Aina Cecilia
Seorang gadis yatim piatu yang terpaksa menjual keperawanannya untuk membiayai pengobatan sang nenek yang tengah terbaring di rumah sakit. Tidak ada pilihan lain, hanya itu satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh saat ini. Gajinya sebagai penyanyi kafe tidak akan cukup meskipun mengumpulkannya selama bertahun-tahun.
Arhan Airlangga
Duda keren yang ditinggal istrinya karena sebuah penghianatan. Hal itu membuatnya kecanduan bermain perempuan untuk membalaskan sakit hatinya.
Apakah yang terjadi setelahnya.
Jangan lupa mampir ya.
Mohon dukungannya untuk novel receh ini.
Harap maklum jika ada yang salah karena ini novel pertama bagi author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GBTD BAB 31.
Hari yang ditunggu sudah tiba, rumah kediaman Airlangga sudah dihias secantik mungkin.
Leona membawa Aina ke kamar sebelah, saat ini kamarnya sedang dihias untuk malam pengantin nanti.
Akad akan dilangsungkan pada malam hari, dilanjutkan dengan resepsi hingga pesta berakhir. Semua orang tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Pukul 2 siang, Hendru menjemput Nayla sesuai permintaan Leona. Gadis itu dan Leona lah yang akan mendampingi Aina nanti malam.
Di kamar, Aina sedang duduk menyusui buah hatinya. Sinar kebahagiaan terpancar jelas dari raut wajahnya.
Dia memutuskan mengubur masa lalunya sangat dalam, membuka lembaran baru bersama pria yang akan menjadi suaminya. Meniti hidup yang lebih indah dan menjadikan keluarga kecilnya sebagai surga tempatnya meraih kebahagiaan.
Di bawah sana, Arhan sudah tak sabar ingin melihat calon pengantinnya. Tiga hari tak bertemu, membuatnya sangat rindu akan sosok wanita yang sangat dicintainya.
Aina menjadi bagian terpenting di hidupnya, tempatnya sangat istimewa di hatinya. Berharap pernikahan ini menjadi ladang kebahagiaan untuknya dan mampu mengisi kekosongan hatinya selama ini.
...****************...
Di tempat lain, Hendru sudah tiba di lokasi yang dia cari. Karena jalanan sangat sempit, dia terpaksa memarkirkan mobilnya di luar gang dan melanjutkan pencariannya sembari berjalan kaki.
Tidak jauh, hanya sekitar 4 rumah dari mobilnya diparkirkan. Dia menemukan kontrakan itu dan mengetuk pintu dengan pelan.
Tidak lama, seorang gadis cantik membukakan pintu untuknya. Dia lah Nayla, sahabat baik Aina yang sudah dianggapnya seperti saudara sendiri.
"Siang Nona," sapa Hendru dengan gagahnya. Tatapan keduanya saling bertemu untuk sesaat.
"Siang," jawab Nayla bengong. Pria itu sangat tampan hingga membuatnya terpana.
"Maaf Nona, apa anda yang bernama Nayla?" tanya Hendru dengan suaranya yang besar.
"Iya benar, saya Nayla. Ada apa Bapak mencari saya?" jawab Nayla bingung.
Hendru menatap Nayla dengan sorot mata yang tajam. Entah apa yang dia pikirkan, namun sepertinya dia sangat kesal mendengar ucapan Nayla barusan.
"Pak, Pak, sejak kapan saya menikah dengan Ibu anda. Anda pikir saya sudah tua, menikah saja belum." batin Hendru menggerutu.
"Perkenalkan, saya Hendru. Asisten pribadi Tuan Arhan yang tak lain calon suami Nona Aina. Saya ke sini sesuai perintah, Nyonya besar meminta saya menjemput anda." ucap Hendru dengan ciri khasnya yang dingin.
"Oh, jadi Bapak yang dibicarakan Aina tadi. Silahkan masuk dulu Pak, saya bersiap-siap sebentar!"
Nayla membuka pintunya lebar, mempersilahkan Hendru masuk dan menyuruhnya duduk di sebuah kursi rotan yang sudah tua.
"Maaf jika kondisi kontrakan saya membuat Bapak tidak nyaman. Apa Bapak mau minum?" tawar Nayla sopan.
"Boleh, kalau ada." jawab Hendru dingin, cuaca yang panas membuat kerongkongannya terasa kering.
Nayla membungkukkan tubuhnya, kemudian berjalan menuju dapur.
Hendru terpukau melihat kesopanan Nayla. Tidak hanya cantik, attitude gadis itu sangat baik. Meskipun sebenarnya dia kesal dipanggil bapak, tapi itu semua tak bisa menghalangi ketertarikannya terhadap Nayla.
Nayla keluar membawa sebuah nampan kecil, ada secangkir teh manis dan segelas air putih di atas sana.
"Maaf ya Pak, cuma ada ini." ucap Nayla sembari menekuk lututnya di lantai, kemudian menaruh gelas dan cangkir itu di atas meja.
"Terima kasih," balas Hendru.
Setelah mengobrol sebentar, Nayla masuk ke kamarnya mempersiapkan diri. Baju yang akan dikenakannya nanti malam sudah disiapkan oleh Leona. Dia hanya perlu membawa baju harian dan beberapa peralatan make up yang diperlukan.
Tidak lama, Nayla keluar menenteng sebuah tas berukuran kecil. Dia duduk di hadapan Hendru, menunggu pria itu menghabiskan tehnya yang masih tersisa setengah cangkir.
"Apa kita bisa pergi sekarang?" tanya Hendru dengan tatapan tak biasa.
"Kenapa buru-buru Pak? Habiskan dulu tehnya, tidak baik loh membuang makanan dan minuman begitu saja." ucap Nayla, hal itu membuat Hendru tergugu tanpa kata.
Hendru meraih cangkir itu dan meneguknya sampai habis. Tak berhenti di situ, dia kemudian mengambil gelas yang berisikan air putih itu dan menonohnya hingga tak bersisa.
Nayla tersenyum melihat itu, dia bergegas membereskan meja dan membawa nampannya kembali ke dapur. Lalu mencucinya hingga bersih.
Hendru mengusap wajahnya kasar, perutnya terasa begah kebanyakan minum. Namun semua itu membuatnya tersenyum, dia gemas melihat sikap Nayla yang begitu polos.
"Gadis aneh! Hufft,"
Hendru menghela nafas berat, lalu membuangnya kasar. Garis wajahnya sedikit naik memikirkan gadis itu.
Setelah Nayla keluar dari dapur, Hendru bangkit dari duduknya. Dia membantu menenteng tas Nayla dan membawanya keluar, gadis itu menyusul lalu mengunci pintu kontrakannya.
Sepanjang perjalanan, Nayla tak banyak bersuara. Pikirannya tertuju pada Aina yang kini tengah berbahagia menanti hari bersejarah di dalam hidupnya.
Hendru sesekali melirik ke arah Nayla. Sesekali juga dia memegangi perutnya yang terasa mau meledak. Gadis itu membuatnya terpikat dalam waktu yang cukup singkat.
Sesampainya di depan kediaman Airlangga, Nayla berdecak kagum. Matanya membulat, mulutnya sedikit menganga. Dia tak bisa berkata-kata melihat istana megah yang berdiri tegak di depan matanya itu.
"Kenapa bengong? Ayo turun!" ajak Hendru.
"Tunggu sebentar Pak! Apa saya sedang bermimpi? Ini benar rumah calon suami Aina?" tanya Nayla seakan tak percaya.
"Ya ampun, dia memanggil Pak lagi." batin Hendru kesal.
Hendru turun lebih dulu dan membukakan pintu untuk Nayla. Meskipun kesal, apa lagi yang bisa dia lakukan selain memendamnya di dalam hati.
"Ayo turunlah! Nona Aina sudah menunggumu di atas."
Hendru membawa Nayla ke dalam rumah, kemudian memberikan tasnya kepada Inda.
"Antar Nona ini ke atas!" ucap Hendru dingin.
Inda menuntun langkah Nayla menemui Aina, gadis itu tak hentinya memandangi setiap sudut istana yang begitu megah layaknya negeri dongeng.
"Beruntung sekali kamu Aina," batin Nayla yang turut bahagia.
Sesampainya di kamar, Nayla berlari kecil menghampiri Aina yang tengah berbaring di atas kasur. Teriakannya membuat seisi kamar bergema.
"Aina,"
Pekikan Nayla membuat Aina terlonjak kaget. Menyadari sahabatnya sudah tiba, Aina bangkit dari tidurnya. Keduanya saling memeluk melepas rindu yang sudah hampir setahun tak bertemu.
Air mata keduanya tumpah begitu saja. Tidak ada yang menyangka akan bertemu kembali setelah sekian lama.
"Bagaimana kabarmu Nayla?" tanya Aina tanpa melepaskan pelukannya.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Kenapa meninggalkan aku begitu saja waktu itu?" lirih Nayla.
"Keadaan memaksaku. Aku pikir melarikan diri adalah solusi yang tepat, tapi aku salah. Untung saja Arhan tak menyerah mencari ku, ada Aksa diantara kami." jelas Aina.
Mendengar itu, Nayla melepaskan pelukannya. Dia sudah tak sabar melihat keponakannya itu.
"Mana dia? Mana malaikat kecil itu?"
Saat menangkap keberadaan box bayi di samping tempat tidur, Nayla berlari kecil menghampirinya. Kebetulan sekali Aksa baru terjaga dari lelapnya.
Nayla mengangkat tubuh mungil itu, lalu menggendongnya. Dia mencubit pipi gembul Aksa dan menciumnya berulang kali.
"Halo Aksa, ini Aunty Nayla Nak. Keponakan Aunty tampan banget sih, Aunty jadi gemas."
Aina terkekeh melihat tingkah Nayla, ketiganya berbaring di atas kasur. Aina dan Nayla asik merayu Aksa bergantian.
Di bawah sana, Hendru menyandarkan punggungnya pada tampuk sofa. Perutnya terasa mual, dia tak hentinya mengusap perutnya pelan.
"Kenapa kau?" tanya Arhan menautkan alisnya.
"Kenapa hari ini aku jadi sial begini ya?" gumam Hendru.
"Sial kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Arhan penasaran.
"Gadis itu sangat aneh. Tidak hanya memanggilku Bapak, dia juga menyuruhku menghabiskan teh buatannya. Belum lagi air putih, perutku terasa penuh." keluh Hendru, kemudian menghela nafas berat.
"Hahahaha, makanya menikah! Memang tampang mu seperti Bapak-Bapak kok, terima saja! Untuk minuman itu, anggap saja bonus."
Arhan terkekeh membenarkan tindakan Nayla. Usia Hendru tak jauh berbeda darinya, sudah sepantasnya Hendru mencari pendamping hidup yang akan menemaninya di dalam suka maupun duka.