Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.
Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31
Seperti maunya Frans akat digelar di pulau D. Segala persiapan pernikahan dan resepsi setelah akat sudah diataur oleh Frans. Sedang Evan datang hanya membawa badan saja. Tanpa pengawal atau kenalan.
Bahkan Frans sengaja mengundang beberapa media oneline dari kota A untuk meliput acara pernikahan putranya.
Sebelum pergi kepulau D. Evan datang menemui putranya. Selain berpamitan dia juga menjelaskan segala rencana untuk membebaskan Jelita pada mertuanya. Sasongko meyerahkan seluruh urusan Jelita sesuai rencana Evan.
Frans terpaksa mengantar Evan menginap di hotel. Sebab Evan tak mau menginjakkan kaki ke mansion Frans barang sejenak. Dan Frans memilih mengikuti keinginan Evan yang dianggapnya masih masuk akal. Frans tau betul alasan Evan tak ingin datang ke mansion. Mansion itu membuatnya teringat almarhumah ibunya. Dia memang tak memiliki kenangan dengan ibunya, tapi entah mengapa mansion itu mampu membuatnya terkenang pada ibunya.
Klarisa menatap seserahan yang diantar Frans dengan mata berbinar. Dari perhiasan mahal sampai barang branded ada disini. Tidak sia-sia kakek mereka menjodohkannya pada Jason. Gelar nyonya Jason sebentar lagi akan melekat dibelakang namanya. Dan segala kemewahan milik keluarga Jason sudah memenuhi pelupuk matanya.
Di pulau D. Gaadis mana yang tidak ingin bermenantukan Frans malik. Selain kaya anak lelakinya terkenal tampan dan loyal.
Bisa menjadi salah satu menantu Frans malik adalah anugrah bagi kalista.
Malam ini pesta kecil diadakan di kediaman Kalista. Beberapa teman lajang dan para sepupu tanpak hadir di pesta tersebut. Minuman beralkohol rendah menjadi pelengkap pesta malam itu. Alunan musik slow terdengar dari dalam rumah mewah berlantai tiga itu. Beberapa pasang muda mudi tampak berdansa menikmati alunan musik yang mengalun merdu. Sementara di sekitar rumah beberapa lelaki berbadan tegap tampak berjaga.
Sedang Frans kini berada di ruang kendali di markasnya. Memantau pergerakan orang-orangnya Evan sekecil apapun.
"Bagaiman? Apa memang tidak ada pergerakan sama sekali." tanya Frans pada orang-orangnya.
"Tidak ada tuan. Sepertinya putramu benar-benar menuruti keinginammu."
"Semoga benar. Tapi ini terlalu janggal dan terlihat bukan gayanya. Tetaplah waspada Jason bukan lawan yang mudah untuk di kalahkan." titah Frans.
Sementara Evan yang berada dikamarnya sedang sibuk bermain ponsel sembari berbaring diatas tempat tidur. Walau sebenarnya yang dia lakukan bukan sekedar bermain hp. Dia sedang
berkomunikasi melalui pesan singkat dengan anak buahnya. Sebab hanya dengan cara itu dia bisa berkomunikasi memberi perintah pada mereka. Dia tau di seluruh ruang hotel ini sudah di pasangi CCtv dan alat penyadap. Tak terkecuali kamar mandi.
Tepat pukul tiga dini hari, Evan menerima pesan masuk di ponselnya. Setengah tertidur Evan membaca pesan singkat dari anak buahnya kemudian cepat menghapusnya. Lalu mengulang tidurnya dengan bibir tersenyum. Satu misi telah sukses dikerjakan oleh orangnya.
***
Pagi sekali terjadi kegaduhan di kediaman Klarisa. Bagaimana tidak gaduh, mereka tak menemukan Klarisa dimanapun pagi ini. Klarisa menghilang. Bukan hanya kluarganya yang dilanda panik. Frans juga sangat panik. Dia tak menduga Klarisa jadi target Evan. Ya dia yakin ini ulah Evan, siapa lagi yang mempunyai kepentingan itu selain Evan.
Belum lagi hilang dari rasa panik oleh hilangnya Klarisa. Frans kembali dikejutkan oleh hilangnya Jelita.
"Apa katamu, Jelita menghilang?!" bentak Frans penuh emosi.
"Benar tuan."
"Bagaimana bisa?!"
"Mereka membius orang kita yang menjaga nona Jelita tua."
Sial!!
Bagaimana bisa kehilangan dua orang penting dalam waktu bersamaan. Sehebat itukah Evan?
Frans menggebrak meja dengan sangat keras. Sementara anak buahnya tertunduk tak berdaya. Dalam waktu satu malam Evan melumpuhkan empat titik basis pertahanannya dalam sekali gerak. Beberapa dokumen pentingpun dijarah oleh Evan sebagai tanda perlawanannya pada Frans.
"Apa sebenarnya yang kalian lihat! Bisa-bisanya kalian bilang bahwa tidak ada pergerakan di kubu Jason. Nyatanya dia mengobrak abrik basis pertahanan kita, empat titik sekaligus!" bentak Frans. Netranya nyalang menatap seluruh anak buahnya.
"Maaf tuan. Tapi memang benar apa yang kami laporkan. Sampai kinipun orang tuan muda Jason masih belum melakukan pergerakan." jelas orangnya tegas.
Frans tampak berpikir keras. apa mungkin Evan memiliki pasukan cadangan?
"Lihat apakah Evan masih berada di tempatnya." titahnya lagi.
"Baik tuan."
Lima menit kemudian. "Celaka tuan! Tuan Jason sudah tidak berada di tempat."
"Sial! umpat Frans geram.
Selagi Frans menikmati rasa paniknya. Evan malah tertawa bahagia. Bagaimana tidak bahagia, dia sukses membebaskan Jelita dengan mulus.
Di ruang kamar yang cukup mewah, tubuh Jelita terbaring diatas tempat tidur. Pengaruh bius yang lumayan kuat membuatnya belum juga bangun sedari dini hari.
Sementara disampingnya Evan menjaganya penuh kasih sayang. Berpisah beberapa hari meninggalkan rindu yang mendalam dihatinya.
Setelah menunggu cukup lama barulang pengaruh bius berangsur hilang dari tubuh Jelita. Jelita membuka matanya perlahan, menatap sekitarnya dengan tatapan asing. Hatinya terlonjak kegirangan saat netranya besirobok dengan sosok Evan yang ada disampingnya.
"Sudah bangun sayang," sapa Evan dengan suara lembut. Bibir Jelita tampak bergerak tapi tak afa suara yang keluar.
"Kau masih dalam pengaruh bius sayang. Istirahatlah lagi, kau sudah aman sekarang." bisik Evan sembari mengecup lembut kening istrinya. Jelita menggelang pelan.
"Kenapa kau masih takut?" tanya Evan dengan kening berkerut. Jelita mengangguk lemah.
"Baiklah aku akan menemanimu istrahat." ujar Evan. Perlahan dia naik keatas tempat tidur. Merengkuh tubuh Jelita kedalam pelukan hangatnya. Sementara tangan kokohnya mengusap-usap punggung Jelita seakan memberi keluatan pada istrinya.
Benar saja tak berapa lama Jelita kembali terpejam. Bius yang ada ditubuhnya belum semua hilang, membuat rasa kantuk masih mengelayuti matanya.
Cukup lama Evan memeluk tubuh hangat Jelita. Setelah memastikan istrinya kembali nyenyak. Evan perlahan turun dari ranjang, beranjak keluar kamar.
"Jangan lengah menjaga nyonya." Ujar Evan saat bertemu dengan penjaga diluar kamar. Evan terus melangkah menuju lantai bawah. Tepatnya di sebuah kamar dimana Klarisa berada.
"Apa dia sudah bangun?" tanya Evan pada anak buahnya yang menjaga Klarisa.
"Belum tuan."
"Baiklah." Ujar Evan. Lalu melangkah pergi dari kamar Klarisa. Lalu melangkah ke ruang kerja, diamana anak buahnya sedang memantau pergerakan Frans melalui kamera tersembunyi yang berhasil dipasang di markas besar Frans.
Dilayar monitor terlihat, bagaimana gusarnya Frans pada orang-orang suruhannya.
"Kirimi dia potongan rekaman ini sebagai perongatan." titah Evan pada anak buahnya.
"Baik tuan."
Evan menyeringai penuh kemenangan. Dia yakin Frans tidak bodoh. Saat rekaman itu sampai ketangannya, harusnya dia tau seberapa besar kekuatan Evan saat ini. Bahkan markas besarnya saja bisa dia bobol dengan mudah.
"Frans kau ingin aku menguasai bisnis keluarga. Baiklah aku akan melakukannya. Tapi sayangnya aku mau dengan caraku bukan dengan caramu." gumam Evan sembari tersenyum tipis.
Evan tak ingin serakah, tapi mereka lancang mengusik kesenangannya. Maka jangan salahkan dia bila bertindak kasar.
.
To be continuous.