Istri 108kg Tuan Bara
"Kak Gavin!" Alice menatap tajam sepasang anak manusia yang gelagapan, panik ketahuan sedang bercumbu dengan mesra.
Spontan Alice menjatuhkan kantong yang berisi makanan yang ia bawa, khusus untuk makan malam Gavin, suaminya.
Kedua tangan Alice tergenggam di kedua sisi, geram. Seorang wanita duduk di atas pangkuan suaminya dan saling berhadapan berpangutan mesra. Bahkan bagian atas wanita itu tampak berantakan. Ia bukan anak kecil yang tak mengerti apa baru saja mereka lakukan.
Kesabaran Alice kembali diuji, selama setahun pernikahan mereka. Gavin tak pernah menyentuhnya, lelaki itu kerap pulang malam dengan alasan sibuk pekerjaan hingga tak jarang sering lembur. Di rumah pun sikapnya dingin dan cuek, tak selayaknya pengantin baru yang seharusnya selalu bersikap mesra.
Hari ini Alice datang ke kantor atas saran Mama mertuanya. Jelita menyarankan Alice untuk masak dan mengantarkan makan malam untuk suaminya. Dengan harapan hubungan mereka yang merenggang bisa sedikit mendekat. Tapi apa yang Alice dapatkan? Sebuah pertunjukan yang begitu mengoyak perasaan.
"Alice, kenapa kamu bisa ada di sini?" Gavin bertanya dengan santai. Seakan tak berdosa. Binar matanya tak memancarkan rasa bersalah sedikit pun
Tangan Gavin bergerak cepat mengancing celana dan bajunya. Mata Alice memicing melihat tanda-tanda merah yang tercetak di leher wanita itu. Hatinya semakin perih. Untuk sesaat Alice lupa bagaimana caranya bernafas.
Alice terpaku di tempat, ia tak ingin melangkah maju, ia tak ingin melihat lebih dekat noda-noda percintaan mereka yang mungkin saja berserakan di lantai yang tertutup dari balik meja itu.
"Jadi ini lembur yang selama ini kamu katakan, Kak? Lembur yang membawa kenikmatan dengan wanita itu?" cibir Alice.
Alice layangkan tatapan tajam pada ke dua bola mata wanita yang berdiri tepat di samping suaminya. Gisella menjatuhkan pandangan matanya ke arah sepatu Gavin seraya tersenyum bangga.
Alice memindai wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepala, wanita itu memang berbeda dengannya.
Tubuh ramping dan putih, mengenakan pakaian yang begitu ketat hingga mengekspos bagian-bagian yang memancing hasrat para lelaki manapun yang memandangnya. Belum lagi dua bukit kembar yang mencuat begitu menantang. Terlihat ingin tumpah dari tempatnya yang tampak tak sesuai ukuran.
"Ini ja-lang dari mana yang kamu pungut, Kak?" tanya Alice menahan rasa sesak di dada.
"Jaga ucapanmu Alice, dia punya nama. Nama nya Gisella, dia sekretarisku," sentak Gavin tak terima dengan ucapan Alice.
"Oh ... aku baru tau jika kamu memiliki sekretaris yang merangkap sebagai ja-lang pemuas hasrat. Berapa kamu gaji dia sebulan, kak? Kamu gaji dia hanya untuk melayani kamu sendiri atau juga sebagai bonus boneka pemuas bagi teman-teman kantormu yang lain?" Alice tersenyum sinis. Kata-kata yang keluar dari mulutnya begitu tajam.
Gisella menegakkan kepalanya, dia membalas tatapan mata Alice sebagai bentuk tak terima dengan penghinaan yang dia berikan.
Gavin langsung berdiri dan mendekati istrinya. Kini mereka saling berhadapan. Mata mereka berdua saling melemparkan tatapan tajam yang begitu menusuk.
"Jaga ucapanmu, Alice! Kamu tak punya hak untuk berbicara dan menghina Gisella seperti itu. Dia jauh lebih baik darimu, setidaknya ia bisa memberikan kepuasan padaku yang tak bisa kau berikan untuk suamimu sendiri," teriak Gavin membela gundiknya.
"Kamu menyalahkanku, Kak. Bukan aku yang tidak melakukan tanggung jawabku sebagai seorang istri. Tapi kamu sendiri yang menghindariku dan menolak untuk menyentuhku!" balas Alice dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Dia ingat setiap mereka berada dalam satu kamar, Gavin akan membuang muka saat tak sengaja melihat dirinya mengenakan handuk. Atau akan marah jika dia ingin tidur di ranjang yang sama dengannya. Alice selalu tidur di sofa jika mereka berdua berada di kamar yang sama atau Gavin akan tidur di kamar sebelah.
"Ckkk." Gavin berdecak seraya terkekeh mengejek. "Apa kamu tak berkaca, Alice? Lihat tubuhmu itu, sudah seperti babi putih. Bulat tak ada lekukan. Ukuranmu yang besar itu sudah membuatku jijik. Jangankan untuk menyentuhmu, senjataku saja tak mau berdiri saat melihatmu mengenakan pakaian minim di kamar. Apa pun yang kamu kenakan untuk merayuku, tak mampu membuatku berhasrat padamu. Apa kau mengerti!" jelas Gavin dengan begitu lantang.
Ucapannya seperti ribuan jarum yang menusuk gendang telinganya. Begitu kasar dan tajam membuat harga diri Alice sebagai seorang wanita dan istri terkapar.
"Kamu lihat, Gisella! Ini baru wanita, sedangkan kamu ...," Gavin menunjuk ke arah wanita ramping itu dan kembali mengayunkan tangannya menunjuk tampilan Alice dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Aku bingung harus mendeskripsikan kamu ini wanita atau tong bekas minyak. Badan bulat, wajah dekil dan berminyak. Tak ada menariknya sebagai seorang wanita. Aku menyesal menikahimu sebagai istri. Andai kakek tidak memaksaku, aku tak akan pernah menikahi wanita buruk sepertimu!"
Bibir Alice terkatup tak mampu lagi berkata, hatinya bergemuruh dengan amarah yang membuncah. Bulir kristal itu mengalir mulus di pipi. Dia benar-benar merasa terhina dengan ucapan suaminya.
Sudut matanya menatap senyum simpul dari selingkuhan suaminya itu. Langkah kaki jenjang dan anggun itu terayun mendekati Gavin. Dengan lancangnya wanita centil itu merangkul pinggul Gavin saat istri sahnya masih berada di hadapannya.
"Sayang, aku lapar. Kita makan di restoran kesukaan aku, ya!" pintanya dengan manja.
"Dasar wanita tidak tahu malu, berani sekali kamu menggoda suamiku di depan mataku sendiri!" sungut Alice. Ia tak mampu untuk bersabar lagi.
Di tariknya rambut Gisella dengan keras agar menjauh dari Gavin. Gisella salah memilih lawan, Alice bukan wanita yang akan diam saja saat miliknya akan di rebut.
Jambakan tangan Alice yang begitu kuat membuat Gisella berteriak histeris dan meringis. Kulit kepala wanita itu terasa mau lepas dari kepala.
"Lepaskan Alice! Apa kamu gila, lepaskan!" Gavin mencoba untuk melerai. Ia menatap tajam istri sahnya itu. Mencengkram erat pergelangan tangan Alice hingga membuat wanita gembul itu melepaskan jambakan tangannya.
"Mas kepalaku sakit sekali ini! Istrimu ini benar-benar gila!" adu Gisella. Wanita itu pun menangis dan merintih merasakan kepalanya yang berdenyut nyeri. Gavin tak tega.
Gavin melayangkan tangannya yang lebar untuk menampar istrinya. Cap lima jari tampak jelas memenuhi hampir seluruh pipi kiri istrinya.
Alice tertegun, tangannya meraba pipi putih yang kini memerah dan terasa panas. Bahkan rasa panasnya pun menjalar hingga ke dasar hati. Bulir-bulir kristal bening itu turun dengan deras tanpa suara.
"Apa kamu pikir kantor ini hutan. Hingga kamu bebas bersikap bar-bar seperti ini?" hardik Gavin kembali.
"Mas," Dengan manja Gisella menghambur ke pelukan suaminya. Tangan lelaki itu terulur merapikan rambut selingkuhannya yang berantakan, mengabaikan perasaan istri sendiri.
"Ka-kamu lebih membela dia dari pada aku, Kak. Aku istrimu sedangkan dia ...,"
"Cukup Alice! Aku tak mau mendengar omong kosongmu lagi. Kamu tak perlu memasang wajah seakan tersakiti di sini. Karena dari awal aku tak pernah mencintaimu. Aku mencintai Gisella dan aku berniat untuk menikahinya!"
Mata Alice melebar sempurna. "Kamu pikir aku akan setuju! Tidak, aku tak mau di madu. Apalagi dengan wanita itu. Aku tak mau, Kak!" tolak Alice cepat.
"Aku tak butuh persetujuanmu. Karena aku laki-laki, aku bisa menikah dengan wanita manapun yang aku mau. Jika kamu tak terima, aku bisa menalakmu! Kau tinggal pilih, setuju atau kita berpisah?!" jelas Gavin membuat tubuh Alis lemas.
Kakinya terasa seakan tak bertenaga, jiwanya melayang terhempas dengan kenyataan pahit yang kembali menyesakkan dada. Alice terduduk di lantai seketika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Intan IbunyaAzam
mamper Thor, awal mula cerita sudah buat emosi dn skit hti, keknya endiny bkal lbih seru nie
2023-10-23
1
Muh. Yahya Adiputra
baru baca part pertama saja sudah buat orang jadi emosi karena kelakuan gavin dan selingkuhan nya😬😬😬
2023-10-13
0
💦 maknyak thegech 💦✔️
penasaran sama ceritanya
2023-10-12
0