Lanjutan If You Meet Me First dan prolog Joy and Jessica Stories.
Jordan O'Grady harus pensiun dini dari Manchester United akibat cidera berat yang dialaminya saat pertandingan final Liga Champions. Sulung dari Shane O'Grady dan Apsarini Neville itu akhirnya mengurus bisnis bir dan baja milik keluarga O'Grady. Saat Jordan berada di Cork Irlandia untuk membuat resort, dia menemukan seorang gadis yang tidak ingat siapa dirinya. Hanya Addie yang dia ingat dan Jordan memanggilnya Addie.
Tanpa Jordan tahu jika Addie adalah Adelaide McCarthy, seorang dokter dan putri pengusaha kapal tangker yang dibunuh oleh pesaing bisnisnya. Addie berhasil kabur namun dia mengalami amnesia. Demi melindungi Addie, Jordan pun menikahinya dan berusaha mengembalikan semua ingatannya hingga bisa memenjarakan pembunuh ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adelaide McCarthy
Jordan termenung saat Duncan memberitahukan siapa Addie sebenarnya.
"Namanya adalah Adelaide Rachael McCarthy, ayahnya bernama Albert McCarthy, pengusaha manufacturing kapal tangker McCarthy Ltd. Addie berusia 26 tahun, seorang dokter umum di rumah sakit Liverpool. Dua Minggu lalu, Albert McCarthy tewas dari lantai lima belas hotel Ritz Carlton Dublin. Kepolisian masih belum bisa memastikan bunuh diri atau dibunuh. Paman Addie, Andrew McCarthy, dicurigai sebagai otak pelakunya tapi alibinya sangat solid dan tidak ada bukti dia terlibat. Albert McCarthy dikabarkan hendak memberikan perusahaannya kepada Addie bukan ke adiknya, Andrew. Itu yang menjadi red flag nya aku dan Vian ...."
"Andrew McCarthy terlibat! Entah bagaimana caranya," potong Jordan.
"Benar. Aku takut, Addie adalah saksinya atau Andrew McCarthy berusaha membunuh Addie hingga gadis itu kabur," ucap Duncan.
Jordan mengusap wajahnya kasar. "Aku tidak menyangka ternyata kehidupan Addie pelik. Berapa kekayaan Albert McCarthy? Aku tahu mereka salah satu perusahaan manufaktur kapal tanker terbesar di dunia. Nomor delapan kalau tidak salah."
"$ 3,43 milyar."
Jordan melongo. "Pantas si Andrew sumbut! Itu kekayaaan hampir bersaing dengan PRC Group!"
"PRC Group Global menembus di angka $400 milyar, Jordan."
Jordan hanya tersenyum kikuk karena tidak hapal. Dia hanya ingat kekayaan perusahaan keluarganya saja.
"J, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Duncan.
"Melindungi Addie."
Duncan mengangguk. "Dia sudah mengalami banyak hal dan itu tidak bagus. Addie amnesia, J , dan sudah pasti, dia tidak akan ingat apapun, kenapa dan siapapun. Itu yang berbahaya!"
"Apa perlu aku panggil Billy? Dia kan neurosurgeon."
"Kamu panggil Billy pun percuma. Papanya Labubu itu juga tidak bisa membuat Addie ingat karena semua harus dari diri Addie sendiri."
Jordan mengacak-acak rambutnya. "Berarti aku harus menunggu sampai Addie benar-benar ingat! Dan selama itu, aku harus melindungi Addie!"
"Iya. Mungkin ini sudah jalannya. Addie bertemu kamu yang juga memiliki power. Jadi ada yang bisa melindunginya," ucap Duncan.
"Mas ...."
"Tenang. Favian dan aku juga penasaran. Jadi kami akan cari tahu siapa pelakunya dan otak dibalik peristiwa itu."
"Aku merasa ayah Addie dibunuh."
Duncan tersenyum. "Kita pun merasa demikian."
"Thanks mas. Aku jadi tahu apa yang harus aku lakukan."
***
Kamar rawat inap Addie
Addie terbengong bengong saat Jordan memberitahukan siapa dirinya. Jordan menatap Addie dengan perasaan berharap ada setitik trigger yang bisa membuat Addie mengingat semuanya.
"Aku ... Memang seorang dokter?" tanya Addie.
"Iya. Kamu praktek di sebuah rumah sakit di Liverpool. Ayah kamu meninggal terjun atau didorong dari lantai lima belas hotel Ritz Carlton di Dublin ... Kamu memang gadis Irlandia, Addie."
"Ayahku ... Dibunuh?" gumam Addie.
"Bisa jadi ...."
Addie tampak termenung. "Mungkinkah ... aku melihat sesuatu?"
Jordan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu Addie."
"Kamu akan melaporkan ke polisi?"
"Tidak."
Addie terkejut. "Tidak?"
"Tidak. Karena jika tahu kamu masih hidup, maka kamu akan dikejar kejar!" jawab Jordan.
"Lalu ... Apa rencana kamu?"
"Kamu akan aku bawa pulang. Setidaknya, denganku, kamu lebih aman." Jordan menatap serius ke Addie.
"Pulang ...kemana?" tanya Addie.
"Mau Dublin atau Manchester?" balas Jordan.
"Terserah kamu."
"Kalau begitu, Dublin. Karena kasus ayahmu di Dublin dan aku ingin tahu perkembangan kasusnya bukan?" senyum Jordan.
"Kita ... Tinggal bersama?" tanya Addie.
"Iya. Tapi kamu tenang saja. Ada pengawal aku, Neil, chef aku Helen, dan penjaga rumahku, Olan. Jadi tenang saja. Aman."
Addie hanya mengangguk. Bagaimana bisa tinggal bersama dengan pria ini? Meskipun aku tahu dia orang beken tapi tetap saja ....
***
Neil Kerry terkejut saat Jordan memberitahukan siapa Addie sebenarnya. Pria dingin itu semakin yakin, Addie adalah korban kejahatan.
"Lalu, kamu akan membawa Addie ke rumah kita di Dublin?" tanya Neil.
"Yes. Sambil kita mencari tahu perkembangan kasus ayahnya," jawab Jordan. "Aku minta, sepupumu itu jangan lapor ke polisi. Bukan apa-apa, jika penjahat itu tahu Addie masih hidup, sangat berbahaya."
"Aku setuju padamu."
***
Caroline agak tidak nyaman tapi dia tahu kasus kematian Albert McCarthy yang sangat heboh dan ramai di pemberitaan, dan di kamar itu adalah putri tunggalnya, mau tidak mau dokter itu mengikuti permintaan Jordan.
"Biar aku tulis Addie Smith karena para suster disini sudah tahu. Aku bisa tutup mulut tapi orang lain belum tentu bisa," jawab Caroline.
"Iya. Tulis saja dia pegawai O'Grady's Beer atau apalah !" pinta Jordan.
"Oke Jordan."
"Thank you Caroline." Jordan mencium pipi Caroline.
Sudah lama Caroline naksir Jordan tapi pria itu hanya menganggapnya sahabatnya apalagi Neil, sepupunya bilang jika Jordan susah jatuh cinta. Caroline pun realistis karena Jordan baik padanya.
Sekarang Caroline sudah move on. Dia memilih untuk fokus pada pekerjaannya. Baginya, bersahabat dengan Jordan itu banyak keuntungannya.
***
Rumah Jordan di Dublin
Addie melihat rumah indah di depannya dan dia langsung suka. Rumah yang dibuat dari batu dan terkesan kokoh itu berada diatas tanah yang seperti bukit. Entah kenapa, Addie merasa rumah ini sangatlah Jordan.
"Rumah kamu bagus !" puji Addie saat mereka masuk ke dalam setelah gerbangnya terbuka otomatis.
"Terima kasih. Aku juga suka saat pertama kali melihatnya. Makanya saat dia di listing, aku langsung membelinya tanpa berpikir panjang lagi," jawab Jordan.
"Tapi aku suka kok. Sangat kamu." Addie tersenyum ke arah Jordan.
"Bisa saja kamu. Ayo kita turun." Jordan pun turun dari mobil Range Rover nya dan membantu Addie turun.
"Jordan!"
Addie menoleh ke arah pintu dan tampak disana seorang wanita paruh baya berdiri disana.
"Apakah dia anak yang terluka itu? Ohya ampun, kamu kasihan sekali nak ! Untung kamu segera ditemukan oleh Jordan. Entah apa jadinya kalau tidak bertemu," cerocos wanita itu.
"Helen, kamu terlalu heboh," senyum Jordan.
"Ayo, aku bantu. Biar Jordan dan Neil belakangan." Helen membantu Addie berjalan. "Namaku Helen, by the way."
"Senang bertemu dengan kamu, Helen. Aku Addie."
"Anggap saja di rumah sendiri ya. Oh soal baju, kamu tidak perlul khawatir. Sudah tersedia," senyum Helen.
Addie mengangguk. "Terima kasih."
***
Visualnya Addie
***
Yuhuuuu up malam Yaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu
kangen sama boneka labubu pingin ngarungin