NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Jadi Bebek

Reinkarnasi Jadi Bebek

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Perperangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: yuyuka manawari

Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.

Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.

Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.

Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.

Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.

Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24: Kehormatan yang Terjual

Arena duel masih bergemuruh setelah aku menjatuhkan Raja Pekokok. Tanah becek di tengah lingkaran itu dipenuhi bercak darah, sisa bulu yang berhamburan, dan bau anyir yang menusuk hidung. Para penonton puluhan ayam dari berbagai wilayah membelalakkan mata mereka. Tidak ada yang menyangka seekor bebek sepertiku bisa menjatuhkan pemimpin mereka yang terkenal kuat.

Suasana yang tadinya riuh perlahan berubah menjadi bisikan-bisikan kecil. Aku menarik napas dalam, lalu mengangkat kepalaku tinggi-tinggi. Dengan paruh masih meneteskan darah lawanku, aku melangkah ke tengah arena.

“Kwek…,” aku mengeluarkan suara rendah yang bergema di sekeliling. Setelah itu aku berteriak lantang.

“Jika ada di antara kalian yang ingin membalaskan dendam untuk Raja Pekokok, turunlah dari bangku itu sekarang! Hadapi aku di arena ini!”

Suara seruanku menggema.

Beberapa detik hening, lalu bisikan mulai terdengar dari berbagai sisi bangku penonton.

“Kalau raja kita yang punya relik aja bisa dikalahkan, gimana kita yang enggak punya apa-apa?” kata seekor ayam betina dengan nada takut.

“Benar juga. Bebek itu… dari mana datangnya kekuatan seperti itu?” sahut yang lain.

Namun, di tengah keraguan itu, suara berat memotong keheningan.

BRAAK!

Seekor ayam jantan tinggi besar berdiri dari bangkunya. Tubuhnya dilapisi zirah baja, sayapnya dihiasi bulu hitam mengkilap, dan di kepalanya tergantung helm perunggu yang retak di satu sisi. Dia mendongak dengan dada membusung, lalu berteriak lantang.

“Kita tidak boleh tinggal diam! Raja kita mati di hadapan kita semua! Jika kita menyerangnya bersama-sama, bebek itu tidak akan bisa berkutik!”

Suara itu keras, penuh keyakinan, dan membuat beberapa ayam di dekatnya berdiri spontan.

“Jenderal kita!” seru salah satu ayam muda.

“Akhirnya dia berdiri juga!” bisik penonton lain, mulai terangkat semangatnya.

Di belakang si jenderal, tujuh ayam bersenjata ikut berdiri. Paruh mereka menggertak, mata menyala-nyala. Suara dentuman kaki mereka ketika melangkah ke arah arena terdengar mantap, membuat lantai kayu penonton bergetar.

“Kita harus membalaskan dendam untuk raja kita!” teriak sang jenderal sekali lagi.

Suasana bangku penonton berubah. Dari ketakutan, menjadi kagum dan bersemangat. Banyak ayam mulai bersorak.

“Benar! Habisi bebek itu!”

“Ayo, Jenderal!”

Namun aku hanya menatap dingin. Kaki-kakiku bergerak perlahan, lalu aku mengaktifkan dua kemampuan sekaligus: Night Slide dan Silent Walk. Suara kakiku lenyap, tubuhku seperti bayangan yang meluncur di antara sorak sorai. Penonton yang tadi semangat, mendadak terdiam ketika aku menghilang dari pandangan.

“Di… di mana bebek itu?” salah satu ayam mulai panik.

Sebelum sang jenderal sempat menyelesaikan kata-katanya—

CRAACK!

Kepalanya terputus bersih dari tubuhnya. Kepala itu melayang di udara, jatuh dengan bunyi “DUK” keras ke tanah. Tubuh besarnya ambruk, zirah bajanya menimbulkan suara berat saat menghantam lantai arena.

“T-Tidaaak!! Jenderaaaal!!” teriak salah satu ayam di belakangnya.

Tapi sebelum sempat bergerak, aku sudah muncul di sisi mereka. Paruhku menyambar cepat.

Silent Peck.

“KRUGH!”

Leher seekor ayam lain robek. Darah menyembur. Tubuhnya jatuh menimpa kursi penonton.

Lalu reset. Kemampuanku langsung aktif kembali.

Aku melompat ringan ke sisi kanan, kembali menyerang.

“KRAGHH!”

Ayam ketiga roboh.

Sorakan penonton berubah menjadi jeritan. Suara bulu mengepak, sayap berdesakan, banyak ayam mulai lari terburu-buru dari bangku. Namun tujuh ayam yang tersisa mencoba bertahan. Mereka menghunus taji baja mereka, mencoba menusukku.

Sayangnya mereka terlalu lambat.

Aku terus memanfaatkan kombinasi Night Slide dan Silent Peck, bergerak tanpa suara, lalu menghilang sebelum mereka sempat menoleh.

Dalam hitungan detik, satu demi satu ayam terkapar. Jeritan terakhir berhenti ketika tubuh terakhir roboh dengan leher hampir terlepas.

Arena seketika penuh darah. Bangku penonton dihiasi semburan merah, sebagian mengenai wajah penonton yang duduk di barisan depan. Beberapa ayam berteriak histeris, ada yang langsung berlari ke luar arena sambil mengepak panik, ada juga yang gemetar di tempat, tak mampu berdiri.

Aku, yang sudah kembali berdiri di tengah arena, mengibaskan sayapku yang berlumuran darah. Mataku menyapu seluruh kerumunan.

“Apakah masih ada yang ingin membalaskan dendamnya?” teriakku lantang.

Suasana mendadak sunyi. Tidak ada yang berani bersuara. Bahkan ayam-ayam yang tadinya bersorak kini terdiam. Suara sayap berkepak yang panik perlahan menghilang, menyisakan keheningan yang menekan.

Aku menatap sekeliling sekali lagi. Napasku berat, tapi stabil.

“Dan dengarkan baik-baik,” kataku lebih rendah, tapi jelas terdengar. “Jika di antara kalian ada yang berani menyentuh rekan-rekanku… jika kalian berani menyerang kerajaanku… maka aku akan membunuh kalian semua. Aku akan membuat kalian menyesal hidup sebelum mati. Lebih dari bayangan paling mengerikan yang bisa kalian pikirkan.”

Suara itu memantul di arena kosong.

Semua penonton hanya bisa menunduk, tidak berani menatapku langsung. Beberapa ayam betina terlihat menangis, sementara ayam jantan yang biasanya berani pun menelan ludah, bulu mereka mengembang karena takut.

Aku menutup paruhku perlahan, lalu berjalan kembali ke sisi arena. Setiap langkahku menimbulkan bunyi basah dari genangan darah.

Hari ini, semua yang hadir akan pulang dengan satu kenyataan yang tidak bisa mereka pungkiri—

Seekor bebek telah menjadi penguasa baru di mata mereka.

...----------------...

Duel akhirnya selesai. Aku diantar pulang bersama ketiga bebek itu.

Titi dan Zaza tidak berhenti memuji pertandingan tadi. Mata mereka berbinar seperti melihat sesuatu yang membuat darah mereka mendidih lagi. Mereka terus membicarakan setiap gerakanku di arena seolah ingin menirunya saat latihan nanti.

Di sisi lain, Poci masih terisak. Dari tadi dia menempel di sampingku, matanya merah karena terus menangis. Dia takut aku terluka parah atau tidak kembali lagi. Setiap langkahnya selalu menempel di kakiku, seakan khawatir aku akan menghilang jika ia lengah.

Setibanya di kediamanku, suasana agak tenang. Ketiganya tampak lebih bersemangat dibanding sebelumnya. Kekalahan yang mereka lihat bukan membuat mereka ciut, justru memberi motivasi baru. Aku bisa merasakan mereka ingin berlatih lebih keras lagi.

Sesampainya di ruanganku, pintu terbuka perlahan. Vlad masuk dengan langkah cepat namun tetap menunduk penuh hormat.

“Saya sudah memberikan gulungan yang Anda tulis, Rajaku,” ucapnya dengan nada tegas. Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan, “Ratu Lira sudah menandatanganinya.”

“Kerja bagus, Vlad.” Aku menatapnya dalam-dalam sambil mengangguk kecil.

“Terima kasih, Rajaku.” Ia lalu menarik napas sebelum menyampaikan hal lain. “Selain itu, saya juga mendapatkan informasi dari Jenderal Musang. Saya paksa dia untuk berbicara… dan dari pengakuannya, Ratu Lira tidak hanya menjadi penengah antara Anda dengan Raja Pekokok. Dia juga membuat janji lain di belakang layar bersama Raja Pekokok.”

Keningku sedikit berkerut. “Janji lain?”

“Benar, Rajaku. Janji itu adalah… semua pasukan Kerajaan Ayam Jantan akan diberikan kepada Ratu Lira dengan alasan kehilangan kepemimpinan dan wilayah Kerajaan Ayam Jantan akan diserahkan kepada Kerajaan Musang.”

Aku terdiam sejenak. Lalu dengan suara pelan aku menanggapi, “Begitu, ya? Padahal mereka bisa saja mengganti kepemimpinan tanpa menyerahkan segalanya. Kenapa harus menjadi bawahan orang lain? Dan Raja Pekokok… tidak mendapatkan apa-apa sama sekali. Hm, sepertinya dia benar-benar dikhianati oleh Ratu Lira.”

Aku kemudian melanjutkan, nada suaraku lebih berat. “Gulungan yang aku berikan kepadamu isinya jelas: Kerajaan Rawa diakui secara sah oleh Kerajaan Musang. Tidak ada pajak yang harus dibayar. Sengketa tanah kita diselesaikan dengan perjanjian damai. Dan yang paling penting. Kerajaan Musang berjanji tidak akan melakukan penyerangan, pengambilalihan, atau campur tangan militer terhadap Kerajaan Rawa.”

Vlad menunduk semakin dalam, mendengarkan dengan khidmat. Setelah aku selesai berbicara, ia mengangguk mantap.

Aku menatapnya lekat-lekat sebelum bertanya pelan, “Menurutmu… apakah aku terlalu kejam, Vlad?”

Mendengar itu, Vlad langsung mendongak cepat. Tatapannya tegas, seperti hendak membantah keras. “Tidak, Rajaku. Sama sekali tidak.”

Aku tidak bisa menahan tawa kecil melihat ekspresi seriusnya. Suasana jadi sedikit mencair.

Setelah itu, Vlad undur diri. Ia berjalan keluar meninggalkan ruanganku. Aku sendiri memilih bersandar, mencoba menenangkan pikiran. Untuk sesaat, aku hanya ingin bersantai, membiarkan tubuhku rileks setelah semua urusan yang menegangkan.

Namun ketenangan itu tidak berlangsung lama. Pintu terbuka lagi, kali ini dengan cepat. Vlad muncul seolah berlari menembus bayangan. Gerakannya begitu cepat hingga suara angin pun seperti kalah dari kecepatannya.

“Rajaku,” ucapnya sambil menunduk hormat. Wajahnya serius, jelas ia membawa kabar baru yang penting.

Aku menegakkan badan. “Ada apa?” tanyaku tenang, meski rasa penasaran mulai tumbuh.

“Ada seseorang yang sedang mencari Anda,” jawab Vlad. “Bukan dari kaum Musang ataupun Ayam. Melainkan… seorang anak kecil. Dari tadi dia terus-menerus mencari Anda, seolah tidak mau menyerah.”

1
Anyelir
kasihan bebek
Anyelir
wow, itu nanti sebelum di up kakak cek lagi nggak?
yuyuka: sampai 150 Chap masih outline kasar kak, jadi penulisannya belum🤗
total 1 replies
Anyelir
ini terhitung curang kan?
yuyuka: eh makasi udah mampir hehe

aku jawab ya: bukan curang lagi itu mah hahaha
total 1 replies
POELA
🥶🥶
yuyuka
keluarkan emot dingin kalian🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE: 🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶
total 1 replies
yuyuka
🥶🥶🥶🥶
Mencoba bertanya tdk
lagu dark aria langsung berkumandang🥶🥶
yuyuka: jadi solo leveling dong wkwkwkw
total 1 replies
Mencoba bertanya tdk
🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE
bro...
Mencoba bertanya tdk
dingin banget atmin🥶
FANTASY IS MY LIFE: sigma bgt🥶
total 1 replies
FANTASY IS MY LIFE
ini kapan upnya dah?
yuyuka: ga crazy up jg gw mah ttp sigma🥶🥶
total 1 replies
Leo
Aku mampir, semangat Thor🔥
yuyuka: makasi uda mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir lagi/Slight/
yuyuka: arigatou udah mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir
yuyuka: /Tongue/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!