Galang Aditya Pratama—seorang pengacara ternama yang dikhianati oleh sang istri hingga bertahun-tahun lamanya. Kemudian, Cinta Amara hadir di kehidupannya sebagai sekretaris baru. Amara memiliki seorang putri, tetapi ternyata putri Amara yang bernama Kasih tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang selama ini dicari Galang.
Lantas, siapakah sebenarnya Kasih bagi Galang?
Dan, apakah Amara akan mengetahui perasaan Galang yang sebenarnya?
###
"Beri saya kesempatan. Temani saya Amara. Jadilah obat untuk menyembuhkan luka di hati saya yang belum sepenuhnya kering. Kamulah alasan saya untuk berani mencintai seorang wanita lagi. Apakah itu belum cukup?" Galang~
"Bapak masih suami orang. Mana mungkin saya menjalin hubungan dengan milik wanita lain." Amara~
***
silakan follow me...
IG @aisyahdwinavyana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_Vya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31~
~PERHATIAN AMARA.
###
Amara cukup terkejut bahkan nyaris tak bisa berkata-kata. Dia tidak menyangka jika atasannya itu akan mengalami hal yang serupa dengan para kliennya selama ini.
Memang, takdir dan masa depan, kita tidak pernah tahu akan seperti apa. Perceraian Galang pasti akan menjadi berita utama di laman media seperti yang sudah-sudah. Akan menjadi berita hangat dan topik yang tak henti dikulik.
Dan, demi menjaga privasi, Amara memilih menelan bulat-bulat berbagai macam pertanyaan yang menumpuk di kepalanya. Rasanya amat sangat tidak pantas jika dia mencampuri urusan orang lain yang bukan ranahnya.
"Belok di situ, Pak." Amara menunjuk pada belokan yang ada di depan.
Galang memutar kemudi ke arah yang ditunjuk Amara.
"Di sini?"
"Iya."
Perempuan itu mengangguk lantas melepas sabuk pengamannya. "Warungnya lagi rame, Pak. Bapak enggak apa-apa kalo kita duduk lesehan di situ?" Amara bertanya sebab dia takut jika Galang merasa tidak nyaman dengan warung tenda pinggir jalan pilihannya.
Mobil mewah Galang berhenti tepat di depan warung tenda yang cukup ramai. Memindai sekilas suasana warung tersebut, lelaki itu sempat kebingungan.
"Kayaknya enggak apa-apa. Saya juga belum pernah nyobain makan di warung tenda seperti ini," jawab Galang pada akhirnya. Meski dia tidak yakin dengan rasa makanan yang dijual di sana. "Kasih suka makan nasi uduk?" tanyanya yang kemudian melepas sabuk pengaman.
"Suka. Di sini nasi uduknya enak plus murah." Amara menyahut senang, senyuman Kasih terlintas di pikirannya.
Melipat bibir seraya manggut-manggut. "Ya udah, ayo turun," ajak Galang bergegas membuka pintu mobil lalu turun, disusul dengan Amara.
Warung tenda itu berada tidak jauh dari kediaman Amara. Menu yang ditawarkan pun sangat murah dan merakyat. Nasi uduk dan berbagai macam jenis lauk penyetan favorit sejuta umat.
"Duduk di sini, Pak. Enggak apa-apa 'kan?" Amara menunjuk tempat yang hanya beralaskan tikar.
"Enggak apa-apa. Rame juga, ya?" Meski warungnya terlihat kecil tetapi sangat ramai pengunjung. Galang jadi semakin penasaran dengan rasa makanannya. "Saya jadi enggak sabar buat nyobain."
Keduanya lantas duduk berhadapan dengan satu meja makan panjang yang berada di tengah-tengah. Tak lama seorang laki-laki menghampiri mereka dan menawarkan menu.
"Biasa aja, Mas. Menu yang biasa aja. Saya sambelnya yang super. Kalo Bapak apa? Suka pedes apa enggak?" tanya Amara menawari Galang yang dia tidak tahu selera atasannya ini.
"Saya ikut kamu aja, Ra."
"Minumnya?"
"Apa aja."
"Es teh? Es jeruk?"
"Es jeruk, boleh."
Kemudian, pelayan tersebut mencatat pesanan Amara. "Kasih enggak ikut, Mbak?" tanyanya yang baru menyadari jika Kasih tak ikut bersama Amara.
"Enggak, Mas." Amara menjawabnya dengan raut muka sedih.
Pelayan itu mengangguk, tak berminat bertanya lagi. Lantas, dia pun segera pergi.
_
_
"Kalian sering ke sini?" tanya Galang yang hampir selesai menghabiskan makanannya. Lelaki itu nampaknya menikmati menu receh di hadapannya.
"Dulu sering. Waktu Kasih masih sehat." Amara menghela sejenak usai berkata demikian. "Semenjak sakit, kami udah enggak pernah ke sini. Ya ... bisa dibilang jaranglah." Amara menyeruput es teh manis pesanannya. Dia melirik Galang yang terlihat menahan pedas.
Dari gelagatnya, Galang seperti kepedasan. Mukanya yang putih mendadak berubah merah. Bulir-bulir keringat muncul di dahi dan pelipisnya. Amara jadi tidak tega melihatnya.
"Bapak kepedesan?" tanya Amara sambil memindai wajah Galang.
Meraih gelas yang berisi es jeruk pesanannya, dengan sekali tegukan Galang menuangkannya ke dalam mulutnya yang terasa panas dan terbakar. Barulah dia menjawab setelah meletakkan gelas yang hampir kosong itu.
"Lumayan. Sambelnya pedes banget, Ra. Level berapa?" Dagunya mengedik ke depan cobek yang masih tersisa sambal.
Amara meringis sembari menggaruk kepalanya yang mendadak gatal.
"Level 10, Pak."
"Apa?" Bola mata Galang hampir keluar dari cangkangnya. Dia lantas menelan ludah, tiba-tiba saja perutnya terasa mulas. Padahal sewaktu pertama kali makan sambal itu rasanya tidak terlalu pedas. Namun, lama-kelamaan mulut dan tenggorokannya terasa panas.
Amara merasa bersalah karena membiarkan Galang makan sambal yang levelnya setara dengannya.
"Maaf, ya, Pak. Seharusnya tadi saya pesenin Bapak sambel yang level dua aja. Biar saya pesenin air hangat buat Bapak. Bentar, ya." Perempuan itu gegas berdiri dan menghampiri penjualnya.
Tak berselang lama, Amara kembali dengan membawa segelas air hangat.
"Ini, Pak." Menyodorkan gelas tersebut kepada Galang. "Bapak minum ini. Biar mulutnya enggak kerasa panas lagi. Jangan minum es." Amara lantas menyingkirkan gelas es jeruk yang masih tersisa.
Dengan tergesa, Galang mengambil gelas tersebut.
"Makasih, Ra." Tanpa menunggu lama lagi dia langsung meneguknya sampai tak bersisa. "Heuh ...." Meletakkan gelas kosong ke meja sambil menghela lega. Mulut dan perutnya yang tadi terasa panas berangsur menghangat dan mereda.
Hal sekecil dan seremeh ini pun Amara bisa tahu dan mengatasinya dengan baik. Seketika Galang semakin terkesan dengan perempuan bertubuh mungil ini.
Cantik, lembut, baik, penyayang, pengertian dan perhatian. Pantas saja Kasih sangat menyayanginya.
"Kita pulang, Pak. Kayaknya mau hujan." Suara Amara membuyarkan lamunan Galang yang sedang asyik berkelana memikirkan gadis manis ini.
Menoleh gugup lantas menyahut, "Ayo. Kita pulang." Galang berdiri seraya merapikan pakaiannya.
Mereka berdua pergi meninggalkan warung itu setelah membayar tagihan makanan. Kemudian, bergegas menuju pulang lantaran hendak turun hujan. Suara-suara gemuruh awan yang telah menggelap mulai terdengar bersahutan. Galang melesat dengan kecepatan sedang.
Selang empat puluh menit mereka akhirnya tiba di rumah tepat hujan turun dengan derasnya.
"Untung kita sudah sampai rumah." Galang masuk ke dalam bersisian dengan Amara.
"Iya. Hujannya juga deres banget."
Bi Ratna menyambut kedatangan keduanya dengan membawakan minum setelah majikannya duduk di ruang keluarga. Meletakkan cangkir teh hangat ke meja, beliau lantas menawarkan makan malam.
"Den, mau makan sekarang apa nanti?" Bi Ratna menatap bergantian Galang dan Amara yang duduk berseberangan.
Galang melepas jas dan menggulung lengan kemejanya sampai batas siku seraya menyahut, "Kami udah makan, Bi."
"Owalah, udah makan rupanya. Ya udah, bibi mau ke belakang lagi. Mari, Mbak ...."
Amara mengangguk sopan, menatap punggung bi Ratna yang perlahan menjauh. Kemudian, mengalihkan pandangannya pada Galang yang tengah menyeruput teh hangat.
"Saya permisi ke kamar dulu, Pak." Dia pun berdiri, lalu pergi setelah Galang mempersilakannya.
Sesaat kepergian Amara ke kamarnya, Galang mengambil ponsel dari saku kemejanya. Menggulir layar benda persegi tersebut, mencari kontak Kevin di sana. Dia berniat menghubungi asistennya sebab ada yang ingin dia tanyakan.
"Halo?" sapa Galang saat benda canggih itu menempel di telinga.
"Halo, Pak."
"Semuanya sudah beres 'kan?" Galang bertanya dengan suaranya yang sangat khas. Dia menatap lurus pintu kamar Amara yang tertutup rapat.
Dari seberang sana Kevin menyahut, "Sudah, Pak. Anda tenang saja. Besok Nyonya Vanila pasti mau menandatangi surat itu."
Galang mengangguk meski Kevin tak bisa melihatnya.
"Bagus. Pastikan dia mau tanda tangan. Supaya saya bisa segera memprosesnya di pengadilan."
"Baik, Pak."
"Saya tutup dulu. Selamat malam selamat beristirahat." Galang langsung memutus sambungan telepon tersebut. Dia memasukkan kembali ponselnya ke saku kemeja sembari tersenyum penuh arti.
###
Hola gaisss.... Alhamdulillah, novel ini udah lulus kontrak 🤭 Berkat kalian pastinya ^^
Jangan bosen² baca cerita recehku ini, ya...🤣
Sekali lagi terima kasih untuk dukungannya🙏❤️
Salam Miss Haluuu🌹🌹
Atau penulis nya udah keabisan ide utk kelanjutannya?
sayang klo ga sampe abis n ending yg entah itu happy or sed ending.
setidaknya di selesaikan dulu sampe finish. jangan ngegantung.