"Mulai hari ini putri sulungku Lada Anjani Wibisono sudah mati."
Kata-kata yang pada akhirnya mampu merubah kisah hidup seorang Lada Anjani Wibisono. Hanya karena kesalah pahaman, ia harus rela terbuang dari keluarganya.
Malam yang paling berat dilalui oleh gadis introvert itu, terjebak dengan seorang mantan narapidana, yang terkenal berandalan dilingkungan tempat tinggalnya, menjadi awal dimulainya babak baru perjalanan hidupnya.
Vinder putra Abimana, mantan narapidana pembunuhan, pecinta alkohol, dicap sebagai berandalan dilingkungan tempat ia tinggal. Tapi siapa yang itu, dibalik semua gelar itu tersimpan kisah memilukan.
Hari-harinya yang tanpa warna, seketika berubah saat mengenal dan tersandung skandal bersama Lada Anjani Wibisono.
Bagaimana kisah keduanya bermulai...?
Dan bagaimana akhir dari banyaknya konflik batin yang mereka alami...?
Yuk, jadilah saksi dalam kisah hidup mereka dengan membaca karya ini.
Bijaklah dalam berkomentar juga memilah baik, buruknya cerita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Datu Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Hampir tiga puluh menit Lada menangis dalam dekapan Vinder. Sakit dan lelah yang medera tubuh, sudah tak lagi mereka rasakan.
Lada mengurai pelukan Vinder, mengusap wajahnya berkali-kali kemudian mencoba bangkit berdiri dengan bertumpu dipinggiran sofa. Isak tangisnya masih sesekali terdengar.
Vinder membantu Lada berdiri "La...!"
"Maaf...!"
"Maaf kenapa...?"
"Maaf untuk semua yang sudah terjadi, karena aku kamu terluka juga dimaki orang-orang." sahut Lada.
"Jangan fikirkan itu, aku tidak apa-apa."
"Terimakasih untuk semuanya ya Vin, jangan lupa minum obatnya." kata Lada sembari meraih tasnya yang ada disofa.
"Mau kemana...?"
"Mau kerja." sahut Lada dan melangkah pelan.
"Aku antar." kata Vinder menghentikan langkah Lada.
"Tidak------
"Tidak menerima penolakan." tegas Vinder menatap tajam wajah gadis yang amat menyedihkan itu.
"Tapi kamu lagi sakit Vin, demam. Kamu juga belum istirahat."
"Kamu sendiri juga belum istirahat." balas Vinder.
"Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu. Jangan kemana-mana." Titah Vinder lalu menuju kelantai dua.
Kurang dari sepuluh menit, pria tampan itu sudah berada didepan Lada dengan pakaian barunya.
"Ayo...!" aja Vinder menyambar kunci mobil juga handphone yang ada diatas meja.
Lada menggangguk, lalu mengambil kantung plastik yang berisi obat Vinder kemudian berjalan dibelakang sang tuan rumah guna menuju kemobil.
Tapi langkah keduanya terhenti didepan pintu, Hendarto sudah berdiri dengan satu koper besar juga sebuah tas berukuran sedang, yang sedetik kemudian dilempar kehadapan mereka.
Airmata Lada kembali luruh melihat tubuh ayahnya yang perlahan menjauh sementara Vinder hanya bisa menghela nafas berat seraya mengacak rambutnya kesal.
Vinder mengambil koper, lalu memberikan kepada Lada "kamu mandi dulu, aku tunggu disini."
Mereka bertukar tatapan "kamu tidak mungkin kerja dengan baju ini lagi. Lihat, ada noda darah disitu." tunjung Vinder kedada Lada.
Lada pun menurut, mengambil alih koper dari tangan Vunder lalu masuk kembali kedalam rumah. Sementara pemuda tampan itu, memasukan tas yang dilepar tadi kedalam bagasi mobilnya.
Tanpa memperdulikan tatapan para tetangga, Vinder duduk dikursi teras rumahnya sembari mengutak atik benda pipih miliknya.
Sementara Lada sudah mulai membersihkan diri, setelah membuka koper yang berisikan barang-barang miliknya.
Bukan hanya baju saja, ada beberapa kacamata koleksi gadis itu, juga parfum, buku, dan boneka kesayangannya.
Tiga puluh menit berlalu, Lada sudah berada didepan Vinder dengan wajah sembab yang terlihat lebih segar, rambut panjang yang basah dibiarkan tergerai, juga dengan pakaian yang sudah berganti.
Vinder berdiri, mengunci pintu lalu mengambil koper dan menyimpannya kebagasi mobil. Setelah itu, ia membuka pintu depan untuk Lada yang sedang menatap rumahnya dengan derai airmata.
"La....!"
Lada mengangguk, menghembuskan nafas berat sebelum akhir masuk kedalam mobil.
Kendaraan roda empat itu mulai meninggalkan rumah, dengan diiringi tatapan sejuta penilaian dan rasa dari para tetangga dan para penghuni rumah Hendarto yang melihat dari tiga ruangan berbeda.
Selama perjalanan menuju tempat Lada bekerja, keduanya kompak menutup bibir rapat-rapat. Hanya suara helaan nafas dari mereka yang saling bersahutan.
Bahkan saat mampir untuk sarapan disebuah kedai bubur ayam pun, keduanya tetap bungkam seribu bahasa.
Setibanya ditempat tujuan, Vinder menengadahkan tangannya kepada Lada, yang disambut dengan kerutan dahi gadis itu.
"Handphonemu."
Lada membuka tasnya, mencari benda yang Vinder minta "Mati..!" katanya.
"Sampai didalam langsung dicas, jangan lupa makan siang dan jangan memaksakan diri. Kamu belum tidur soalnya." perhatian yang Vinder berikan.
Lada mengangguk "ini obatmu juga diminum nanti ya...? langsung istirahat. Kalau ada yang bisa dimintai tolong, obati luka dan ganti perbannya. Tapi kalau tidak ada, mampir dulu sebentar kerumah sakit."
"Hem...!" jawab Vinder dengan dibarengi anggukan kepala.
"Koperku...?"
"Biar dimobil saja, nanti sore aku jemput."
Lada pun turun dan setelah siluetnya tak lagi terlihat oleh Vinder, barulah pria itu melajukan mobilnya guna menuju keLaVin restoran.
Dengan menahan kantuk, pusing juga badan yang teramat lemas, Lada menyelesaikan pekerjaannya. Hari ini jam kerjanya hanya sampai pukul lima sore dan esok hari waktunya ia libur.
Lada duduk dicofee shop yang berada dilantai satu, sembari memainkan ponselnya. Sesekali gadis itu terlihat menghubungi seseorang. Sampai kehadiran Vinder mengalihkan atensinya.
"Kenapa...?" tanya Vinder setelah duduk disatu kursi yang bersisian dengan Lada.
"Aku belum dapat tempat tinggal. Semua kost-kostan, kontrakan yang dekat dari sini penuh." Lada menghela nafas.
"Mau makan disini atau langsung pergi...?"
"Pergi saja." jawab lemah Lada.
Mereka pun beranjak, melangkah beriringan keluar dari gedung itu. Tapi seruan dari seseorang yang amat Lada kenali, memaksa mereka untuk berhenti.
"La, kami mau Kemang dan kita searah, kamu bisa menumpang bareng kami." tawar Rey Andra.
"Em, tidak Rey terimakasih."
"Tidak apa-apa loh La, ayo bareng kami saja." yang dijawab dengan gelengan oleh Lada.
"Sudah lah Rey, lagian sepertinya Lada mau pergi kencan." ucap wanita yang suka membully Lada sembari memperhatikan tubuh tinggi tegap yang membelakangi mereka.
"Kamu mau kencan La...?" tanya Rey Andra menelisik sosok pria disebelah Lada.
"Ini, kenalin ini Vinder Rey." ucap Lada terbata menunjuk pria yang berdiri disisinya.
"Vinder, itu Rey Andra, Vika sama Linda."
Vinder memutar tubuhnya lalu mengucap hallo sebagai tanda perkenalan.
Vika dan Linda yang melihat rupa tampan Vinder, langsung memasang senyuman manis. Ya, ketampanan pria itu memang sedikit lebih tinggi nilainya dari Rey Andra.
"Bisa kita pergi sekarang..?" tanya Vinder yang malas berbasa-basi dengan tiga orang didepan.
Lada mengangguk, lalu pamit kepada Rey Andra dan kedua wanita pembully.
"Kita mau kemana...?" tanya Lada putus asa, setelah berada didalam kendaraan yang melaju.
Vinder menyodorkan sebuah kunci, Lada bingung. Berulang kali ia menatap Vinder dan kunci itu secara bergantian.
"Kunci apartemen untuk tempat tinggalmu."
"Apartemen...?" Vinder mengangguk.
"Ini bukan apartemen mewah, tau kan apartemen Venus. Tapi ini yang versi murah meriah hanya satu kamar saja." Vinder tersenyum dan disambut kekehan oleh Lada.
"Kalau begitu aku terima." ucapnya mengambil kunci ditangan Vander.
Untuk sesaat suasana hening, kemudian terdengar dengkuran halus. Vinder pun menoleh, kemudian tersenyum kala mendapati Lada yang sudah tertidur pulas.
"Selamat tidur gadis kelinci." ucap pria itu mengusap perlahan pipi Lada dengan jari telunjuknya.
kamu gak tau Lada mencari mu
udah nyaman sama Vinder malah nyari orang lain...
bukannya nikah sama Vinder aja.
kan kamu juga udah dibuang keluarga mu...
kesian banget kamu Vin
kamu kan tau gimana kelakuan Rey...
masa masih mau dekat dekat juga...
dia dekat juga karena ada mau nya,udah liat kamu cantik😒
memanfaatkan kepolosan Lada...😠
beda dengan kk cewek ku yang pertama ceplas ceplos orang nya 😆