Tergoda Sekretaris Sexy

Tiga hari berikutnya. Darren dan Erina memiliki rencana untuk menjebak Tessa. Ia ingin membuktikan pada sang mama jika Erina tidak seburuk yang dia pikir seperti apa yang di katakan oleh Tessa.

Sementara Tessa sendiri sangat senang begitu mendapat telepon dari Darren dan ia di ajak untuk ketemuan di kafe Falminggo. Darren beralasan ingin bertemu lantaran ia ingin curhat dan mengaku jika hubungannya dengan Erina sudah selesai. Tentu saja Tessa mau di ajak bertemu dan itu membuka kesempatan untuk dirinya masuk ke kehidupan Darren.

Tanpa curiga, ia datang ke kafe tempat mereka janjian. Kebetulan Darren sudah datang lebih awal.

"Hai ..." sapa Tessa membuat pria yang sudah lebih dulu ada di sana menoleh.

"Hai," balas Darren kemudian mempersilahkan Tessa untuk duduk di hadapannya.

Tessa menarik kursi dan mendaratkan tubuhnya di sana. Ia sengaja memakai gaun cantik yang terbuka dan memoles wajahnya untuk menarik perhatian Darren. Sebab pria itu sangat suka dengan wanita yang tampil elegan seperti itu.

"Terima kasih sudah datang," ucap Darren dengan seulas senyum yang menggetarkan hati Tessa.

"Iya. Sama-sama. Btw, belum pesan minum?" tanya Tessa begitu meja masih kosong.

Darren menggeleng. "Belum."

"Kau mau minum apa? Biar aku pesankan?"

"Biar aku saja."

"Ok."

Darren memanggil waiters yang ada di sana, lalu memesan coffe late dua.

"Ah ya, jadi kau beneran sudah putus dengan Erina?" tanya Tessa.

Darren mengangguk. "Ya. Aku di minta untuk mengakhiri hubungan aku dengan Erina oleh mama."

Tessa mengangguk-anggukan kepalanya dengan senyum merasa penuh kemenangan.

"Itu pilihan yang tepat. Kau memang harus mengutamakan mamamu di banding siapapun termasuk wanita itu."

"Iya, mama bilang jika Erina bukan wanita yang tepat untukku. Oleh karena itu aku mendengarkan ucapan mama. Mama minta aku untuk menjalin hubungan denganmu saja."

Tessa membulatkan matanya sempurna. Bibirnya mengembangkan senyum sempurna. Ia tidak menyangka jika pria itu akan mengatakan hal tersebut padanya.

"Benarkah bu Asty bilang begitu?" tanya Tessa tanpa sadar.

Darren mengangguk membenarkan. "Iya."

"Kau tidak bohong kan?"

"Aku serius. Bahkan aku sampai aneh kenapa mama bisa mengenal dirimu."

Kalimat tersebut seketika memudarkan senyum di bibir Tessa.

Darren meletakan tangannya di atas meja, kemudian memajukan wajahnya menatap lekat kedua manik mata wanita itu.

"Coba ceritakan padaku, dari mana kalian bisa saling mengenal?"

Degg!

Jantung Tessa seketika terhenti. Napasnya tertahan wajahnya menegang dan sedikit pucat. Ia baru sadar jika pertanyaan pria itu seperti menjebaknya.

"Ak-aku ..." Tessa berusaha menjelaskan, namun seorang waiters yang datang mengantar minuman memotong kalimat Tessa.

"Minum dulu agar tidak gugup, Tessa."

Darren mengambilkan cangkir cofe milik Tessa dan memberikannya pada wanita itu. Dengan tangan sedikit gemetar Tessa menerima cangkir tersebut.

Tessa meminum cofe late tersebut sampai lupa jika itu masih panas.

"Aaww.." Tessa memekik saat lidahnya terasa terbakar.

"Pelan-pelan," ucap Darren.

Tessa mengangguk. Entah kenapa ia sekarang merasa tidak aman. Ia tampak gelisah sekarang.

"Sekarang sudah bisa ceritakan padaku, dari mana kau mengenal mama?"

Tessa kembali di buat panik oleh pertanyaan Darren. Namun, ia berusaha untuk menetralisir hal tersebut dengan memasang wajah biasa saja agar tidak mencurigakan.

"Jadi begini. Aku-"

"Tunggu sebentar. Aku mau ke toilet dulu," potong Darren.

Pria itu bangkit dari tempat duduknya dan beranjak dari sana. Sementara Tessa menghela napas lega.

"Huhhhh .. Beruntung dia pergi. Setidaknya aku punya waktu untuk menyiapkan jawaban yang meyakinkan. Semoga saja dia tidak curiga jika aku selama ini sudah menghasut mamanya agar membenci Erina. Wanita siallan yang sudah berani menyingkirkan aku dari perusahaan. Kehadirannya membuat aku kembali menjadi staf biasa dan aku di pecat secara tiba-tiba tanpa hormat. Ini balasan yang pantas untuk dia, di benci oleh mamanya Darren. Salah dia juga sudah ber main-main dengan Tessa."

Tessa menyunggingkan senyum seringai.

Kemudian ia mendengar suara tepukan tangan dari belakang yang mendekat. Begitu ia menoleh, iris matanya melebar seketika.

"Jadi begitu, ya? Kau menghasut saya agar membenci Erina?" ujar wanita paruh baya yang saat ini berdiri di depannya.

"T-tante, tante Asty?" Tessa bangkit berdiri melihat kedatangan wanita paruh baya itu secara tiba-tiba.

Tessa melihat ke sebalah kiri dan kanan bu Asty, Darren dan Erina berdiri di sana. Ternyata dugaannya benar, jika ia sedang di jebak oleh pria itu.

Tessa tidak mau berurusan lebih panjang, oleh karena itu ia memilih untuk pergi saja.

"Mau kemana?" cegah bu Asty seraya menarik pergelangan Tessa cukup erat.

"Lepaskan, tante! Lepaskan!" pinta Tessa sedikit kesakitan lantaran bu Asty sedikit mencekeram pergelangan tangannya.

"Kau tidak bisa lolos begitu saja, Tessa. Setiap perbuatan pasti ada konsekuensinya."

Tessa menggeleng keras. Ia sudah sangat ketakutan sekali.

"Tidak, tidak. Aku harus pergi."

Dengan sekuat tenaga Tessa berusaha melepaskan tangannya yang di cekal oleh bu Asty, akan tetapi ia merasa kesulitan. Ia memikirkan cara lain agar bisa terlepas dari mereka bertiga.

_Bersambung_