Anisa seperti terkena tembakan pistol yang telak mengenai hati nya. Entah kenapa rasa nya sesak mendengar ungkapan Bara yang mencintai wanita lain hingga saat ini.
"Kamu tidak keberatan bukan? kita menikah tanpa cinta dan saya yakin belum ada cinta di hati mu, karena kita baru pertama bertemu. Saya harap ini bukan hanya untuk sekarang, tapi untuk ke depan nya jangan pernah membiarkan hati mu mencintai saya, karena sampai kapan pun saya tidak akan bisa membalas perasaan mu. kita bisa menjadi teman, tapi tidak lebih, meski ada ikatan suci di antara kita," lanjut Bara menatap anisa yang masih terdiam.
"Ya Allah, jika ini jalan takdir yang Engkau garis kan untuk ku lewati, bismilah aku akan jalani," batin Anisa berdoa menyerahkan semua pada sang kuasa.
"Iya Mas, aku tidak keberatan, kita bisa menjadi teman seperti yang Mas katakan, tapi jika suatu saat Mas ingin bersama dengan cinta pertama Mas, katakan saja padaku, aku akan mundur karena aku tidak ingin menjadi penghalang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aulia rysa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Berwajah Dua
H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
🌹✨💞✨🌹
Anisa melihat Bara enggan bergerak dari tempat, kembali bersuara membujuk sang suami agar tidak seperti ini.
"Sayang, jangan seperti ini. Bukan nya kamu ingin selidiki apa sebenarnya yang terjadi? dan sekarang inilah saat nya. Kita bisa sama-sama menyelidiki itu," ujar Anisa.
"Maksud kamu gimana sayang? saat nya menyelidiki? aku benar-benar tidak paham maksud kamu sayang, coba jelaskan secara terperinci, biar aku konek dan paham gitu," ucap Bara, perkataan Anisa tidak dia pahami sama sekali.
Bara meminta Anisa menjelaskan lebih detail maksud perkataan nya itu. Entah kenapa berada di dekat Anisa sekarang otak nya kadang menjadi mba lola.
"Oke, akan ku jelas kan. Jadi maksud ku itu sekarang kita harus bersikap biasa saja di depan Rini, seolah kita sedang tidak baik-baik seperti apa yang di pikirkan, hingga tiba waktu nya bukti sudah terkumpul baru kita buka dan akhiri semua sandiwara ini," jelas Anisa panjang lebar pada Bara.
"Kamu benar juga, mungkin dengan cara seperti ini kita akan lebih muda mencari kebenaran nya," sahut Anisa setuju dengan rencana Anisa.
Ide Anisa sama sekali tak pernah terpikirkan oleh Bara. Bara merasa beruntung di berikan istri yang cantik dan pintar seperti Anisa.
Istri sholeha dan tak pernah membantah perkataan nya.
Dan Rini yang sejak tadi berada di luar, mengetuk pintu belum mendapat jawaban dari dalam menjadi kesal.
Rini yakin semua ini pasti karena Anisa, sih perempuan munafik bermuka dua itu.
Sebelum kemari, Rini mendengar gosip dari beberapa karyawan yang berbicara jika Bara membawa istri nya ke kantor. Dan siapa lagi jika itu bukan Anisa.
Darah Rini rasa nya mendidih, Rini ingin sekali menelan Anisa hidup-hidup.
Mengingat wajah nya saja, sudah sangat membuat Rini kesal.
"Awas saja kau wanita munafik, jika semua ini benar ulah mu, kau akan ku pastikan menerima balasan dari semua yang kau perbuat sekarang," ucap Rini berapi-api, mengepal kuat kedua tangan nya.
Ceklek.
"Rini, kamu di sini?" kaget Bara melihat Rini di depan pintu.
"Iya, apa kakak tidak mendengar suara ku? aku sejak tadi sudah mengetuk, tapi kakak tidak menyahut nya, apa yang kakak lakukan di dalam?" kepo Rini, melihat ke dalam mencari sesuatu.
"Masuk lah kita bicara di dalam saja," ajak Bara dan menutup pintu setelah Rini masuk.
Anisa duduk santai di sofa, mata mengarah pada satu titik, yaitu gambar desain yang di lakukan sekarang.
Keberadaan Rini tak membawa pengaruh untuk Anisa. Bahkan Rini melihat Anisa bersikap biasa pada Bara merasa ada sesuatu yang aneh dan tidak beres.
Sikap kedua benar-benar mencurigakan, Rini masih mengingat jelas perkataan karyawan kantor tadi, jika mereka mengatakan karena mereka melihat jelas dengan mata kepala mereka sendiri, Bara dan Anisa begitu mesra dan bahkan Bara membentak karyawan yang menatap tajam pada Anisa.
"Aneh, apa ini hanya perasaan ku saja? apa mereka tidak ada hubungan apapun?" tapi bagaimana kalau aku yang salah?" batin Rini bertanya, melihat sikap kedua orang tersebut membuat nya menjadi bertanya-tanya pada diri sendiri.
"Buang jauh-jauh pikiran mu itu Rini, berpikir lah positif," sambung Rini menyakinkan diri nya dengan kata-kata semangat yang di ucap kan dalam hati nya.
"Duduk lah, kenapa masih berdiri. Nisa beri tempat untuk Rini duduk, kamu bergeser lah sedikit," ucap Bara.
"Iya, silakan duduk Rini," ajak Anisa. Memandang mempersilakan Rini untuk duduk di samping nya.
Namun bukan duduk di samping Anisa, Rini malah duduk di samping Bara.
Rini tak peduli meski Anisa adalah istri Bara, bodoh amat, itu lah yang di pikirkan nya.
"Kak, besok kita ada pertemuan di luar kota, aku sudah mempersiapkan semua, tinggal berangkat saja. Apa kakak ingin ku jemput besok pagi, agar kita langsung berangkat," ujar Rini, bergelayut manja di lengan tangan kanan Bara.
Anisa melihat sikap Rini itu, menggeleng kepala. Anisa bingung bagaimana bisa ada perempuan seperti Rini yang tak memiliki urat malu.
"Dia sangat pandai, seperti nya aku harus lebih banyak lagi. Jika tidak, aku yang akan kalah," batin Anisa. Menatap Rini sekilas.
"Sayang, kenapa harus seperti ini? lakukan sesuatu, aku tidak nyaman. Kamu benar-benar membuat ku tersiksa. Oh Tuhan kenapa dulu aku begitu bodoh, tidak merasa sesak saat seperti ini, dan kenapa baru sekarang merasakan nya," batin Bara menangis, sedih dengan keadaan nya.
"Kak Bara kenapa diam? bagaimana apa kakak setuju? aku benar-benar tak keberatan menjemput kakak," ucap Rini, menyadarkan Bara diam seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Rini lepaskan jangan seperti ini, kamu harus ingat aku sudah menikah dan istri ku ada di sini, di samping kamu, jadi kamu harus bisa jaga sikap," tegur Bara, melepaskan rangkulan manja Rini di lengan tangan nya.
"Kak, kenapa kau menjadi seperti ini, biasa nya juga gak masalah kalau aku melakukan ini, lalu kenapa sekarang menjadi tidak bisa? apa semua karena kakak ipar?" Rini menoleh menatap penuh kebencian pada Anisa.
"Aku bukan lah wanita bermuka dua yang baik di depan, buruk di belakang dengan beribuh rencana jahat. Aku orang nya depan-depan, A akan langsung berkata A, bukan malah berkata B," ucap Anisa.
Dan seketika perkataan Anisa itu membungkam mulut besar Rini. Rini yang tadi banyak bicara dan tingkah, diam beribuh bahasa.
"Sial, apa maksud nya berkata seperti itu? apa dia berencana mengatakan pada Bara semua yang ku katakan itu? oh no semua tidak boleh sampai terjadi, aku harus melakukan sesuatu," monolog Rini, diam memikirkan cara. Apapun akan dia perbuat asal itu dapat membuat Anisa diam.
"Istri ku benar-benar berani, aku tidak menyangka diam dan penurut nya Nisa, dapat juga membuat lawan bungkam dengan sekali berkata," puji Bara dalam hati, tersenyum memandang wajah Anisa yang serius, pandangan Anisa tertuju pada lawan bicara.
"Ya kau benar kakak ipar. Aku pun sama dengan mu, bukan wanita bermuka dua seperti yang kau katakan itu. Tapi sekarang yang menjadi pertanyaan ku itu siapa kriteria yang kakak ipar maksud? apa itu kakak ipar sendiri?" tuduh Rini tanpa bersalah menunjuk Anisa.
"Kadang seseorang yang menunjuk pada orang lain melakukan kesalahan, tanpa kita sadari orang yang menunjuk lah yang bersalah, karena apa? karena orang yang bersalah selalu melempar kesalahan pada orang lain tanpa berani mengakui kesalahan nya itu," ujar Anisa.
"Jangan salah paham dulu, aku tadi hanya mengatakan pengalaman hidup ku selama ini, jika perkataan ku tadi menyinggung mu, mohon maaf, lupakan saja jangan di ingat lagi," lanjut Anisa, melihat wajah Rini yang nampak menahan kesal pada nya.
...Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ......
...✨____________ 🌼🌼_______________✨...