Anna bukan janda, aku tahu semuanya
tapi aku tak bisa mengatakan itu padanya
aku takut dia justru akan pergi dari ku setelah tahu semuanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shikacikiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04
Anna pergi ke kantor lebih awal, karena memang ada meeting pagi bersama seluruh direksi perusahaan BTV.
Sambil menyiapkan berkas, dia berpikir tentang hubungannya dengan Abel yang akhir-akhir ini tak ada penyelesaiannya.
'benar, akhir-akhir ini selalu bertengkar namun tak ada penyelesaian' tanya hati Anna kemudian menghela.
'tapi apa alasan dia marah pas gue bilang suka sama Pak Felix? wajar dong suka, kan Pak Felix ganteng, muda dan kaya, cewek mana yang ga akan kepincut sama cowok se cool dia? ' Anna bicara dalam hati tapi memeragakannya dengan raut wajah dan gerak tangan.
Dia kembali menata meja dengan berkas lainnya, kemudian tangannya berhenti bergerak dan menatap kursi yang biasa di duduki Abel.
'jangan katakan kalau kau menyukai ku Pak?' mata Anna menyipit seraya tangan menunjuk dengan berkas.
"Tidak... tidak... apa yang gue pikirin, ahh.... ngaco... ngaco lu Na! " tiba-tiba Anna seolah menyadarkan dirinya sendiri.
"Apa yang ngaco? " tanya Zidan yang datang ke ruang meeting.
"Wihhh, hari ini ada badai kah? " Anna menatap ke luar jendela.
Zidan memasang wajah kesal melihat reaksi Anna yang memang sedang mengejeknya karena datang sangat pagi dan langsung menemuinya di ruang meeting.
"Hei Anna aku ini memang dasar nya rajin, hanya saja, aku kan teman presdir jadi aku akan memanfaatkan situasi itu untuk lebih santai" ucap Zidan seraya mengambil berkas dengan gemulai.
Anna menyeringai merasa jijik melihat gerak geriknya.
"Buatkan kopi untukku! " ucap Abel dari belakang Anna.
Dia terkejut dan memeluk sisa berkas di tangannya seraya menatap ke arah Abel. Berpikir apakah Abel jadi melihatnya bertingkah seperti itu.
Abel yang hendak ke ruangannya, kembali berbalik dan menatap Anna.
Mata Anna membulat dan kedua alisnya bergerak tanda bertanya apa yang dia inginkan.
"Sekalian punya ku" Zidan menepuk pundak Anna, membangunkannya dari saling tatap dengan Abel.
Abel pun tak jadi bicara namun hanya menatap Anna dan menghela.
**
Di ruangan Abel.
"Benar, aku lihat kalian tidak akur akhir-akhir ini" ucap Zidan.
"Entahlah, dia sering marah-marah. Padahal jarak antar kejadian menunjuk dulu dengan kemarin itu sangat jauh" jawab Abel.
"Bukan rentang waktunya, tapi alasannya" ucap Zidan.
Abel terdiam dan menatap Zidan.
"Apa? " tanya Abel kemudian menatap kembali layar komputer nya.
"Karena kau cemburu" tunjuk Zidan dengan cemilan yang dia makan.
Abel terdiam.
"Dulu ku dengar karena Reza memeluknya, sekarang karena dia begitu antusias dan terus memuji ketampanan Tuan Felix" jelas Zidan.
Tapi Abel malah menatap Zidan dengan sinis.
"Tapi jika Felix bisa memperjuangkan Anna, kisahnya akan seperti pangeran berkuda putih yang datang menyelamatkan janda anak dua yang terlantar" Zidan senang sekali dengan ide yang ada si otaknya, hingga memeragakan setiap ucapannya.
Abel kembali menatap layar komputer dan membayangkan bagaimana Felix menjemput Anna dan anak kembarnya dengan kereta berkuda putih.
"Tapi kenapa kamu cemburu? Bukankah kamu pernah bilang tidak pernah menganggap Anna sebagai wanita, dia malah seperti adik bagi mu" ucap Zidan.
Mereka tak melihat Anna sudah di ambang pintu membawa dua cangkir kopi milik mereka.
Abel berdiri menatap Anna karena terkejut. Zidan berhenti mengunyah, tak sadar dengan kehadiran Anna.
"Ini kopinya Pak! " ucap Anna.
Dia berjalan masuk dan menaruh nampan di meja tanpa membawa kembali nampannya, lalu pergi lagi ke mejanya.
Zidan mendekati Abel, menyentuh lengan Abel dengan sikutnya.
"Apa dia mendengar semuanya? " tanya Zidan.
"Tamat, ini semua karena mulut mu yang tak bisa dikendalikan" Abel mengabaikannya.
"Apa maksud mu dengan tamat, memang apa yang bisa dia lakukan? Apa dia akan melakukan sesuatu yang akan merugikan mu sebagai presdir? " tanya Zidan cemas.
"Entahlah, ini seperti bom waktu, semakin lama semakin habis waktunya dan.... " Abel menatap Zidan.
"Meledak? " Zidan meneruskan ucapan Abel.
**
Makan siang tiba, meeting selesai di waktu yang tepat. Anna makan siang sendirian dengan bekal buatannya sendiri.
"Hai...! " sapa Viona, sekretaris Zidan, sekaligus sahabat Anna.
"Hmmm" jawab Anna yang mulutnya penuh makanan.
"Ada apa ini? Ketenangan mu membuatku takut, Anna yang panikan, yang sangat emosional meski hanya karena hal kecil yang dilakukan presdir nya, yang terus menguji kesabaran nya, aku rasa itu lebih baik dari Anna yang setenang ini" ucap Viona seraya siap dengan makan siang di nampannya.
"Aku akan mengundurkan diri" ucap Anna, meski tak jelas karena dia bicara sambil mengunyah, namun beberapa orang di dekatnya menoleh karena mendengar ucapannya.
"APA? " Viona sangat terkejut.
Anna minum dan menelan semua makanan di mulutnya.
"Hmmm, 10 tahun sudah cukup" lanjut Anna.
"Kau gila? Si kembar baru.... "
"Hentikan bicara seperti itu? Kau selalu membuat ku ragu untuk mengambil keputusan ini karena menyebut si kemar terus! " Anna kesal hingga menggebrak meja.
Sontak yang lainnya jadi ikut memperhatikan mereka.
Anna menatap mereka, bukan dia yang malu, malah orang-orang itu yang akhirnya menunduk dan kembali makan.
"Lah, kan gue bener, si kembar baru 11 tahun Na, masa depan mereka masih jauh, lu mau mereka putus sekolah karena lu lebih milih resign dari kerjaan yang notabene gajinya sanggup menyekolahkan mereka hingga perguruan tinggi" Viona memvisualisasikan ucapannya dengan gerakan.
"Aku akan menikahi pak Felix" ucap Anna yakin, seraya menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri.
"Huaa... hahahahaha....! " Viona tertawa terbahak-bahak.
Anna memukul lengannya karena kesal.
"Kau ini mimpi terlalu tinggi" ucap Viona.l kemudian mengeluarkan ponselnya.
Anna kembali menyantap makanannya.
"Ini lihat! " Viona menunjukkan penelusuran tentang Felix di ponselnya.
Anna membacanya.
"Dia sudah menikah 3x, dengan tiga wanita dengan tiga kebangsaan yang berbeda" Viona terdiam sejenak merasa ucapannya terlalu berbelit belit.
"Sudah benar, teruskan! " Anna malah memintanya meneruskan ucapannya.
"Hmmm, ketiga wanita itu tak pernah diceraikan tapi kembali ke negara asalnya karena dideportasi oleh pihak pemerintah Maldives" lanjut Viona.
"Lalu? " tanya Anna santai.
"Lu gila? Lu mau nasibnya sama kek mereka? " Viona menyentuh dahi Anna.
Anna menepis tangan Viona.
"Aku yakin Felix serius dengan ku kali ini, dia pasti akan serius" ucap Anna dengan mata menatap ke arah meja di belakang Viona.
Ternyata, meja yang terhalang sekat dinding hiasan tanaman itu adalah meja yang ditempati Abel dan Zidan.
"Anna, plis.... lu jangan gila? Kenapa sih? Marahan sama Pak Abel kan dah biasa, lu ngalah aja lagi.... " Viona menggenggam tangan Anna memohon seolah dirinya yang sedang dalam masalah.
"Nggak, enak aja, terus aja gue yang ngalah, makin besar kepala dia, sombong, sok sempurna, dimatanya semua orang salah dan terlahir dengan isi otak yang salah semua, trus emang cuma dia yang bener di dunia ini? " Anna bicara dengan sangat disengaja.
Dia menepis tangan Viona kemudian pergi setelah menggebrak meja lagi.
Viona hanya menganga tak percaya dengan apa yang sudah dia dengar dari temannya itu.
\=\=\=\=\=\=\=>>>>