NovelToon NovelToon
EXONE Sang EXECUTOR

EXONE Sang EXECUTOR

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Dunia Lain
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Aegis zero

Seorang penembak jitu tewas kerena usia tua,dia mendapatkan dirinya bereinkarnasi kedunia sihir dan pedang sebagai anak terlantar, dan saat dia mengetahui bahwa dunia yang dia tinggali tersebut dipenuhi para penguasa kotor/korup membuat dia bertujuan untuk mengeksekusi para penguasa itu satu demi satu. Dan akan dikenal sebagai EXONE(executor one) / (executor utama) yang hanya mengeksekusi para penguasa korup bahkan raja pun dieksekusi... Dia dan rekannya merevolusi dunia.



Silahkan beri support dan masukan,pendapat dan saran anda sangat bermanfaat bagi saya.
~Terimakasih~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis zero, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

executors are also human

Keesokan Paginya

Langit pagi di kota Zerio tampak suram seperti sisa-sisa luka yang belum sembuh. Arya, Dina, dan Charlotte berjalan perlahan menuju pusat kota. Sorot mata warga yang mereka lewati penuh kecurigaan dan gumaman tak henti-henti mengikuti langkah mereka.

"Hei, bukankah itu istri penguasa?" bisik seseorang.

"Iya, apa yang dia lakukan di sini? Dan itu... dua anak kecil bersamanya?"

"Tadi malam para pelayan bilang Exone menyerang kediaman penguasa. Jangan-jangan dua anak itu Exone?"

"Apakah mereka akan mengeksekusinya di depan umum?"

Dina mendekatkan wajahnya ke Arya dan berbisik cepat, “Hei Ar, mereka ngomongin kita. Kenapa mereka pikir kita bakal eksekusi di depan umum?”

“Biarin saja,” balas Arya pelan, tenang seperti biasa.

Charlotte merapatkan jubahnya. “Apa ini akan baik-baik saja? Lihat… warga terlihat tidak menyukaiku.”

“Tenang, Nyonya,” kata Arya dengan nada meyakinkan. “Aku akan jelaskan semuanya.”

Mereka tiba di alun-alun kota. Arya berdiri di atas tumpukan batu dan mengangkat tangan. Sihir angin digunakan untuk memperkeras suaranya agar menjangkau seluruh penjuru kota.

“HALO SEMUANYA! BISAKAH KALIAN BERKUMPUL DI PUSAT KOTA?!”

Geger kecil pun terjadi.

“Ada apa ini?”

“Apakah ini penarikan pajak lagi?”

“Tidak tahu! Tapi kalau kita menolak datang, nanti bisa dibunuh!”

Tak lama, warga mulai berdatangan, membentuk kerumunan besar yang memenuhi alun-alun.

Setelah memastikan semua orang berkumpul, Arya kembali berseru, “PERKENALKAN! NAMA SAYA ARYA! YANG INI DINA, DAN WANITA DI SAMPING SAYA ADALAH CHARLOTTE, ISTRI PENGUASA KOTA INI! ADA HAL PENTING YANG PERLU KALIAN TAHU!”

Suara warga mulai naik.

“Apakah ini soal pajak lagi?!” seru seseorang dengan nada marah.

“Kami sudah tak punya uang!”

Charlotte menunduk, menahan malu dan perasaan bersalah.

“BUKAN!” jawab Arya lantang. “BUKAN PENARIKAN PAJAK! MUNGKIN KALIAN SUDAH PERNAH MENDENGAR NAMA EXONE?”

“Exone?” gumam warga, beberapa terdengar terbata.

“Bukannya itu kelompok yang mengeksekusi para penguasa korup?”

“Apakah ini akan jadi eksekusi publik?”

“BUKAN!” Arya menggeleng keras. “KAMI, EXONE, SUDAH MEMBUNUH PENGUASA KOTA INI! DAN SEKARANG, KAMI MEREKOMENDASIKAN ISTRINYA—CHARLOTTE—UNTUK MENJADI PENGUASA BARU!”

Suara-suara langsung berubah menjadi geram.

“Penguasa baru? JANGAN BERCANDA!”

“Untuk apa lagi keluarganya jadi penguasa?!”

“Kami tidak percaya!”

Charlotte makin menunduk, tak sanggup menatap mata siapa pun.

Arya menatap warga satu per satu. “Lalu kalian ingin bagaimana? Punya rekomendasi sendiri?”

“Tidak ada…”

“Iya, kami tidak tahu siapa yang bisa dipercaya…”

“Sudah tidak percaya dengan yang namanya penguasa!”

Arya menghela napas. “BAIK, AKU AKAN TUNJUKKAN FAKTA. ISTRI PENGUASA SEBENARNYA KORBAN KDRT! DIA PERNAH MENCOBA MENGHENTIKAN SUAMINYA DEMI KALIAN SEMUA, TAPI KARENA DIA SEORANG WANITA, DIA TAK BISA MELAWAN!”

Ia menunjuk Charlotte. “KALAU DIA BUKAN ORANG BAIK, APA KAU PIKIR AKU AKAN MEMBIARKANNYA HIDUP?! APA KALIAN ANGGAP EXONE TAK BERBEDA DENGAN PARA PENGUASA KORUP ITU?!”

Warga mulai terdiam.

“APA KAU PIKIR KAMI MEMBUNUH PARA TIRAN HANYA UNTUK MENYERAHKAN KOTA INI KEPADA ORANG YANG SAMA BEJADNYA?! AKU, ARYA SETYA, PEMIMPIN EXONE, BERANI MENJAMIN—CHARLOTTE ADALAH ORANG YANG TEPAT UNTUK MEMIMPIN KOTA INI!”

Suara Arya bergema tegas dan menyapu seluruh alun-alun. Tak satu pun warga menjawab.

Charlotte menarik napas dalam. “Tak perlu seperti itu, Nak. Jika mereka tidak mau menerimaku, tidak apa-apa.”

Arya tetap berdiri tegak. “APA KALIAN PERNAH DENGAR KOTA AZURA DAN OITER? PENGUASANYA JUGA PILIHANKU! LIHAT SEKARANG, MEREKA SUDAH MAKIN MAKMUR!”

Warga saling berpandangan.

“Azura dan Oiter? Bukankah itu kota yang mendadak makmur setelah penguasanya dibunuh?”

“Iya, katanya dipilih langsung oleh Exone…”

Arya mengangkat tangan dan mengepalkannya. “KALIAN HANYA PERLU PERCAYA. AKU TIDAK AKAN MENGKHIANATI ORANG YANG PERCAYA PADAKU! KAMI MEMANG BUKAN ORANG BESAR! KAMI ANAK-ANAK DESA TERLANTAR! TAPI KAMI PUNYA TEKAD—UNTUK MENGUBAH DUNIA INI DENGAN MENGEKSEKUSI PARA PENGUASA KORUP DAN SANG RAJA BAJINGAN ITU!”

Lambat laun, warga mulai menunduk.

“Maafkan kami…”

“Tolong pimpin kota ini menjadi lebih baik…”

“Kami percaya padamu, Exone!”

Charlotte tersenyum. Dina pun ikut tersenyum kecil di sampingnya.

Arya mengangguk. “Baik. Aku juga akan membantu membangun kota ini. Dan sekarang, Nyonya Charlotte, silakan perkenalkan diri Anda.”

Charlotte maju dengan langkah gemetar, namun mantap.

“Ba-baik,” ucapnya. “Para warga, saya minta maaf atas perlakuan suami saya selama bertahun-tahun...” Ia membungkuk dalam. “Saya berjanji akan bekerja keras untuk memulihkan kota ini. Kumohon… beri saya satu kesempatan!”

“Kalau kamu sudah janji, kami percaya!”

“Mohon pimpin kami, Ibu Charlotte!”

Para warga turut membungkuk sebagai tanda hormat. Charlotte kembali menunduk sambil menangis pelan. Dina menatapnya bangga.

Arya menoleh pada Charlotte. “Nyonya, apakah di gudang mansion masih ada persediaan makanan?”

Charlotte mengangguk. “Seharusnya masih ada. Suamiku suka menimbun…”

“Bagus. Para warga, ikuti kami! Kita akan menuju gudang makanan dan mengisi perut kalian!”

“Baiklah!” seru mereka dengan semangat baru.

Di Gudang Makanan

Para warga berbondong-bondong mengikuti Arya, Dina, dan Charlotte menuju gudang di belakang mansion. Bau kayu tua dan besi berkarat menyambut mereka saat pintu besar gudang dibuka. Di dalamnya, rak-rak tinggi penuh dengan karung gandum, daging asin, buah kering, dan beberapa kotak logam berisi peralatan rumah tangga.

Arya memeriksa isi gudang sejenak, lalu mengangguk puas. “Hm… jumlahnya cukup untuk kebutuhan sementara.”

Begitu warga melihat tumpukan makanan itu, keributan pun pecah.

“Makanan!”

“Beri aku dulu! Aku sudah dua hari tak makan!”

“Anakku belum makan sama sekali!” teriak seorang ibu sambil menangis.

“Tenang! Jangan berebut!” seru Dina sambil mengangkat kedua tangannya. “Ini cukup untuk semua, jadi jangan panik!”

Arya mengangguk. “Jangan saling dorong. Kalau makanan ini hancur, kalian yang rugi sendiri.”

Charlotte berdiri di samping pintu, menyaksikan warganya berebut dengan air mata menetes di sudut mata. Matanya berkaca-kaca melihat keserakahan yang lahir dari kelaparan dan penderitaan. Arya menepuk bahunya pelan.

“Nyonya, ini bukan salah mereka. Mereka hanya lapar,” ujarnya lembut.

Charlotte mengangguk, berusaha menguatkan diri.

Setelah warga mulai tenang dan makanan dibagikan, Arya berbalik menghadap para pria dewasa yang sudah selesai makan. “Kalian yang sudah kenyang, ikut aku. Kita akan menebang pohon untuk membangun rumah.”

“Baik!” jawab mereka antusias.

Arya mengangkat tangan. “Teleportasi!”

Dalam sekejap, mereka berpindah ke hutan yang jaraknya sekitar dua jam dari kota. Para warga tercengang.

“Di mana ini?!”

“Kita… di hutan?”

“Kenapa tiba-tiba kita di sini?!”

“Tenang,” jawab Arya sambil mengeluarkan puluhan kapak dari ruang penyimpanannya. “Ambil ini. Tebang pohon secukupnya. Aku akan kembali lagi nanti.”

“Ba-baik!”

Sekali lagi, Arya menghilang dalam kilatan cahaya.

Kembali di Gudang Makanan

Arya tiba tepat ketika para wanita selesai makan.

“Aku butuh bantuan kalian. Kita akan membuat pupuk.”

“Mengerti!”

“Siap!”

Arya memimpin mereka keluar gudang ke tempat terbuka, lalu mengeluarkan kotoran hewan, daun kering, dan tanah dari simpanannya.

“Campurkan semua ini ke tanah di sana. Ini akan jadi pupuk.”

“Ugh… mencampur kotoran?”

“Apa ini bisa jadi pupuk?”

Arya tersenyum kecil dan mengeluarkan beberapa kain bersih. “Tutup hidung dan mulut kalian dengan ini. Bau memang tak enak, tapi hasilnya akan membuat perut kalian kenyang nanti.”

Para wanita mulai bekerja. Meskipun awalnya jijik, mereka perlahan terbiasa. Aroma tak sedap berubah menjadi semangat kerja.

Sementara mereka mencampur bahan pupuk, Arya pergi mencari lahan yang cocok.

Di Lahan Pertanian

Arya berdiri di atas sebidang tanah lapang, memeriksa kualitas tanah dengan telapak tangannya.

“Hm… ini cukup luas, dan tanahnya cocok.”

Ia mengangkat tangan. “Loose Soil!”

Tanah menggembur sempurna. Ia mengangguk puas, lalu mulai membuat alat-alat pertanian dan paku dengan sihirnya.

Setelah selesai, Arya teleportasi kembali ke hutan.

“Sudah selesai?” tanyanya.

Para pria menunjuk tumpukan kayu di belakang mereka. “Apakah segini cukup?”

Arya mengangguk sambil terkekeh. “Cepat juga. Kapaknya memang tajam, ya?”

“Sekali ayun langsung tumbang!”

“Kapakmu luar biasa!”

“Hebat banget!”

Arya terkekeh. “Baiklah, Teleportasi!”

Dalam sekejap, kayu-kayu dan para pria dipindahkan ke kota.

“Aku sudah siapkan blueprint rumah sederhana. Ini peralatannya. Mudah dibangun bahkan oleh pemula. Kalau ada yang tak dimengerti, langsung tanya saja.”

Warga memeriksa blueprint yang disediakan.

“Ini detail sekali!”

“Sampai pondasinya juga dijelaskan!”

“Terima kasih banyak!”

Arya meninggalkan mereka dan kembali ke kelompok wanita.

Di Tempat Pembuatan Pupuk

“Apakah pupuknya sudah siap?” tanya Arya.

“Sudah!”

“Sebanyak ini… yakin bisa digunakan semua?” tanya salah satu wanita.

“Tentu bisa,” jawab Arya. “Aku bawa ke lahannya dulu, ya.”

Teleportasi! Pupuk langsung dipindahkan ke ladang yang telah disiapkan.

Arya menaburkan pupuk sambil menggunakan Swap! untuk mempercepat proses ke seluruh lahan. Setelah selesai, ia kembali menggunakan Loose Soil! untuk mencampurkan pupuk ke dalam tanah.

Namun, ia mendadak berhenti dan menepuk dahinya. “Sial… aku lupa benih!”

Ia teleportasi kembali ke gudang makanan.

“Nyonya, apakah ada benih tanaman tersimpan di sini?”

Charlotte berpikir sejenak. “Saya tidak tahu… tunggu, saya cari dulu.”

Dina menunjuk salah satu karung di pojok ruangan. “Itu, yang itu. Banyak benihnya.”

“Yang mana?” tanya Charlotte.

Arya menyipitkan mata. “Yang benar, kamu, Dina?”

“Kamu kira aku pembohong?” Dina manyun.

Arya membuka karung itu dan matanya membelalak. “Wah, benar! Terima kasih, Dina!”

Charlotte ikut tercengang. “Oh, ternyata ada!”

Dina menyilangkan tangan. “Tuh, kan! Hmph!”

Arya mengusap kepala Dina cepat-cepat. “Iya iya, maaf. Aku taburkan dulu!”

Teleportasi!

Arya kembali ke ladang, menaburkan semua benih ke atas tanah, lalu kembali ke gudang.

“Nyonya, semua sudah beres.” Ia menyerahkan setumpuk kertas ke Charlotte. “Ini catatan tentang keuangan, pertanian, pembangunan, dan hal-hal lain. Ikuti saja sesuai yang tertulis di sini.”

Charlotte gemetar saat menerima kertas itu. Matanya berkaca-kaca.

“Te-terima kasih banyak!” katanya sambil bersujud di depan Arya.

“Eh?! Nyonya! Berdiri, berdiri! Tak perlu seperti itu!” Arya panik.

Dina ikut melotot. “Woah! Ar! Kau bikin wanita bersujud?!”

“Bukan gitu maksudku!”

Charlotte berdiri perlahan. “Terima kasih atas semua bantuan kalian. Aku tak akan melupakan kebaikan ini.”

“Tak usah dipikirkan,” kata Arya sambil tersenyum.

“I-iya, Nyonya! Tenang saja!” tambah Dina, ikut gugup.

Arya menatap langit pagi yang mulai cerah. “Dengan ini, kami bisa segera melanjutkan perjalanan ke ibu kota.”

Charlotte mengangguk. “Hati-hati. Semoga berhasil. Terima kasih… dari lubuk hati terdalamku.”

Arya membungkuk. “Sama-sama. Kami pamit.”

“Sampai jumpa, Nyonya!” seru Dina. Namun, saat mereka berjalan pergi, ia berbisik ke Arya, “Hei, kenapa kamu kerja sendirian? Aku jadi kelihatan nggak berguna…”

Arya terkekeh. “Aku cuma ingin kelihatan keren. Gimana? Keren nggak?”

“Tidak sama sekali!” jawab Dina sambil memerah.

“Eh? Kenapa malah mukamu merah?”

“Diam, kau!”

Mereka berdua tertawa kecil saat meninggalkan kota. Para warga berdiri di belakang mereka, melambaikan tangan dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.

Di Tempat Lain

Jupiter menyipitkan mata dari atas tebing yang menghadap barat. Angin mengibarkan jubah hitamnya. Senyum tipis muncul di wajahnya.

“Aku… sudah tak sabar.”

1
luisuriel azuara
Karakternya hidup banget!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
Ani
Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!