini dia berjalan langsung ke arah James.

James, yang berdiri di samping Sophie, menatap dengan mata menyipit saat kepingan-kepingan ingatan menyatu. Dia tak begitu mengikuti dunia hiburan. Tapi wajah itu... suara itu...

Itu dia.

Gadis dari Ocimex yang tiga tahun lalu ia selamatkan.

Sekarang dia melangkah menuju kearah James.

"Bos!" seru Camila lagi, "Sudah lama tidak bertemu!" Dia langsung melangkah ke arahnya dan memberi setengah pelukan, matanya berkilau seolah-olah sudah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.

Alis Sophie terangkat. Pertama kartu identitas militer merah... sekarang ini? Dia masih memegang gelang itu, jantungnya berdebar oleh rasa ingin tahu. "Camila... maksudmu Camila yang itu?" tanyanya tak percaya.

Camila menoleh padanya sambil tersenyum cerah. "Halo, Nyonya. Aku Camila!"

Sementara itu—

Wanita muda yang beberapa saat lalu menghina Sophie kini tampak pucat. Cengkeraman pacarnya di pergelangannya mengeras.

"Kita harus pergi," bisiknya tegang.

"Apa—kenapa? Dia hanya penyanyi—"

"Kau bodoh," desis pria itu pelan sambil menyeretnya menuju pintu keluar. "Itu Camila dari Jasper Global. Mereka yang memiliki mal ini sekarang—baru kemarin mereka akuisisi! Dia memanggil pria itu bos—kau tahu artinya? Dia di atasnya!"

Mata gadis itu membelalak saat kebenaran menghantamnya.

"Ya Tuhan... kita salah berurusan dengan orang yang salah..."

"Cepat."

Dan mereka pun kabur, melesat keluar dari toko sementara bisikan berubah menjadi keheningan terpana. Tidak ada yang menghentikan mereka.

Karena kini, semua mata tertuju pada Camila dan pria misterius yang dia panggil bos.

James menatapnya dengan kelembutan langka di matanya, sesuatu yang jarang terlihat.

"Kau..." katanya pelan, menatap wanita di hadapannya. "Sepertinya aku melewatkan banyak hal. Kau sudah membuat nama besar untuk dirimu sendiri.”

Senyum tipis menarik sudut bibirnya.

“Aku senang untukmu.”

Mata Camila berkilau. Ia berkedip cepat, berusaha menahan air mata, tetapi tetap saja mengalir, seolah sesuatu di dalam dirinya akhirnya terlepas.

“Semua ini…” katanya dengan suara bergetar, “semua karena kau, Boss. Terima kasih untuk hari itu. Karena sudah menarikku keluar dari mimpi buruk itu.”

James tidak langsung menjawab.

Sebagai gantinya, ia meletakkan tangannya di bahu Camila—mantap, menenangkan.

“Kau kuat,” katanya. “Kau menyelamatkan dirimu sendiri. Aku hanya membuka pintu.”

Camila menunduk sejenak, menelan rasa haru yang menyesak di dadanya.

Sophie berdiri diam—menyaksikan, hatinya menghangat. Ia tidak tahu seluruh ceritanya, tapi bisa merasakannya di dadanya. Apa pun yang telah James lakukan… itu telah mengubah hidup seseorang selamanya.

Ia bangga.

Sangat bangga.

Camila kembali menatapnya, kini tersenyum di tengah air mata.

“Aku selalu ingin bertemu denganmu lagi. Untuk berterima kasih langsung. Aku sudah berkali-kali meminta izin pada Nyonya Paula…”

“Tapi dia selalu menolak—sampai kemarin. Tiba-tiba saja dia meneleponku. Katanya aku punya acara promosi merek di sini, di Crestent Bay. Aku rasa… dia sengaja melakukannya. Supaya aku bisa menemukanmu.”

James mengangguk perlahan, penuh pertimbangan.

Camila tersenyum cerah.

“Senang bertemu lagi denganmu, Boss.” Ia mundur sedikit, menyeka air matanya tanpa ragu. “Terima kasih untuk semuanya. Aku harus turun sekarang—ada pertunjukan di lantai dasar beberapa menit lagi.”

Ia menarik napas, lalu menambahkan dengan kedipan mata, “Turunlah kalau kau mau menonton. Pertunjukannya bagus.”

Setelah itu, ia berbalik, berjalan pergi dengan keanggunan yang sama seperti saat datang.

Saat ia menghilang menuju lift, Sophie akhirnya berbicara dengan suara lembut, “Jadi apa ceritanya, Nak? Sepertinya kau memiliki banyak kenalan, ya?”

James mengangkat bahunya sedikit, berusaha merendah. “Tidak ada apa-apa, Ma. Aku hanya membantunya di masa lalu, itu saja.”

Sophie tersenyum, matanya menyipit nakal.

“Kau memang penuh kejutan…”

Dia menatap ke arah lorong tempat Camila pergi dan terkekeh pelan. “Andai Chloe dan Felix ada di sini. Mereka selalu bersorak kalau melihatnya di TV.”

James mengangkat alis dengan senyum kecil.

“Begitukah? Kalau begitu sepertinya kita harus mengundangnya makan malam suatu hari nanti.” dia mengedipkan mata kecil. Sophie memutar matanya sambil tersenyum.

Saat itu juga, manajer toko mendekati mereka dengan sopan.

“Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, Tuan Brooks.”

James mengangguk tenang.

“Tidak apa-apa.” dia menoleh ke arah etalase kaca dan menunjuk.

“Kemas perhiasan ini. Kirimkan ke kediamanku nanti.”

“Tentu, Tuan,” jawab manajer dengan lancar, langsung memberi instruksi pada stafnya.

Sophie menyentuh lengannya dengan lembut.

“Nak, ayo turun. Jangan sampai mengecewakannya—dia mungkin berharap kau menonton pertunjukannya.”

James tersenyum dan mengangguk.

“Baik, Ma.”

Dia membayar tagihan, dan bersama-sama mereka menuju eskalator.

Lampu perlahan meredup, dan musik lembut mulai mengalun saat tirai di panggung perlahan terbuka. Sorotan cahaya menyala, menerangi Camila yang mengenakan gaun perak berkilauan, tubuhnya anggun dan tegap. Di belakangnya, panggung dihiasi pancaran cahaya emas lembut dan efek berkilau. Musik membesar, dan suaranya mengalun di udara.

Kerumunan, yang terdiri dari wisatawan, warga lokal, dan pengunjung mal, langsung terdiam saat penampilannya menguasai ruangan. Ponsel terangkat, sorotan kamera muncul, bahkan obrolan di area lounge atas pun lenyap.

Dari tempat duduk mereka di balkon VIP, James dan Sophie menyaksikan dalam diam.

Sophie mencondongkan tubuh sedikit dan berbisik sambil tersenyum, “Penampilannya indah sekali, Nak.”

James, masih menatap Camila, mengangguk pelan. “Ya, benar. Aku tidak menyangka akan seindah ini…”

Waktu berlalu dengan cepat setelah pertunjukan usai. Mereka melanjutkan hari bersama—berbelanja hadiah dan pakaian, sebagian besar untuk Chloe, Felix, dan bahkan setelan baru untuk Julian. Para staf, yang sudah mendapat instruksi sebelumnya, memastikan semuanya dikirim langsung ke rumah sebelum mereka meninggalkan mal.

Tak lama kemudian, keduanya duduk di kafe kecil di dalam plaza, menikmati cappuccino hangat sambil memandang orang-orang yang berjalan di luar.

Lukas menunggu sabar di mobil, dan tak lama setelah itu, mereka pun kembali pulang.

Namun sebelum benar-benar pulang,

Mobil berhenti mulus di jalur penjemputan sekolah tepat saat bel berbunyi. Anak-anak berlarian keluar dari gerbang dengan wajah bahagia, tapi Chloe dan Felix segera muncul di antara kerumunan.

“KAKAAAAAAK!” teriak mereka bersamaan.

Kepang Chloe terayun-ayun saat dia berlari ke depan, menarik Felix bersamanya.

James keluar dari mobil dengan senyum lebar dan berjongkok, membuka kedua lengannya.

“Hai, badai kecil!”

Mereka berdua menabrak pelukannya, hampir menjatuhkannya saat melingkarkan tangan mereka erat-erat.

“Kau datang menjemput kami!” seru Chloe, menempel di bahunya.

“Apakah kami mencium aroma donat di tubuhmu?” tanya Felix curiga sambil berpura-pura mencium.

James tertawa dan mengangkat keduanya dengan mudah. “Tidak ada donat. Tapi aku membawa hadiah.”

Keduanya langsung membeku, mata membesar.

“H-H-HADIAH?!” seru Chloe.

“Yang sungguhan? Bukan kaus kaki?” Felix memicingkan mata.

“Yang sungguhan. Pakaian, mainan, semuanya. Sudah menunggu di rumah.”

“OHH, ASTAGAA!” Chloe melambai-lambaikan tangannya kegirangan.

“Aku sayang kau, Kakaakkk!” Felix berteriak, menanamkan ciuman besar di pipi James.

James terkekeh, menggendong keduanya ke mobil dan menempatkan mereka di samping Sophie.

“Tebak, Mama! Kakak membawa kami hadiah!” bisik Chloe, hampir melompat di kursi.

“Kalian benar-benar manja,” kata Sophie sambil tertawa, menarik mereka berdua ke dalam pelukan hangat.

“Ayo pulang! Ayo lihat hadiahnya! CEPAT CEPAT CEPAT!” teriak Felix ke arah Lukas.

“Kau dengar Kapten,” sahut Lukas dengan senyum. “Aktifkan kecepatan cahaya!”

Dan dengan itu, mobil meluncur meninggalkan sekolah, dipenuhi tawa, kaki yang menendang-nendang, dan obrolan riang dari dua anak kecil ini.

1
Zandri Saekoko
author
kapan lanjutan sistem kekayaan itu author tiap hari saya liht tapi blm ada lanjutan
Rocky
Ternyata ini misi terakhir secara tersirat yang dimaksudkan Sang Komandan..
Zandri Saekoko
mantap author
lanjutkan
Zandri Saekoko
mantap author
king polo
up
king polo
update Thor
king polo
up
king polo
update
july
up
july
update
Afifah Ghaliyati
up
Afifah Ghaliyati
lanjutt thorr semakin penasaran nihh
eva
lanjut thor
eva
up
2IB02_Octavianus wisang widagdo
upp lagi broo💪
Zandri Saekoko
lanjut thor
Wulan Sari
lanjut Thor semangat 💪👍❤️🙂🙏
Coffemilk
up
Coffemilk
seruu
sarjanahukum
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!