Hanya karena bentuk fisik yang tak seindah wanita lain. Alice harus menelan pil pahit sebuah pengkhianatan suami.
"Ckkk." Gavin berdecak seraya terkekeh mengejek. "Apa kamu tak berkaca, Alice? Lihat tubuhmu itu, sudah seperti babi putih. Bulat tak ada lekukan. Ukuranmu yang besar itu sudah membuatku jijik. Jangankan untuk menyentuhmu, senjataku saja tak mau berdiri saat melihatmu mengenakan pakaian minim di kamar. Apa pun yang kamu kenakan untuk merayuku, tak mampu membuatku berhasrat padamu. Apa kau mengerti!"
Penghinaan serta pengkhianatan yang Gavin lakukan pada Alice meninggalkan luka yang begitu dalam, hingga membuat hati Alice membiru.
Mahkota yang seharusnya ia hadiahkan pada suaminya, justru menjadi malam petaka dan cinta satu malam yang Alice lakukan pada Bara, kakak iparnya sendiri.
Bagaimana malam petaka itu terjadi? Bagaimana Bara bisa menyentuh Alice saat suaminya saja jijik menyentuhnya? Lalu apa yang akan Alice lakukan untuk melanjutkan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunga Peony, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Ada apa dengannya?
Yonna berjalan santai di samping Tama sembari menarik kopernya keluar dari bandara. Mereka berdua masih sesekali mengobrol tentang agenda yang akan mereka berdua lakukan selama berada di pulau Lombok.
Tama akan memantau perkembangan Resort baru yang ia bangun selama beberapa bulan terakhir, dan juga mengurus kasus penipuan yang dilakukan saudaranya sendiri saat pembangunan resort itu berlangsung. Hingga lelaki yang Yonna anggap baik itu mengalami kerugian yang cukup banyak.
Hal yang biasa terjadi di dalam hidup ini. Saat seseorang terlalu baik terhadap orang lain, maka orang itu cendrung di manfaatkan. Bukan hanya orang lain, tetapi saudara sendiri pun menjadi ular yang sangat berbisa jika sudah berhubungan dengan uang. Mematuk hingga mati di balik selimut hangat yang diberikan.
Jangan tanyakan hati nurani dan norma, karena untuk orang-orang seperti itu, point tersebut sudah tak ada lagi di dalam hatinya. Mereka telah ditunggangi uang dan kekuasaan. Hingga hilang akal sehat dan harga diri.
Sesampainya di luar badara, taksi sudah berjejer rapi menunggu penumpang yang akan memakai jasa mereka. Tak jauh dari taksi itu ada sebuah mobil hitam yang terparkir. Di depan mobil itu duduk seorang lelaki yang tampak memainkan ponselnya dengan santai.
“Yudi!” Seru Tama.
Lelaki itu pun menoleh, senyum merekah terkembang di wajahnya. Lelaki itu langsung berlari mendekat dan menyambar koper yang Tama pegang. Ia membawa koper tersebut yang diikuti Yonna dan Tama dari belakang.
“Kamu masuk saja, biar Yudi yang menyusun barangmu di bagasi!” ucap Tama. Lelaki itu membuka pintu mobil bagian depan yang diikuti Yonna membuka pintu bagian belakang.
Setelah beres dengan tumpukan tas dan koper. Yudi kembali ke belakang kemudi mobil. Ia menghidupkan mesin dan melaju membawa dua orang yang baru sampai tersebut untuk ke resort yang menjadi tempat mereka menginap untuk beberapa malam ke depan.
Sepanjang perjalanan Tama berbincang pada Yudi yang merupakan orang kepercayaanya di pulau Lombok ini, tentang perkembangan resort yang pria itu kelola serta resort baru yang dalam masa pembangunan.
Yonna hanya diam mendengarkan, ia menikmati hembusan angin laut yang membelai wajahnya. Sepanjang pejalanan hanya ada lautan yang membentang dengan debur ombak yang terdengar di telinga serta beberapa turis asing yang bersepeda.
“Apa kamu sakit?” tanya Tama memecah lamunan wanita beranak satu tersebut. Yonna menggeleng dengan senyuman tipis.
Pandangan matanya kini teralihkan pada kaca kecil yang ada di depan supir, menampilkan kedua mata Tama yang menatapnya dari balik kaca tersebut.
“lalu kenapa kamu diam saja? Kamu capek, kita sebentar lagi akan sampai,” ujar pria itu lagi. Khawatir.
“Tak masalah, aku hanya sedang menikmati angin pantai yang segar,” jawab Yonna.
Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam. Mobil itu akhirnya memasuki kawasan resort yang terbilang cukup mewah. Tama seorang pengusaha yang sukses, ia mengembangkan usaha dalam bidang penginapan.
Pulau Lombok sebagai salah satu pulau terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki beragam kelebihan; keramahan masyarakat suku sasak, keindahan pantainya, terumbu karang dan kekayaan hayati yang luar biasa yang menjadi daya tarik tersendiri.
Itu sebabnya pulau ini menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak sekali peminatnya. Karena hal inilah membuat seorang Tama Dirgantara membangun beberapa hotel mulai dari berbagai standar ekonomi. Hotel yang murah dan mewah serta beberapa resort yang menjadi sumber pendapatan yang paling besar untuk lelaki itu.
Tama begitu pintar membaca peluang serta prospek bisnis. Wajar saja di usianya yang masih terbilang muda, lelaki itu sudah menjadi salah satu dari lima daftar pengusaha terkaya di Indonesia.
Yonna langsung masuk ke dalam kamar miliknya yang telah di sebutkan oleh Tama. Yang ingin wanita itu lakukan saat ini adalah merileksasikan dirinya di bawah guyuran air dan beristirahat. Matahari yang bersinar terik cukup membuatnya gerah dan enggan untuk pergi keluar. Lagi pula hari ini tak ada agenda untuknya menemani Bosnya.
~ ~ ~
Yonna mengerjapkan matanya secara perlahan, menatap langit kamar yang berwarna putih bersih. Wanita itu menepuk dahinya setelah sadar jika sedari tadi ia tertidur di atas ranjang hanya menggunakan bathrobe saja. Cukup lama wanita itu tertidur.
Rambutnya yang terurai basah kini telah kering begitu saja tanpa pengering, bisa di pastikan ranjang yang sedang ia tiduri itu sedikit lembab di bagian kepala.
Yonna beranjak dari ranjangnya, ia berjalan menuju pintu kaca yang menghubungkan kamarnya dengan balkon. Mata dengan bulu lentik itu menatap langit yang kini mulai menggelap dengan warna matahari yang kuning kemerahan di ufuk barat.
Yonna menyenderkan dadanya pada pembatas balkon, burung-burung pantai mulai beterbangan kembali ke sarang. Sejauh mata memandang hanya ada pasir putih serta ombak yang menggulung di seberang sana.
Resort yang ia tempati memang sangat dekat dengan pantai sehingga dari balkon kamar yang berada di lantai delapan, ia bisa melihat banyak aktifitas yang orang-orang lakukan di pinggir pantai.
Yonna tak sengaja menoleh, matanya melebar sempurna saat menyadari seorang lelaki yang sedang berdiri santai melipat kedua lengannya di dada bidangnya.
Punggung lelaki itu bersander pada sudut pagar dengan posisi menghadap padanya, sembari memandangnya dengan begitu intens hingga tak berkedip.
“Sejak kapan ia ada di sana? Siapa yang sedang ia lihat?” gumam wanita itu begitu pelan.
Yonna mengalihkan pandangannya ke sisi yang berlawanan, mencari objek lain yang mungkin saja lelaki itu pandangi. Namun tak ada yang lain selain dirinya yang berdiri di tempat itu.
“Sejak kapan anda berada di sana, Pak? Dan siapa yang Anda lihat?” tanya Yonna canggung. Ia merapatkan bathrobe yang ia kenakan agar belahan dadanya tidak terlihat.
“Cukup lama untuk melihat indahnya wajah bidadari di terpa kemilau senja,” jawab lelaki yang tak lain adalah Bara.
Yonna sampai melongo tak percaya, sejak kapan pria di hadapannya itu bisa berkata manis? Lelaki yang ia tahu begitu dingin dan irit bicara. Tetapi kali ini mengeluarkan kalimat yang menggelitik perutnya.
Bara baru saja tiba, ia melepaskan rasa penat dan lelah yang ia rasakan dengan melihat debur ombak dan orang-orang yang bermain voli pantai. Akan tetapi siapa yang mengira, Bara justru mendapatkan pemandangan yang justru lebih memikat hatinya. Wajah bangun tidur Yonna dengan rambut panjang terurai dan sedikit berantakan tampak begitu cantik di matanya.
Ia terus memandangi wajah wanita yang tampak asik memandangi debur ombak di bawah langit senja. Sejak mengetahui fakta bahwa wanita yang kini berdiri di hadapannya adalah wanita yang telah membawa pergi sebagian hatinya lima tahun yang lalu.
Pria itu sudah menyiapkan berbagai cara untuk menjerat Yonna agar jatuh dalam pelukannya. Belum lagi waktu lima bulan yang diberikan jelita padanya sudah tersisa tiga bulan.
“Kali ini aku tak akan membiarkan kamu pergi lagi. Kamu milikku, Dionne Alice Kiyonna!” gumam Bara begitu pelan hingga yang terlihat hanya gerakan bibir serta seringai di sudut bibirnya saja.
Ia menatap Yonna tajam hingga wanita itu merasa risih dan mengusap tengkuknya yang terasa meremang seperti di pandangi mahkluk halus saja.